Sunan Giri Mulai Berdakwah di Pesantren Giri

Sunan Giri Mulai Berdakwah di Pesantren Giri

Sunan Giri merupakan salah seorang wali nan berasal dari Jawa Timur. Nama lain dari wali ini ialah Raden 'Ainul Yaqin, Raden Paku, Sultan Abdul Faqih, Prabu Satmata, dan Joko Samudra. Beliau ialah salah satu Wali Songo nan menyebarkan dakwah agama Islam di sebuah desa kecil di Kabupaten Gresik nan bernama Desa Giri.

Beliau dikenal sebagai ulama nan dekat dengan raja-raja di Pulau Jawa. Karena kebiasaannya memberi gelar “Sultan” kepada raja-raja di Pulau Jawa, Belanda menjulukinya dengan sebutan “Paus Van Java”.



Riwayat Hayati Sunan Giri

Sebenarnya beliau lahir di Blambangan atau nan sekarang menjadi Banyuwangi pada 1365 Saka. Silsilah hidupnya sering diceritakan dalam beberapa versi nan berbeda-beda. Ada pendapat nan menyatakan bahwa Beliau masih merupakan keturunan Rasulullah SAW dari silsilah ayahnya, Maulana Ishaq.

Pendapat seperti itu muncul berdasarkan riwayat pesantren-pesantren Jawa Timur, dan catatan nasab Sa'adah Baalawi Hadramaut.Dalam beberapa babad diceritakan juga bahwa beliau ialah anak Maulana Ishaq nan merupakan seorang mubaligh dari Asia Tengah.

Beliau pergi ke Blambangan buat berdakwah. Diceritakan bahwa Kerajaan Blambangan memiliki seorang raja beragama Hindu bernama Prabu Menak Sembuyu. Dia dikenal sebagai raja nan kejam.

Suatu ketika rakyat Blambangan diserang endemi penyakit. Di sinilah awal rendezvous ayah Sunan Giri itu, Syekh, dengan Raja Blambangan. Dia sukses menyembuhkan rakyat nan terkena wabah, termasuk putri sang raja nan bernama Dewi Sekardadu. Sang Putri pun jatuh cinta pada Maulana Ishaq dan akhirnya mereka menikah.

Keduanya akhirnya dikaruniai seorang bayi laki-laki. Namun, sang raja memaksanya buat membuang bayi itu sebab kelahirannya dianggap telah membawa kutukan endemi penyakit di wilayah tersebut. Dewi Sekardadu akhirnya menghanyutkan anaknya itu ke Selat Bali meski dengan berat hati.

Ketika bayi itu terombang-ambing di tengah bahari lepas, sekelompok awak kapal melihatnya. Kemudian mereka menyelamatkan bayi itu dan membawanya ke Gresik. Seorang saudagar perempuan pemilik kapal bernama Nyai Gede Pinatih berbaik hati buat mengadopsinya. Oleh perempuan itu, sang bayi diberi nama Joko Samudra.

Joko Samudra tumbuh semakin dewasa. Ibu angkatnya, memutuskan buat membawanya ke Ampeldenta (terletak di Surabaya) buat belajar ilmu agama kepada Sunan Ampel atau Raden Rahmat.

Lama kelamaan Sunan Ampel mengetahui jati diri Joko Samudra nan sebenarnya. Kemudian, Sunan Ampel mengutusnya buat mendalami ajaran Islam di Pasai bersama sahabatnya Makdhum Ibrahim atau Sunan Bonang.

Di Pasai mereka disambut oleh Maulana Ishaq nan merupakan ayah dari Joko Samudra. Di sanalah Joko Samudra mengetahui asal-usul dirinya dan keluarganya. Di Pasai, ia lebih dikenal dengan nama Raden Ainul Yaqin. Setelah cukup lama menimba ilmu dari ayahnya, di diperintahkan buat kembali ke Jawa dan mengembangkan dakwah Islam di sana.

Sebelum berangkat ke Jawa, ayahnya membekalinya dengan segumpal tanah nan dibungkus kain. Ia berpesan agar anaknya itu mendirikan sebuah pesantren di sebuah loka nan tanahnya sama dengan tanah nan diberikannya.



Sunan Giri Mulai Berdakwah di Pesantren Giri

Sekembalinya ke tanah Jawa, Raden Ainul Yaqin mendatangi sebuah bukit setelah sebelumnya melakukan tafakkur. Setelah diamatinya dengan seksama, ternyata tanah tersebut memiliki kecenderungan dengan tanah nan diberikan oleh ayahnya.

Di bukit itulah ia mendirikan sebuah pesantren pada tahun 1403 saka. Lokasi itu tepatnya berada di desa Sidomukti, Kebomas, Gresik.Pesantren ini merupakan pesantren pertama nan dibangun di Gresik. Nama pesantren diambil dari kata Giri nan dalam bahasa Jawa berarti gunung.

