Sejarah Jurnalistik Masa Rasulullah Saw

Sejarah Jurnalistik Masa Rasulullah Saw

Berdasarkan catatan sejarah jurnalistik , awal mula lahirnya jurnalistik dimulai sekitar 3000 tahun silam. Saat itu Firaun, Amenhotep III, di Mesir mengirimkan ratusan pesan kepada para perwiranya nan tersebar di berbagai provinsi buat mengabarkan apa nan terjadi di ibukota. Inilah nan menjadi dasar konsep jurnalistik, yaitu menyampaikan berbagai pesan, informasi, atau berita.

Di Roma, sekitar 2000 tahun lalu terbit Acta Diurna nan artinya ’tindakan-tindakan harian’ nan memuat tindakan senat, peraturan pemerintah, warta kelahiran, dan kematian, nan ditempel di tempat-tempat umum. Di Eropa selama Abad Pertengahan, siaran warta nan masih ditulis tangan diminati oleh para pengusaha.



Perkembangan Jurnalistik

Perkembangan surat kabar semakin pesat setelah ditemukannya mesin cetak oleh Gutenberg. Tidak heran jika surat kabar pertama nan terbit secara teratur di Eropa di mulai di Jerman tahun 1609 bernama Aviso di Wolfenbuttel dan Relation di Strasbourg. Baru pada 1650 terbit surat kabar harian pertama, Einkommende Zeitung di Leipzig Jerman.

Di Indonesia sendiri, sejarah jurnalistik sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada masa-masa sebelum kemerdekaan, jurnalistik malah dipakai sebagai media propaganda nan sangat efektif dan intelek. ”Pertempuran” ide atau gagasan lebih leluasa disampaikan secara tertulis melalui media cetak.

Sejak tahun 1930-an sampai 1960-an muncul berbagai terbitan surat kabar dan majalah, seperti Pujangga Baru , Suara Umum , Pewarta Deli , Wasita , Mimbar Indonesia , Suara Umum , Bintang Timur , Berita Indonesia , Sinar Harapan , Warta Bakti , Harian Rakyat , dan masih banyak lagi.

Sekarang, perkembangan global jurnalistik semakin maju dan modern. Surat kabar dan majalah bersaing dengan media elektronik, seperti televisi dan internet. Akses informasi media elektronik tersebut dapat lebih cepat dibanding surat kabar. Malah, televisi atau radio dapat menyiarkan informasi atau warta tentang peristiwa nan terjadi secara langsung. Hal ini sulit dilakukan oleh media cetak.

Beberapa tokoh sepanjang sejarah jurnalistik pun memiliki peran terhadap perkembangan jurnalistik Indonesia. Setidaknya kita mengenal nama Mochtar Lubis. Dia seorang sastrawan sekaligus wartawan senior. Sutan Takdir Alisjahbana nan pernah menjadi kepala redaksi Balai Pustaka dan pimpinan majalah Pujangga Baru .

Taufiq Ismail nan menggagas majalah Horison , Adinegoro nan pernah sekolah jurnalistik di Jerman dan menjadi Pemred Pewarta Deli . Sutomo nan pernah menerbitkan majalah Suluh Indonesia , Suluh Rakyat Indonesia , dan harian Suara Umum . Rosihan Anwar nan merupakan wartawan dan penulis senior dan produktif sampai sekarang.



Sejarah Jurnalistik Masa Julius Caesar

Jika ditelusuri lebih jauh, sejarah jurnalistik sesungguhnya berhubungan erat dengan apa nan disebut sebagai Acta Diurna, yaitu catatan harian atau pengumuman tertulis setiap hari di papan pengumuman tentang kegiatan Senat, di zaman kaisar Romawi, Juliuas Caesar (60 M).

Ketika itu, di atas forum, pengumuman-pengumuman atau berita-berita dari dinas pemberitaan resmi lazim ditempelkan pada papan pengumuman nan berwarna putih. Papan pengumuman ini ditempatkan atau dipasang di pusat kota Roma nan kala itu lebih dikenal dengan sebutan Lembaga Romanum.

