Puisi-puisi Kahlil Gibran Tentang Mencintai Pekerjaan dan Tuhan

Puisi-puisi Kahlil Gibran Tentang Mencintai Pekerjaan dan Tuhan

Puisi puisi Kahlil Gibran begitu dinikmati oleh para penikmat karya-karyanya. Penggunaan bahasa nan mudah dimengerti oleh mayoritas orang dan personifikasi dari alunan bait-baitnya nan rata-rata mengena menjadikan berbagai puisinya sangat dinanti dan banyak menimbulkan inspirasi buat orang lain. Maka, tidak heran jika Kahlil Gibran pun ditasbihkan sebagai penulis (puisi) paling berpengaruh.

Puisi puisi Kahlil Gibran nan dibangun berbasiskan pengalaman dan segala rupa paras hayati nan dialaminya membuat setiap syairnya begitu dekat dengan para pecintanya. Sekalipun Gibran lahir dan hayati di seberang sana namun tema-tema nan diangkat dalam puisinya nan cenderung mengambil hal universal seperti cinta, kesedihan dan persahabatan menjadikan karyanya tidak bersekat dan tidak hanya dapat dinikmati oleh pihak eksklusif saja.



Puisi-puisi Kahlil Gibran - Meneguhkan Cinta

Berbagai tema telah diangkat dalam majemuk karya Kahlil Gibran. Diangkat dari keniscayan kehidupan nan menerpa dan menimpa ia, keluarga dan lingkungannya. Satu puisi dari berbagai puisi lainnya yakni tentang cinta nan telah banyak memberikan inspirasi buat orang lain patut diketengahkan dalam artikel ini. Dengan gamblang dan terang mengungkapkan hakikat dan definisi cinta secara utuh Kahlil Gibran berbicara tentang cinta dan meneguhkannya dalam puisi ciptaannya.

Cinta memang anugerah paling latif nan diberikan Tuhan kepada setiap manusia. Sehingga wajar saja jika Gibran begitu menghargai dan memberikan ruang spesial kepada apa nan dinamakan cinta. Keinginan cinta begitu sulit ditolak hadirnya. Dan hakikatnya begitu sukar buat ditangkal dari urat nadi manusia.

Penggalan puisi cinta kahlil Gibran memberikan citra kepada kita tentang pandangan sang perangkai kata nan andal. Cinta ia umpamakan dengan suatu nan sakral sehingga segala keinginannya tidak hendak buat ditolak.

Cinta adalah sebuah anugerah nan sulit buat dibendung dan tidak bisa ditolak sekalipun dapat mencelakakan diri. Cinta, sekalipun dapat mencipta versus asas namun kehadirannya nan pasti tetap harus disambut dengan tangan terbuka.



Puisi-puisi Kahlil Gibran - Klarifikasi terperinci Waktu

Satu lagi puisi karyanya nan patut menjadi perhatian banyak orang ialah tentang waktu. Waktu sebagai sapta hari, jam, menit dan detik nan tidak dapat berujung dan diukur. Itulah waktu nan sesungguhnya. Waktu nan mampu mengkooptasikan segala laku manusia nan tidak mengerti hakikat kehidupannya, nan sepantasnya ia-lah nan mestinya mengendalikan waktu.

Dalam penggalan waktu diatas, waktu merupakan rentetan peristiwa nan sukar mengukur kuantifikasinya sebab ujungnya nan tidak terketahui. Waktu ibarat dentuman bom aton nan baru beyhenti setelah semua nan ada didekatnya hancur dan karenanya tidak lagi dapat berorientasi.

Memang memaknai puisi puisi Kahlil Gibran akan menemukan selaksa estetika dan hakikat hayati dan penghidupan nan sebenarnya. Renungkanlah setiap ucap dalam bait-baitnya nan menggetarkan.



Puisi-puisi Kahlil Gibran Tentang Mencintai Pekerjaan dan Tuhan

Siapa nan tak mengenal puisi-puisi Kahlil Gibran? Siapa juga nan meragukan kemampuan lelaki ini dalam merangkai kata-kata? Estetika dalam puisi-puisi Kahlil Gibran ini sudah banyak diakui oleh banyak pencinta puisi dan keindahan.

Keindahan nan tertuang dalam puisi-puisi Kahlil Gibran telah menasbihkannya sebagai penyair paling berpengaruh. Namanya terkenal hingga kini diseantero negeri. Menyampaikan kata-kata latif sepertinya memang sudah menjadi hobi bagi lelaki kelahiran Lebanon 6 Januari 1883 ini.

Puisi-puisi Kahlil Gibran nan sebagian besar berisikan kata-kata latif tentang kehidupan serta berbagai hal didalamnya ini lahir dari pemikiran alami seorang penyair. Kahlil Gibran menulis seperti hanya itulah nan bisa membuatnya hidup. Seperti hanya tulisan lah nan bisa membantu dia mengutarakan keinginannya terhadap apapun. Termasuk dalam cinta.

Kecintaan manusia terhadap sesama atau Tuhannya memang menjadi sebuah inspirasi terbesar dalam menciptakan sebuah karya. Itu juga lah nan sepertinya melatarbelakangi puisi-puisi Kahlil Gibran diciptakan.

