Melakukannya dengan Ringkas

Melakukannya dengan Ringkas

Ibadah sunnah bagi seorang muslim memang sesuatu nan tak wajib. Meski meninggalkannya tak akan membuat berdosa, tapi ibadah sunnah dapat menjadi penambal ibadah wajib nan kurang sempurna. Salah satu shalat nan tinggi keutamaannya itu ialah shalat Fajar .

Shalat fajar ialah shalat sunnah 2 rakaat nan dilaksanakan sebelum shalat subuh. Waktu pelaksanaannya antara adzan dan iqamat. Shalat fajar ialah termasuk shalat sunnah rawatib nan dianjurkan buat dilaksanakan. Dan pahala melakukan shalat fajar ini, memang lebih tinggi dibanding shalat sunnah lainnya.



Pengertian Shalat Fajar

Berkaitan dengan penafsiran hadits di atas, Imam As-Sindiy mengatakan bahwa makna dari “dua rakaat fajar” itu ialah shalat sunah fajar. Sedangkan, makna “Lebih baik dari dunia” yaitu lebih baik daripada diberikan seluruh global di jalan Allah Swt. atau keyakinan mereka bahwa isi global ialah kebaikan dan tidaklah seberat atom dari (kenikmatan) akhirat dapat disamai dengan global dan seisinya. (Syarh Sunan an Nasai, juz III hal 127).

Jadi, "dua rakaat fajar" nan dimaksud itu ialah salat sunah qabliyah Subuh seperti halnya salat rawatib 4 rakaat sebelum Zhuhur, 2 rakaat setelah Zhuhur, 2 rakaat setelah Maghrib, dan 2 rakaat setelah Isya. Waktu pelaksanaannya adalah sejak masuknya waktu fajar hingga dilaksanakannya shalat fajar (Subuh). Tepatnya adalah antara azan Subuh dan iqamat.

Untuk kita, praktik shalat fajar memang bisa bermanfaat bagi kesehatan fisik dan psikis. Oleh sebab itu, sebab di dalamnya terkandung keutamaan, tidak ada salahnya kalau kita menunaikannya. Untuk bisa menunaikan salat sunah fajar ini, beberapa tips di bawah ini kiranya bermanfaat bagi Anda.



Keutamaan Shalat Fajar

Salah satu hadist Nabi Muhammad nan diriwayatkan Aisyah, berisi tentang keutamaan pahala shalat fajar nan lebih baik dari global seisinya. Hadist ini diriwayatkan Bukhari Muslim dengan sanad nan shahih.

Seumur hidupnya, Rasulullah tak pernah absen melakukan shalat fajar ini. Dan sebagai umat Nabi nan mengaku mencintainya dan mengikuti millah -nya, tak ada salahnya kalau shalat sunnah fajar juga rutin dilakukan sebelum melaksanakan shalat subuh.

Meski hanya dua rakaat, shalat fajar termasuk ibadah sunnah nan sulit dilakukan. Dan dalam Islam, semakin tinggi taraf kesulitan atau godaan dalam beribadah, maka semakin besar pula pahalanya. Saking utamanya shalat fajar, Rasulullah bahkan tak meninggalkannya meski dalam keadaan perang atau darurat lainnya sekalipun. Ini tercermin dalam hadist nan diriwayatkan Abu Hurairoh.



Melakukannya dengan Ringkas

Di antara petunjuk dan contoh Nabi Saw dalam melakukan dua rakaat shalat Fajar ialah dengan meringankannya dan tak memanjangkan bacaannya, dengan syarat tak melanggar perkara-perkara nan wajib dalam shalat. Hal ini ditunjukkan oleh kisah berikut:

"Dari Ibnu Umar, beliau berkata bahwasanya Hafshah Ummul Mukminin telah menceritakan kepadanya bahwa dahulu bila muadzin selesai mengumandangkan adzan buat shalat subuh dan telah masuk waktu subuh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat sunnah dua rakaat dengan ringan sebelum melaksanakan shalat subuh ( HR Bukhari 583).

Diceritakan juga oleh ibunda ‘Aisyah ra:

“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dua rakaat ringan antara adzan dan iqamat shalat subuh .”(HR. Bukhari 584)

‘Asiyah ra juga menjelaskan ringannya shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menyatakan:

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meringankan dua rakaat shalat sunnah subuh sebelum shalat fardhu Subuh, sampai-sampai saya bertanya : “Apakah beliau membaca surat Al-Fatihah? ” (HR Bukhari 1095 dan Muslim 1189)

Hadits-hadits di atas menunjukkan sunnahnya memperingan shalat ketika melaksanakan shalat Fajar. Tentu saja nan dimaksud meringankan shalat di sini dengan tetap menjaga rukun dan hal-hal nan wajib dalam shalat.



Bacaan pada Setiap Rakaat

Terdapat beberapa hadits nan menyebutkan bacaan surat nan biasa dibaca Nabi Saw setelah membaca surat Al Fatihah dalam shalat sunnah subuh.

  1. Hadits dari Abu Hurairah ra nan berbunyi: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca dalam dua rakaat shalat sunnah subuh surat Al Kafirun dan surat Al Ikhlas” (H.R Muslim 726).
  1. Hadits dari Ibnu ‘Abbas ra nan berbunyi: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam dua rakaat shalat sunnah subuh membaca ayat Al Baqarah 136 pada rakaat pertama dan membaca Ali Imran 52 pada rakaat kedua” ( HR. Muslim 727).
  1. Hadits dari Ibnu ‘Abbas ra nan berbunyi: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam dua rakaat shalat sunnah subuh membaca firman Allah dalam Al Baqarah 136 dan membaca Ali Imran ayat 64 ” (HR. Muslim 728).