Pengumuman-pengumuman itu terdiri atas dua macam, yaitu, pengumuman nan berisi laporan-laporan dan keputusan-keputusan Senat nan disebut Acta Senatus, pengumuman nan berisi laporan-laporan tentang rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakyat dan berita-berita lainnya nan ketka itu lebih dikenal dengan sebutan Acta Diurna Populi Romawi.

Setiap orang dapat membacanya, bahkan juga boleh mengutipnya buat kemudian dibawa dan dikabarkan ke loka lain. Itulah sebabnya dalam hal penyebarannya diserahkan kepada usaha partikelir nan justru merupakan ciri-ciri pertama dari jurnalistik.

Orang-orang kaya dan tuan-tuan tanah di Roma tak harus datang sendiri membaca papan pengumuman tersebut, tetapi mengirim budak-budaknya nan pandai menulis buat mencatat apa-apa nan ditulis dalam papan pengumuman itu. Dengan demikian majikan-majikan ini setiap harinya bisa mengetahui segala sesuatu nan diputuskan oleh Senat dan badan-badan pemerintahan lainnya.

Namun Julius Caesar nan mengerti betul khasiatnya pemberitaan memerintahkan pula supaya isi keputusan Senat nan bersifat resmi itu tak hanya dikuasai oleh para pejabat dan orang-orang kaya saja, tetapi juga perlu diketahui oleh rakyat banyak.

Makanya ketika itu Julius Caesar juga memberikan hak tahu ( the rigth to know ) kepada rakyat. Jadi, rakyat sudah diberikan hak buat mengetahui tentang segala hal nan menyangkut dirinya atau menarik perhatiannya. Dengan hak tahu itu berarti pula rakyat memiliki the right of information , hak buat memperoleh informasi nan lengkap dan cermat.

Menurut Robert Peerboom, di bawah para pengikut Caesar itulah penyebaran pemberitaan mencapai sasarannya. Orang-orang Romawi nan kaya-raya memiliki hamba sahaya atau budak-budak belian nan bertugas mengumpulkan peristiwa-peristiwa atau kabar dari berbagai loka (Peerboom, 1970: 19-20).

Pada mulanya hampir tiap-tiap majikan mengirimkan seorang hamba sahayanya nan lama-kelamaan mendapat sebutan Diurnarii. Jika sewakut-waktu sang Diurnarii ini sakit atau berhalangan maka teman sejawatnyalah nan kemudian mengantikan posisinya.

Karena itu sering terjadi seorang Diurnarii bertugas mencatat buat kepentingan beberapa temannya. Lama-kelamaan timbullah kecerdikan diantara mereka itu sehingga catatan ini pun diperdagangkan. Selanjutnya catatan itu dikirimkan kepada siapa nan mau membeli, misalnya dengan jalan berlangganan, seperti lazim dilakukan oleh perusahaan-perusahaan penerbitan surat kabar sekarang. Akhirnya pekerjaan ini sudah menjadi pekerjaan nan mandiri, seperti pekerjaan-pekerjaan nan lain, walaupun belum dapat dikatakan sebagai suatu profesi.

Karena banyaknya orang nan suka mengerjakan pekerjaan ini maka dengan sendirinya menimbulkan persaingan. Namun demikian, persaingan ini lebih bersifat perlombaan di antara para Diurnarii itu. Ada sementara pihak ketika itu nan sampai berpikir, lebih baik catatan itu dilengkapi dengan pelbagai pemberitaan, nan walaupun tak bersifta resmi tetapi cukup menarik perhatian banyak orang, baik sebab lucunya maupun sebab ada kepentingan di dalamnya nan bersifat generik maupun golongan.

Begitulah asal mulanya kabar-kabar atau berita-berita nan terjadi sehari-hari sudah menjadi pengisi Acta Diurna. Perlombaan itulah sesungguhnya nan menyebabkan timbulnya golongan reporter, yaitu orang nan sengaja berjalan-jalan kesana kemari mencari berita.

Berdasarkan pengamatan Robert Peerboom, di antara nama-nama Diurnarii nan dapat diketahui ialah Chrestus dan Caelius Rufus dan demikian pula halnya dengan pengalaman mereka bersama langganannya Cicero nan saat itu bertindak sebagai Consul Muda di Asia kecil. Cicero tertarik oleh karya Chrestus sebab berita-berita sensasionalnya mengenai sidang-sidang Senat nan dianggap sangat penting.



