Kontra Kesatuan Transenden Pada Surat Al-Kafirun

Kontra Kesatuan Transenden Pada Surat Al-Kafirun

Turunnya Surat al-kafirun dengan adanya tawaran dari Kaum Quraisy kepada Nabi Muhammad Saw. Dikisahkan bahwa Nabi Muhammad saw di datangi oleh sekelompok Kaum Quraisy dan dan meminta agar NabiMuhammad mengikuti agama lama para Kaum Quraisy dan sebagai gantinya mereka mengatakan akan mengikuti agama nan diajarkan oleh Nabi Muhammad.

Mereka mengatakan buat saling bertukar agama masing-masing dalam waktu satu tahun, namun Nabi Muhammad menolak buat menyetujui permintaan para Kaum Quraisy ini. Kaum Quraisy tak menyerah dengan penolakan dari Nabi Muhammad dan tetap menawarkan kembali agar Nabi menyembah sebagian dari tuhan-tuhan Kaum Quraisy.

Besoknya Nabi pergi ke Masjidil Haram, lalu beliau menghampiri para pemuka Quraisy dan membacakan wahyu nan baru diterima dari Allah dan akhirnya Kaum Quraisy menyerah dan perputus harapan dalam penawaran mereka kepada Nabi Muhammad.

Dalam banyak kitab tafsir dari bermacam ulama-ulama besar Islam seperti imam Tabari, Ibnu Katsir, al-Bagwi, al-Alusi, dan sebagainya, banyak menyebutkan tentang kisah penolakan Nabi Muhammad dan pembacaan wahyu surat al-kafirun kepada Kaum Quraisy nan sedang berkumpul di Masjidil Haram.

Bahwa ada penolakan nan tak “umum” nan dilakukan NabiMuhammad terhadap tawaran Kaum Quraisy namun menampakan keadilan, kenetralan, pluralitas, dan juga humanistis. Begitulah keteguhan hati seorang Nabi Muhammad dalam mengemban selebaran dari Tuhan-nya.

Padahal jika menerima tawaran dari Kaum Quraisy, NabiMuhammad akan mendapatkan harta dari Kaum Quraisy, dan dapat menjadi orang terkaya di Makkah. Selain akan memberikan seluruh hartanya Kaum Quraisy juga menjanjikan kesetian dan ketundukan pada Nabi Muhammad asal beliau mau mengakui tuhan para Kaum Quraisy ini.

Dalam argumentasinya Kaum Quraisy meyakini bahwa ada kebaikan dalam tawaran mereka, saling menguntungkan, dan menyenangkan semua pihak. Maka Tuhan pun menguatkan hati Nabi Muhammad, “ Katakanlah: “maka apakah kepada selain Allah kamu menyuruhku menyembah, wahai orang-orang jahil ?” (QS. 39:64)

Penolakan nan begitu tegas kepada orang-orang Quraisy buat tak lagi menawarkan tuhan-tuhan mereka kembali kepada nabiMuhammad tampak pada surat al-kafirun agar mereka mengetahui bahwa Nabi Muhammad tak akan menyembah tuhan kaum Quraisy dan begitupun sebaliknya.



Surat Al-Kafirun “Penyangkal Kebenaran”

Surat al-kafirun ini terdiri dari 6 ayat dan termasuk dalam kategori surat makkiyyah, di turunkannya setelah surat al-maa’uun. Penamaan surat al-kafirun ialah pengambilan pada perkataan Tuhan pada salah satu ayat nan terdapat dalam surat al-kafirun tersebut.

Surat tentang penegasan bahwa Tuhan nan disembah oleh Nabi Muhammad Saw dan pengikutnya bukanlah apa nan disembah oleh para kaum kafir, dan Nabi Muhammad beserta pengikutnya tak menyembah apa nan para kaum kafir sembah:

Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.

1. Katakanlah: Wahai orang-orang nan menyangkal kebenaran (kafir)

2. Aku tak menyembah apa nan kamu sembah,

Bagian ini ialah penegasan dari orang-orang nan beriman, nan mempercayai bahwa akan menerima dan merasakan rahmat dari Pencipta Yang Maha Esa. Oleh karenanya memberitahu kepada orang-orang kafir, ‘Aku tak menyembah apa nan kamu sembah’.

Orang-orang nan beriman menyembah langsung kepada sumber cahaya agar tak lagi merasakan kegelapan nan melingkupi. Dan sumber caha itu menambah keimanan melalui ibadah, dan melindungi dari segala mara bahaya. Lalu ibadah inilah nan akan menjadikan perjalanannya mudah, lancar, dan tak ada perlawanan.

3. Dan kamu tak menyembah apa nan saya sembah.

Pengertiannya dapat jadi bahwa orang-orang kafir tidaklah akan meuju sumber cahaya nan Nabi Muhammad dan pengikutnya sembah, sebab kaum kafirin tak menyembah energi halus nan memancarkan semu kesifatan.

