Dampak Kerusakan Hutan di Indonesia

Dampak Kerusakan Hutan di Indonesia

Akibat kerusakan hutan saat ini sudah banyak dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Berikut ialah sebuah syair nan berhubungan dengan kerusakan hutan.

Burung-burung terbakar di angkasa. Ikan menggelepar di sungai air tawar. Manusia menjadi lapar dan serakah. Hutan telah musnah. Tidak ada lagi rumah buat jiwa semesta .---Syair Sansekerta

Sejak kecil kita diajarkan buat menyiram bunga, merawat tumbuhan, dan menanam pohon. Kelak, apabila dewasa diharapkan tumbuh rasa cinta kepada pohon. Namun, saat dewasa kita dihadapkan pada fenomena pahit. Pembabatan hutan nan sangat tidak terkendali.

Kita tak bisa mengukur berapa juta pohon nan sudah dibabat. Bukan misteri generik lagi, jika illegal logging (pembalakan liar) dan penyitaan kayu-kayu ilegal pada akhirnya tetap lolos, bahkan kayu hasil sitaan dilelang dan ditebus kembali oleh para cukong.

Sampai kapan konduite kejahatan terhadap hutan akan dibiarkan? Manusia sepertinya tak memikirkan dampak kerusakan hutan nan akan terjadi di masa nan akan datang. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Indonesia merupakan salah satu negara dengan taraf kerusakan hutan paling tinggi di dunia. [Badan Planologi Dephut, 2003].



Dampak Kerusakan Hutan: Memahami Penyebabnya

Sebelum memahami akibat kerusakan hutan di negeri ini, ada baiknya Anda memahami penyebab kerusakan hutan. Inilah beberapa faktor penyebab kerusakan hutan di Indonesia:

  1. Kebakaran hutan. Selain merusak hutan, kebakaran hutan juga berdampak negatif bagi kesehatan, mengganggu transportasi darat, laut, dan udara. Gambar satelit menunjukkan titik barah dimulai di daerah perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pulp (kertas).

  2. Penebangan pohon. Oknum pemerintah menyalahkan penebang liar perambah hutan, padahal di satu sisi penebangan HPH terus berlangsung.

  3. Di Kalimantan Selatan, huma pertanian sangat kurang, apabila sudah ditanami, tanah tak potensial lagi. Berladang bagi masyarakat Dayak di Kalimantan buat keperluan pangan, bukan komersil. Bekas bukaan ladang di tepian hutan ditumbuhi rumput dan tanaman muda bagus buat santapan hewan.

  4. Penebang liar hanya mampu mengambil kayu nan jaraknya dekat. Tidak dapat mengambil kayu nan dilewati sungai dan perbukitan. Bandingkan dengan pembalakan liar nan menggunakan alat berat modern mampu menjangkau lokasi dan kawasan hutan mana saja.

  5. Pohon-pohon besar dan kecil ditebang dan tak ada regenerasi. Menyebabkan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.

  6. Dalam mengelola hutan, kepentingan ekonomi lebih dominan daripada kepentingan ekologi sehingga kerusakan hutan tak dapat dihindari. Penegakan hukum lemah dan merugikan keuangan negara.

  7. Faktor lainnya birokrasi liar, tak ada koordinasi, komitmen, dan akuntabilitas. Kerancuan kewenangan antara pusat dan daerah, tumpang-tindih perizinan. Masyarakat belum terlibat sehingga belum merasa memiliki.

  8. Pembalakan liar ialah kegiatan penebangan, pengangkutan, dan penjualan kayu nan tak sah. Malaysia disinyalir merupakan loka transit primer produk kayu ilegal dari Indonesia.

  9. Transmigrasi dilaksanakan bukan lagi pemindahan penduduk, melainkan upaya pengembangan wilayah.

  10. Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40%. Penurunan ini juga ialah bagian dari akibat kerusakan hutan.

  11. Konversi minyak tanah ke gas. Harga minyak mahal, orang mencari kayu bakar dan membakar apa saja buat dijadikan energi bahan bakar.



Dampak Kerusakan Hutan: Memahami Fungsi Hutan

Luas hutan di Indonesia semakin hari semakin menurun. Menurut Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan nan rusak dan tak bisa berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektar kawasan hutan di Indonesia. Selain itu, Greenpeace mencatat taraf akibat kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektar per tahun.

Inilah beberapa fungsi hutan nan kini kurang bisa kita rasakan khasiatnya sebab semakin sedikitnya jumlah hutan di tanah air.

  1. Daun, ranting, dan dahan pohon nan tersusun kedap menjaga sinar matahari agar tak tembus leluasa ke bawah pohon. Kerapatan daun fungsinya sangat besar, yaitu melindungi kawasan semak belukar di bawahnya agar dedaunan nan membusuk menjadi humus dan menyerap air sebagai persediaan air hujan jika musim kemarau tiba.

  2. Fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah akan terganggu dampak pengrusakan hutan nan terus-menerus.

  3. Di hutan nan masih perawan, sinar matahari tak menembus ke bawah sehingga daun-daun lapuk selalu basah walau di musim kemarau sekalipun sehingga tak mudah dilalap api.

  4. Hutan menampung aneka ragam satwa. Indonesia memiliki 10 persen hutan tropis global nan masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12 persen dari jumlah spesies binatang menyusui (mamalia), pemilik 16 persen spesies binatang reptil dan amfibi. 1.519 spesies burung dan 25 persen dari spesies ikan dunia.