Mulai saat itu, warga sekitar memanggil Raden Ainul Yaqin dengan nama Sunan Giri . Pesantren Giri kemudian menjadi kerajaan kecil nan diberi nama Giri Kedaton. Wilayah kekuasaanya tersebar hingga Madura, Kalimantan, Lombok, serta Maluku.

Selain sebagai loka belajar ilmu agama, pesantren itu juga digunakan sebagai pusat pengembangan masyarakat di sekitarnya. Pesantren Sunan Giri kemudian terus berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan krusial nan disebut Giri Kedaton. Prabu Satmata ialah julukan nan diberikan padanya sebagai kepala pemerintahan.

Giri Kedaton berkembang menjadi pusat politik nan krusial di Pulau Jawa pada masa itu. Dalam berbagai tulisan sejarah, diceritakan bahwa Sunan Giri malah menjadi penasihat dan panglima militer di Kesultanan Demak ketika Raden Patah pergi dari kerajaan Majapahit. Ia juga dikenal sebagai seorang mufti atau pemimpin agama paling tinggi di seluruh wilayah Jawa.

Diceritakan juga bahwa Giri Kedaton mampu mempertahankan kekuasaannya hingga 200 tahun. Salah seorang nan dianggap sebagai penerusnya, Pangeran Singosari ialah tokoh pahlawan nan sangat gigih menentang kesewenang-wenangan VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.

Para santri nan pernah belajar di pesantren Giri banyak nan menjadi penyebar dakwah agama Islam di berbagai wilayah di Nusantara. Di antaranya ialah Datuk Ribandang dan dua sahabatnya nan menyebarkan agama Islam di Sulawesi Selatan. Mereka ialah anak santri di Pesantren Giri nan berasal dari Minangkabau.

Sunan Giri juga sering mengirimkan beberapa utusan dakwah dari latar belakang nan berbeda-beda. Di antara mereka ada nan berstatus sebagai pelajar, nelayan, bahkan saudagar kaya. Dakwah dilakukan di beberapa loka seperti pulau Madura, Ternate, dan kepulauan Maluku.

Sunan Giri memiliki pengetahuan nan luas dalam bidang ilmu fiqih. Karena kepandaiannya itu orang menyebutnya dengan nama Sultan Abdul Fakih. Ia juga banyak melakukan dakwah lewat seni.

Banyak karya seni nan ia ciptakan di antaranya permainan jelungan, cublak suweng, dan jamuran. Gending asmaradana dan pucung juga merupakan hasil karyanya ialah nan berisi pesan ajaran Islam dan disampaikan dalam bahasa Jawa.

Sunan Giri telah sukses menyebarkan agama Islam di wilayah Gresik dan sekitarnya. Sampai sekarang nilai-nilai budaya agama Islam masih sangat dipegang teguh masyarakat Gresik. Banyak peninggalannya nan masih dapat kita saksikan sampai sekarang dan dapat menjadi pengingat bagi kita akan perjuangannya mengajarkan agama Islam di Pulau Jawa.

Salah satu peninggalan nan paling banyak dikunjungi orang ialah makam beliau nan ada di Desa Giri, Gresik. Beliau mati pada tahun 1506 M dan dimakamkan di Desa Giri, sebuah desa nan ada Kabupaten Gresik.

Makam Sunan Giri memiliki beberapa ciri nan menarik antara lain pintu cungkupnya yg unik. Gapura pintu masuk menuju makam juga dibuat seperti batu berkepala naga. Selain itu cungkup makam dibuat dari kayu jati orisinil dan dindingnya terdiri dari panel tumbuh-tumbuhan.

Setiap harinya banyak peziarah nan datang ke sana. Ada nan sekadar ingin berziarah dan ada juga nan melakukan ritual doa di sana. Pada bulan puasa, peziarah nan mengunjungi makam Sunan Giri selalu mengalami peningkatan. Bulan puasa dianggap sebagai bulan kudus nan baik buat melakukan ziarah.

Pengunjung nan datang tak hanya dari wilayah sekitar Gresik saja tetapi juga dari luar daerah. Biasanya para peziarah datang dengan rombongan.

Para peziarah nan datang kesana bisanya sebelumnya juga berziarah ke makam Sunan Ampel di Ampel, Surabaya. Jeda keduanya memang tak terlalu jauh sehingga para peziarah selalu menyempatkan buat mengunjungi kedua loka itu.

Banyak hal nan dapat kita pelajari dari kisah hayati dan perjuangan Sunan Giri. Salah satunya ialah semangatnya buat terus belajar ilmu agama dan mengamalkam ilmunya dengan cara berdakwah tanpa membeda-bedakan latar belakang.

Dengan kemapuan bersosialisasi nan baik, dia mampu menjadikan Kota Gresik dan sekitarnya menjadi sebuah loka nan syarat perbedaan makna Islami. Jangkauan dakwahnya tak hanya pada kalangan masyarakat biasa saja, namun juga pada kalangan kerajaan.

Semoga dengan mengetahui lebih dalam tentang kisah Sunan Giri di atas, kita dapat lebih bersemangat lagi terutama dalam menuntut ilmu.