Simbol Ketabahan Hidup

Simbol Ketabahan Hidup

Puisi merupakan satu bentuk pengungkapan perasaan dengan kata-kata sederhana. Dengan pengungkapan melalui puisi, maka penulis berharap ada pengaliran beban perasaan nan ada di dalam hati. Jangankan puisi nan telah berbetuk satu uraian kata-kata dengan pemilihan diksi nan matang, isi status facebook seseorang saja merupakan ungkapan perasaan nan paling dalam. Apalagi puisi nan ditulis oleh seorang pujangga seperti Chiril Anwar. Misalnya, puisi Chairil Anwar Aku



Karya Fenomenal

Aku ialah salah satu hasil karya fenomental nan berbicara mengenai perasaan diri terhadap kehidupan. Puisi Chairil Anwar Aku memang merupakan pengejawantahan dari perasaan terdalam dari penulis terkait dengan proses kehidupannya. Seperti jamak diketahu kalau Chairil Anwar dapat dikatakan kurang beruntung dalam kehidupannya. Ia harus menyaksikan perceraian kedua orangtuanya dan juga harus berpisah dengan ayahnya nan memiliki jabatan tinggi di daerah tersebut.

Ia mengikuti ibunya merantau ke Pulau Jawa. Walaupun pada saat itu usianya bukan lagi anak-anak, luka batin menyaksikan ketidakbahagiaan ibunya sedikit banyak mempengaruhi jiwanya. Apalagi setelah itu, jiwa petualangnya termasuk dalam soal wanita dan percintaan menjadi semakin menjadi. Seolah di tanah Jawa ia menemukan apa nan tak ditemukannya di Pulau Sumatera. Kehidupan di Pulau Sumatera tentunya belum terlalu berkembang dibandingkan dengan kehidupan nan ada di ibukota.

Selanjutnya, dengan puisi, Chairil Anwar berusaha buat menyampaikan kepada masyarakat bahwa dirinya begitu dekat dengan kehidupannya dan tak terpisah buat waktu nan lama. Ia berusaha berdamai dengan hati dan batinnya. Ia ingin apa nan dirasakannya dirasakan oleh dunia. Ia sadar apa nan telah dilakukannya merupakan tanggung jawabnya. Ia juga tahu kalau pada satu saat nan tak lama, raganya tidak lagi mampu menahan apa nan telah ia alami selama bertahun-tahun. Pencerahan inilah nan membuatnya begitu produktif menciptakan berbagai bentuk puisi indah.

Dalam puisinya nan berjudul Aku, jelas terbaca ketegasan seorang Chairil Anwar terhadap kondisi terjelek nan dialaminya dalam hidup, yaitu mati. Sampai waktunya habis, dia tak ingin ada nan menangisinya, termasuk sang kekasih. Dia ingin menghadapi hayati dan kematian sendiri. Tidak perlu menangisi apa nan sudah terjadi dan dialami. Baginya hayati dan konsekuensinya merupakan tanggungjawabnya pribadi dan tak perlu melibatkan orang lain saat menghadapinya.



Gaya Chairil Anwar Menghadapi Kematiannya

Kematian ialah satu hal nan hakiki nan niscaya akan dialami oleh mahluk nan bernyawa. Jangankan mahluk nan bernyawa, semua hal nan ada di global ini niscaya ada akhirnya. Piring akan pecah, sendok akan patah, rumah akan hancur, jembatan akan roboh, bahkan gunung akan meletus dan bintang pun meledak dan terbakar demi memenuhi janjinya bahwa setiap hal itu akan ada akhirnya. Kehidupan ini pada akhirnya menanti pergiliran menghadap nan menciptakan hidup.

Ketika hal itu terjadi, ada orang nan ingin dikelilingi oleh orang-orang nan sayang padanya. Tetapi, ada juga nan ingin menghadapi kematian seorang diri tanpa ada nan mendampingi. Ia ingin pergi menghadap Tuhan nan telah menurunkannya ke bumi dengan kesendirian nan syahdu. Ia ingin menghadap kekasih sejatinya itu dengan senyum dan kepasrahan. Keikhlasan menanti dan menghadapi kematian itu memerlukan jiwa nan kuat dan tegas.

Tanpa jiwa nan kuat, kematian itu akan terasa sangat menakutkan. Kematian itu akan membuat putus harapan dan depresi hingga membuat gila. Namun, berbeda dengan Chairil Anwar. Ia telah memilih gayanya dalam menghadapi kematian. Ia ingin sendiri dan ia tidak mau mendengar orang-orang nan mencintainya menangisi kematiannya. Ia sudah tahu akan wafat dalam usia nan tidak tua. Oleh sebab itulah, ia menanti kematian itu dengan membuat karya nan sangat fenomenal.

Semua orang nan akan menghadapi kematian, perlu belajar dengan apa nan telah dialami oleh Chairil Anwar. Ia nan masih berusia 27 tahun telah mengalami berbagai hal nan cukup pelik dalam hidupnya. Pengalaman hayati nan begitu tak menyenangkan itu telah memberikan pelajaran nan begitu berharga dalam kehidupannya nan tak lama. Itulah seorang Chairil Anwar dalam menghadapi kematian nan seolah telah bisa diprediksinya. Ia tidak harus merasa terpaksa mempercepat kematiannya. Ia menghadapi nasib dan takdir itu dengan tetap melakukan apa nan harus ia lakukan sebagai seorang penyair hebat.