  5. Sebagai sumber oksigen atau paru-paru dunia. Lebatnya hutan oleh tumbuhan hijau memberikan banyak suplai oksigen bagi manusia.



Dampak Kerusakan Hutan di Indonesia

Pulau Kalimantan ialah salah satu sampel daerah dengan kerusakan hutan nan bisa kita ambil sebagai contoh. Hutan lebat nan semakin hari semakin menyusut jumlahnya, mengakibatkan akibat kerusakan hutan semakin signifikan.

Beberapa area di Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan, ialah sebuah kawasan nan banyak memiliki hutan. Namun, saat ini hutan-hutan di Kalimantan Selatan banyak nan sudah beralih fungsi. Jika hutan terbuka dengan hamparan luas seperti nan terjadi setelah ekspoitasi HPH dan kerapatan di bawah 50 persen, hutan akan mudah terbakar. Inilah akibat kerusakan hutan nan dapat kapan saja terjadi.

Akibat kerusakan hutan lainnya ialah berkurangnya daun-daun busuk dengan humus nan tebal, nan tersisa hanya ranting dan dahan kering. Akibatnya, hanya dengan pemantik kecil, kawasan hutan di Kalimantan Selatan mudah terbakar.

Banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau juga merupakan akibat kerusakan hutan. Mengapa hal ini dapat terjadi? Hal ini sebab keaadaan hutan nan sudah gersang, pepohonan ditebang sehingga tak ada regenerasi. Akhirnya dampak kerusakan hutan meluas ke perairan, terutama pada anak-anak sungai nan debit airnya melebihi kapasitas normal sehingga menyebabkan meluap dan terjadi banjir besar.

Sungai nan sebelumnya tak pernah meluap, kini sering meluap sehingga mengakibatkan banjir, seperti di Martapura, Kabupaten Banjar pada tahun 2006 silam. Inilah fakta tentang akibat kerusakan hutan nan sudah memasuki beberapa daerah di Kalimantan Selatan.

Sementara itu, akibat kerusakan hutan bagi daerah selatan, seperti Banjarmasin dan sekitarnya ialah terjadinya air pasang nan semakin tinggi sampai menggenangi rumah-rumah penduduk dan jalan raya. Air pasang ini ialah dampak dari akibat kerusakan hutan. Oleh sebab itu, penyelamatan hutan ialah tanggung jawab kita semua kepada Tuhan.

Tidak hanya merugikan manusia, kerusakan hutan juga berarti kematian bagi ragam flora dan fauna Indonesia. Negara kita ini dikenal dengan keanekaragaman flora dan faunanya, nan sangat disayangkan jika harus punah satu per satu, seperti harimau Jawa dan harimau Bali.

Di Kalimantan, orang utan dan bekantan kini populasinya semakin terancam dampak loka hidupnya semakin menyempit. Sementara itu di Sumatra, harimau Sumatra dan orang utan juga mengalami nasib nan sama. Flora dan fauna unik seperti kembang Rafflesia Arnoldi pun semakin sulit ditemui keberadaannya sebab tumbuhan tersebut hanya dapat hayati di area nan dipenuhi pepohonan.



Berbagai Usaha nan Tengah Dilakukan buat Mengurangi Akibat Kerusakan Hutan

Pemerintah dan berbagai elemen masyarakat tengah berusaha meminimalisasi pembabatan dan kerusakan hutan dengan berbagai cara. Pencanangan program pemerintah nan dikoordinasikan oleh kantor Menneg LH, antara lain 7 kegiatan primer yakni bumi lestari, sumber daya alam lestari, program kali bersih, program langit biru, adipura, bahari dan pantai lestari, serta manajemen lingkungan memerlukan dukungan dan peran serta masyarakat luas dan instansi terkait serta masyarakat internasional dalam pelaksanaannya.

Inilah beberapa bentuk usaha buat memperbaiki hutan dan meminimalisasi akibat kerusakannya:

  1. Peringatan hari lingkungan hayati sedunia sebagai bentuk kampanye dan imbauan buat menjaga alam perlu diapresiasi dengan sikap aktif pro-aktif.

  2. Orientasi ekonomi nasional perlu digalakkan dengan tetap mencantumkan pemberdayaan lingkungan di dalamnya.

  3. Kelembagaan lingkungan hayati nan sudah berdiri seperti Bapedalda dan forum non-pemerintah seperti WALHI serta masyarakat luas perlu melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah nan tak berpihak kepada kepentingan rakyat.

  4. Dampak keruisakan hutan bisa diminimalisir dengan penghijauan kembali, yaitu menanam pohon bukan dengan membabat habis pohon dan menggantinya dengan tanaman sawit atau buah jarak. Sebab, tanaman sawit tak bisa meresap air.

  5. Peningkatan pencerahan masyarakat tentang pentingnya hutan, agar masyarakat mau dan berkomitmen buat hayati berdampingan dengan alam.

  6. Pembangunan hutan-hutan buatan, seperti taman nasional, hutan lindung, suaka margasatwa, dan sebagainya.

Dengan komitmen nan kuat, bukan tak mungkin kita bisa menghijaukan kembali bumi kita dan mengurangi dampak kerusakan hutan.