Sejarah Jurnalistik Masa Rasulullah Saw

Para pakar di bidang ilmu-ilmu sosial, khususnya ilmu komunikasi pad aumumnya sependapat bahwa sistem komunikasi nan ditemukan pada sesuatu bangsa biasanya seirama dengan kebudayaan bangsa nan bersangkutan. Cara sesuatu bangsa berkomunikasi mencerminkan sistem budaya bangsa itu. Norma-norma budaya bangsa itu biasanya mempengaruhi konduite komunikasi warganya.

Dalam sistem komunikasi tradisional sifat-sifat komunikasi manusia belumlah kompleks. Proses komunikasi berlangsung secara antarpribadi atau tatap muka. Pada umumnya komunikator berkenalan dengan penerima pesan atau penerima informasi. Karena itu nilai-nilai budaya mereka cenderung homogen.

Media massa nan digunakan juga masih sederhana, belum banyak digunakan lambang-lambang verbal, baik dalam bentuk berkaitan dengan mulut maupun piktoral.Dulu misalnya, orang memakai kentongan atau memanjat pohon buat memanggil penduduk sekampung.

Dalam konteks komunikasi massa, khususnya sistem komunikasi massa Islam, maka karakteristik khas sistem komunikasi massa ini ialah menyebarkan informasi kepada pendengar, pemirsa, atau pembaca tentang perintah dan embargo Allah Swt. Pada dasarnya agama sebagai kaidah dan sebagai konduite ialah pesan kepada warga masyarakat agar berperilaku sinkron dengan perintah dan embargo Tuhan.

Berdasarkan teori-teori sistem komunikasi tersebut maka cikal-bakal sistem komunikasi massa Islam atau sejarah jurnalistik Islam ialah tatkala Bilal mengumandangkan azan di zaman permulaan kenabian Muhammad Saw. Azan pertama itulah nan merupakan awal lahirnya sistem komunikasi massa Islam.

Al Qur’an nan diwahyukan kepada Rasulullah pada dasarnya menyampaikan informasi tentang Allah Swt, tentang alam atau makhluk-makhluknya, dan tentang hari akhir atau nilai keabadian hidup. Kumpulan tertulis dari semua surat atau ayat adari Al Qur’an itu lazimnya disebut mushaf dan kumpulan ajaran wahyu nan diturunkan di zaman purbakala disebut shuhuf . Dari akar kata-kata inilah dikembangkan kata shahifah dan shahafi , nan pada masa sekarang diberi arti “surat kabar atau koran”dan “wartawan”.

Jika sekarang banyak wartawan nan mahir meliput suatu kejadian atau berita, kemudian menuliskannya melalui surat kabar dan majalah atau menyiarkan lewat radio dan televisi, maka di zaman Rasulullah Saw, sesungguhnya para sahabat Nabi telah melaksanakan fungsi kewartawanan nan suci.

Para sahabat Nabi telah melakukan tugas-tugas jurnalistik dengan berbagai pemberitaan mengenai diri pribadi Rasulullah. Dan tidaklah begitu hiperbola jika dikatakan bahwa sahabat-sahabat Nabi ialah wartawan-wartawan belajar sendiri nan dimikian mahirnya meng- cover berita-berita kejadian di zaman Nabi, terutama perbuatan beliau maupun perkataan-perkataan beliau.

Para sahabat nan kerapkali mengikuti dan meliput berita-berita ihwal Nabi begitu banyak jumlahnya. Siti Aisyah, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Abu Hurairah, Anas, Ibnu Umar hanyalah beberapa nama di antara sejumlah sahabat Nabi lainnya. Sahabat-sahabat inilah nan memindahkan berita-berita itu kepada sahabat lainnya, kemudian kepada tabi’in , lalu kepada tabi’in-tabi’in lain. Ratusan ribu hadis nan sukses dicatat oleh ahli-ahli hadis ialah berkat jasa-jasa reportase para sahabat.