4. Dan saya tak akan menyembah apa nan kamu sembah

Tidak pernah akan, dan tak pernah bisa, setelah tercerahkan, setelah dibukakan, setelah mengetahui Allah, menghormati atau memuja apa nan engkau sembah. ُ

5. Dan kamu pun tak akan menyembah apa nan saya sembah.

Di masa akan datang, engkau pun tak akan pernah menyembah kebenaran nan saya sembah. Ini merupakan ramalan nan menunjukkan bahwa orang-orang nan dalam kekufuran akan tetap dalam kekufuran.

Ada orang nan telah diciptakan sebagai bahan bakar neraka, sebagaimana berulang kali dikatakan dalam Alquran, dan fakta ini tak bisa diubah. Mereka akan tetap begitu meskipun kita meminta agar mereka tak melakukan itu, meskipun segala upaya dilakukan buat menarik mereka ke dalam cahaya din.َ

6. Untukmu agamamu dan untukku agamaku.

Orang nan beriman berada dalam ketenangan hati nan sempuma dan orang nan tahu bahwa segala sesuatu berada dalam genggaman Allah menyimpulkan, 'Engkau mempunyai jalan sendiri, jalan nan kau pilih buat melengkapi lagi dirimu dan berinteraksi dengan orang lain, dengan wujud apa pun nan kau anggap mutlak, dan saya punya jalan sendiri!'

Kemudian orang-orang nan beriman dan berkeyakinan teguh bergandengan tangan mengikuti metoda nan telah disempumakan dari model Muhammad. Mereka tak diterangi dari luar; penerangan mereka ber-asal dari dalam. Mereka berjalan sepanjang pantai lautan cahaya, dan pantai ini ada batas-batasnya. Inilah jalan orang mukmin, j'alan keyakinan nan sempurna.

Begitulah ta’wil singkat surat al-kafirun pada per ayatnya. Bahwa surat wahyu ini diturunkan kepada orang-orang kafir Quraisy nan tak berpengetahuan tentang tauhid dan lebih membagakan berhala-berhala mereka. Namun demikian Allah masih memberikan toleransi kepada Kaum Quraisy dengan syarat tak melakukan pemaksaan kepada muslimin nan beriman kepada Allah buat mengikuti kekafiran mereka.



Kontra Kesatuan Transenden Pada Surat Al-Kafirun

Al-Quran mengkategorikan apa nan dikenal dengan kesatuan transenden agama-agama sebagai tindakan dari orang-orang jahil nan tak berpengetahuan. Bahwa agama Islam ialah agama nan berlandaskan tauhid mempunyai ciri dan etos sendiri dan tak dapat disamakan dengan pandangan agama-agama lain, dan tercermin disetiap ayat pada surat al-kafirun .

Pada hakikatnya orang-orang jahil bukan saja orang-orang bodoh dan kosong pengetahuan tapi juga mereka ialah kaum nan meyakini sesuatu nan keliru.

Dikatakan oleh Ibn al-Qayyim dalam kitabnya, "Tahzib Madarij al-Salikin", nan menjelaskan bahwa kejahilan ialah memandang baik kepada sesuatu nan mestinya jelek atau menganggap paripurna kepada sesuatu nan mestinya kurang.

Jika kejahilan ini dibiarkan terpelihara, maka ia akan menghasilkan kezaliman. Ibn al-Qayyim menjelaskan bahwa kezaliman itu berarti meletakkan sesuatu secara tak proporsional. Seperti marah pada sesuatu nan seharusnya direlakan dan merelakan padahal semestinya harus marah; bersabar dalam kebodohan; bakhil dalam kondisi lapang; dan sebagainya.

Tapi dalam prakteknya, pelaksanaan kejahilan justru digalakan melalui artikel, buku, seminar-seminar dan dalam perkuliahan. Dalam wacana pluralisme nan berkembang saat ini mengabarkan kecendrungan bahwa semua agama sama, dan mengabarkan bahwa semua agama itu akan kembali kepada Allah, dan mengatakan manusia tidaklah boleh mengurusi disparitas di antara bebagai agama, hanya Tuhanlah nan berhak.

Nada-nada nan cenderung berangkat pada pluralisme jahil ialah seperti nan terdapat pada wacana Islam Pluralis. Adalah jelas bahwa Islam membedakan antara mukmin dan kafir, tauhid dan syirik, petunjuk dan kesesatan, dan melarang pencampuradukan antara nan hak dan nan batil.

Dan tentunya pembedaan bukti diri ini tidaklah menghalangi umat Islam buat menjalin muamalah dengan pemeluk agama lain, tetap dapat berbuat baik kepada pemeluk agama lain. Justru Islam melarang adanya pencacimakian terhadap agama lain, dan bahwa prinsip bertoleransi paling tinggi telah ditawarkan oleh Islam pada penghujung surat al-kafirun nan berbunyi: “lakum dinukum waliya din”.

Dan karenanya Rasulullah mengajarkan kepada umat Islam buat senantiasa memberikan contoh baik mengenai toleransi beragama sejak 14 abad nan lalu, dan senyatanya pada jaman kejayaan Islam telah terjalin rasa toleransi nan tinggi antar pemeluk agama, pertanyaanya ialah apakah sekarang di global masih ada toleransi agama seperti nan terjadi pada jaman Rasulullah?.