Ringkasnya, ada tiga jenis variasi nan biasa dibaca Nabi Saw dalam shalat sunnah subuh, yaitu:

  1. Rakaat pertama membaca surat Al Kafirun dan rakaat kedua membaca surat Al Ikhlas.
  1. Rakaat pertama membaca ayat dalam surat Al Baqarah 136. Rakaat kedua membaca ayat dalam surat Ali Imran 52.
  1. Rakaat pertama membaca ayat dalam surat Al Baqarah 136. Rakaat kedua membaca ayat dalam surat Ali Imran ayat 64.

Itulah beberapa ayat nan biasa dibaca Nabi Saw dalam shalat Fajar . Namun demikian tetap dibolehkan juga membaca selain ayat-ayat di atas.



Berbaring Sejenak Setelahnya

Terdapat beberapa hadits nan menyebutkan bahwa Nabi Saw biasa berbaring di sisi tubuh sebelah kanan setelah melakukan shalat Fajar. Di antaranya ialah hadits berikut:

Apabila muadzdzin telah selesai adzan buat shalat subuh, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum shalat subuh, beliau shalat ringan lebih dahulu dua rakaat sesudah terbit fajar. Setelah itu beliau berbaring pada sisi lambung kanan beliau sampai datang muadzin kepada beliau buat iqamat shalat subuh .” (HR Bukhari 590)

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berbaring setelah shalat sunnah subuh dalam beberapa pendapat:

  1. Hukumnya sunnah secara mutlak. Ini ialah madzhab Syafi’i dan ini ialah pendapat Abu Musa Al ‘Asy’ari, Rafi’ bin Khadij, Anas bin Malik, dan Abu Hurairah ra.
  1. Hukumnya wajib. Ini ialah madzhab Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah . Bahkan beliau terlalu hiperbola dengan menjadikannya sebagai syarat sahnya shalat subuh.
  1. Hukumnya makruh. Ini merupakan pendapat kebanyakan para salaf. Di anatarnya ialah Ibnu Mas’ud, Ibnul Musayyib, dan An Nakha’i rahimahumullah . Al Qadhi ‘Iyad rahimahullah menyebutkan ini merupakan pendapat jumhur ulama.
  1. Hukumnya menyelisihi perkara nan lebih utama. Ini ialah pendapat Hasan Al Bashri rahimahullah .
  1. Hukumnya mustahab bagi nan melakukan shalat malam agar bisa beristirahat. Ini ialah pendapat nan dipilih oleh Ibnul ‘Arabi dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahumallah .

Berbaring di sini bukanlah inti nan dimaksud, namun nan dimaksud ialah memisahkan antara shalat sunnah dan shalat wajib. Ini diriwayatkan dari pendapat Imam Syafi’i. Namun pendapat ini tertolak, karena pemisahan waktu memungkinkan dilakukan dengan selain berbaring. Kesimpulannya, nan lebih tepat dari pendapat-pendapat di atas bahwa berbaring setelah shalat sunnah subuh hukumnya mustahab (dianjurkan), asalkan memenuhi dua syarat:

  1. Berbaring dilakukan di rumah dan bukan di masjid sebab tak pernah dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melakukannya di dalam masjid.
  1. Hendaknya orang nan melakukan sunnah ini, mampu buat bangun kembali dan tak tertidur sehingga tak terlambat buat melakukan shalat subuh secara berjamaah.

Bersemangatlah buat menjaga dua rakaat ini. Amalan nan ringan, namun besar pahalanya. Dan sebaik-baik amalan, ialah amalan nan kontinyu dalam pelaksanaannya. Dari ’Aisyah ra, beliau mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda:

Amalan nan paling dicintai oleh Allah Ta’ala ialah amalan nan kontinyu, walaupun sedikit.” (HR. Muslim 783)

Rasulullah Saw mencela seseorang nan tak kontinyu dalam beramal. Dikisahkan oleh sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash ra, Rasulullah Saw berkata padaku:

Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tak mengerjakannya lagi .” (HR. Bukhari 1152)



Tata Cara Shalat Fajar

Melakukan shalat fajar, tak jauh berbeda dengan melakukan shalat fardu atau shalat sunnah lainnya. Yang membedakannya hanyalah niat. Niat Shalat boleh diucapkan secara jahir atau keras atau dalam hati saja. Jumlah rakaatnya juga ada dua, sama seperti sebagian besar shalat sunnah. Shalat ini dapat dilakukan sewaktu tiba di masjid sebelum shalat subuh, atau dilakukan sendiri di rumah.

Sesuai hadist, melaksanakan ibadah shalat sunnah di rumah, lebih diutamakan. Tetapi jika sudah mendengar iqamat, lebih baik kalau menyudahi shalat dan bergegas ke masjid buat melaksanakan ibadah shalat wajib (terutama bagi laki-laki).

Beberapa orang menganggap shalat fajar ialah shalat subuh itu sendiri. Tapi sekarang tak perlu bingung lagi sebab shalat fajar ialah salat sunnah qobliyah (sebelum) subuh, nan hukumnya sunnah rawatib .