Simbol Ketabahan Hidup

Dalam puisinya, Chairil Anwar membuat puisi Aku menjadi sesuatu nan begitu menggetarkan jiwa. Puisi itu jelas dituliskan bahwa sampai habis jatah hidupnya, Chairil tak ingin seorangpun nan datang merayu dirinya, termasuk sang kekasih. Dan, ketabahan tersebut semakin jelas tergambar dari kata kata nan digunakan, tidak perlu sedu sedan itu. Kata kata ini jelas menyampaikan kepada kita bahwa seorang Chairil Anwar mempunyai satu ketabahan nan begitu besar sehingga tak ingin orang orang nan disayangi dan dicintainya menangis kepergiannya.

Dengan penuh ketabahan pula, Chairil mengibaratkan dirinya sebagai binatang jalang. Tidak hanya jalang, tetapi lebih parah lagi, dia telah terbuang dari kelompoknya. Dia ialah manusia nan luntang lantung dan tak mempunyai loka tinggal nan pasti. Dengan memperhatikan kondisi kehidupannya, maka Chairil merasa sebagai sosok nan begitu menderita dan tak pantas buat dicintai. Ia sadar dengan apa nan telah dilakukannya, sulit bagi orang nan berkecimpung di global kesucian akan mendatanginya dan akan merengkuhnya. Ia merasa bahwa dirinya memang harus sendirian dalam menghadapi gelapnya kehidupan dalam menyambut kematian itu.

Dari kata-kata pembuka puisi ini saja jelas bagi kita bahwa Chairil Anwar ingin memberikan citra kepada pembaca bahwa dia ingin menghadapi kehidupan ini dengan eksistensi dirinya. Tidak perlu orang lain nan memperhatikan dirinya dalam bentuk rayuan ataupun tangisan merengek. Ia hanya ingin bersama Tuhannya. Baginya afeksi nan diberikan Tuhan itu sudah cukup memberikan kekuatan nan dibutuhkannya.

Inilah bentuk ketabahan hayati nan ingin disampaikan oleh Chairil Anwar kepada para pembaca puisinya. Tetapi setidaknya nan harus kita pegang dalam hal ini ialah keyakinan buat bisa hayati seribu tahun lagi. Ia tahu bahwa tak mungkin memperpanjang masa tinggalnya di dunia. Penyakit nan dialaminya sangat menyiksa dirinya. Ia pun sudah tak tahan dengan penyakit nan begitu menggerogoti setiap sendi tubuhnya. Bisa dibayangkan bagaimana ia menahan sakit ketika harus buang air kecil ketika penyakit sifilis nan dia alami kumat.

Ini merupakan salah satu bentuk ketabahan nan disampaikan oleh seorang Chairil Anwar terkait dengan segala kejadian hayati nan dialami dalam kehidupan. Dengan penuh ketabahan, Chairil mencoba buat memberikan citra mengenai segala hal nan bisa berpengaruh pada taraf kualitas kehidupan. Ia tidak mau orang lain mengalami seperti nan ia alami. Tak ada seorang pun nan mau menderita dalam kehidupan nan begitu singkat. Namun, ia juga tidak mau orang mengasihaninya sedemikian rupa sehingga mereka akan menunjukkan paras nan memelas ketika berhadapan dengan dirinya.



Simbol Kelapangan Hati

Kelapangan hati ini bisa kita baca dari kata kata nan digunakan Chairil, luka dan dapat kubawa berlari. Dengan lapang hati, dia akan membawa semua luka dan racun kehidupan nan memang ditakdirkan untuknya. Dan semua penderitaan tersebut akan dibawahnya hingga hilang semua pedih dan perihnya. Dia tak peduli dengan semua penderitaan nan harus ditanggungnya. Dia menganggap bahwa dirinya ialah seorang pengembara tanpa tujuan dan loka tinggal dan terbuang drai kelompok masyarakat ataupun orang orang nan mencintainya. Dia merasa hayati harus dihadapi dengan lapang dada. Tidak perlu ada tangisan buat kondisi tersebut.

Dengan penuh kelapangan hati, Chairil tak memperdulikan segala hal terkait dengan kondisi hidupnya. Dia tak lagi peduli dengan segala hal nan terjadi. Baginya, nan terpenting ialah kehidupannya terus berlangsung. Sebab, dia ingin hayati buat seribu tahun ke depan. Puisi Chairil Anwar Aku memang mencoba buat memberikan citra mengenai sikap seseorang dalam menghadapi kehidupan ini. Dengan segala kemampuan nan dimilikinya, kelapangan dan ketabahan hatinya berharap bisa menjalani hayati dengan sebaik baiknya. Dan, dengan lantang disampaikan bahwa jangan pernah peduli dengan segala kejadian dalam hayati karena sebaiknya hayati akan terus berlangsung hingga tidak terhingga waktunya.