Kepakaan terhadap perasaan cinta nan dimiliki Kahlil Gibran dapat jadi memang berbeda. Ditambah lagi dengan kepiawaiannya dalam merangkai kata. Dua hal tersebut menjadi sebuah perpaduan paripurna nan berperan dalam "membangun" puisi-puisi Kahlil Gibran.

Kahlil Gibran memiliki kehidupan nan sebenarnya tak seindah rangkaian kata-kata dalam puisi-puisi Kahlil Gibran. Dikecewakan menjadi semacam "pelajaran hidup" sehari-hari nan terus menerus diajarkan kehidupan kepadanya. Di balik itu semua Kahlil Gibran ternyata memilliki potensi nan ajaib di bidang sastra, khususnya puisi.



Puisi-puisi Kahlil Gibran - Puisi Kahlil Gibran Tentang Tuhan

Berikut ini ialah satu diantara puisi-puisi Kahlil Gibran nan cukup terkenal. Puisi ini menyimpan makna tentang interaksi antara Tuhan dengan umat-Nya.

Adakah hal lain nan saya bicarakan hari ini?
Bukankah agama ialah semua tindakan dan semua renungan.
Dan bukan hanya tindakan maupun renungan, melainkan ketakjuban dan pesona nan muncul dari dalam jiwa, bahkan ketika tangan membelah batuan atau merajut tenunan.
Siapakah nan bisa memisahkan iman dari tindakan, kepercayaan dari pekerjaan?
Siapa nan bisa menyebarkan jam-jam Dia di hadapan-Nya dan berkata, "Ini buat Tuhan dan ini untukku sendiri. Ini buat jiwaku dan ini buat tubuhku?"
Kehidupan keseharianmu ialah kuilmu dan agamamu.
Ketika kamu masuk ke dalamnya, ikutkan seluruh diri kamu bersamamu.

Maksud dari salah satu puisi dari puisi-puisi Kahlil Gibran ini ialah bahwa ada orang nan menyembah Tuhan hanya di pinggiran-pinggiran. Ia dekat dengan Tuhan, menyembah-Nya, bederma, dan menyebarkan afeksi atas nama-Nya, memuji-muji dan mengagungkan kalimat-Nya, hanya ketika Tuhan memberinya kesenangan, kesehatan, dan semua nan dia anggap baik.

Namun, ketika kesulitan, kesengsaraan, deraan masalah, dan berbagai peristiwa nan menggoncang hayati mulai menerpa, ia pun sekonyong-konyong mencampakkan Tuhan dari kehidupannya. Tuhan menjadi "pesakitan"; dituduh menjadi biang dari segala derita hidup. Makna dalam salah satu puisi dari puisi-puisi Kahlil Gibran ini sungguh dalam.

Dalam bahasanya Gordon W. Allport pada puisi-puisi Kahlil Gibran , cara beragama semacam itu disebut keberagamaan ekstrinsik. Artinya, seseorang hanya beragama di luarnya saja. Agama hanya dijadikan stempel, aksesoris bagi status sosial, dan wahana buat mewujudkan keinginan-keinginan duniawinya. Dengan demikian, agama bukan merupakan bagian dari kesejatian hidupnya. Itukah keberagamaan kita?

Apa nan diungkapkan Kahlil Gibran (1883-1931) dalam bait puisi-puisi Kahlil Gibran --sebagaimana terungkap dalam Sang Nabi -- seakan menelanjangi cara hayati sebagian orang nan hanya menjadikan agama sebagai topeng buat menutupi bopeng-bopeng di mukanya. Cinta, kasih sayang, pengabdian, pengorbanan, sikap berbagi, empati, dan semua nilai-nilai unggul humanisme acapkali dilepaskan dari agama.

Padahal, agama itulah sumber primer dari semua keutamaan. Ketika kita mencintai, sebagaimana implisit dalam puisi-puisi Kahlil Gibran lainnya, cinta itu kita lepaskan dari nilai-nilai agama. Cinta itu kita lepaskan dari Sang Pemilik Cinta sehingga kecintaan kita berbeda dari cara Dia mencintai.

Bagaimana Tuhan mencintai juga implisit dalam puisi-puisi Kahlil Gibran? L'amour n'est pas parce que maris malgre . Ketahuilah, cinta Tuhan ialah "cinta walaupun" bukan "cinta karena." Dia tetap mencintai, mengasihi, membuka tangan-Nya lebar-lebar buat manusia, "walaupun" manusia tak mencintai-Nya, tak mematuhi kehendak-Nya, dan terus menjauh kepada-Nya dengan melakukan beraneka macam dosa. Itulah cinta Tuhan. Andai pun Dia "memberi balasan," itu ada dalam kerangka cinta dan kasih sayang-Nya.

Ketika kita tak menyertakan Dia ketika mencintai, ungkapan cinta kita menjadi penuh pamrih, hampa makna, dan terlepas dari dimensi spiritual. Cinta kita menjadi "cinta karena." Aku mencintainya "karena" dia kaya, "karena" dia terkenal, "karena" dia rupawan, dan karena-karena lainnya. Hal itu sama sekali digambarkan jelas dalam puisi-puisi Kahlil Gibran.

Cinta kita akhirnya menjadi cinta bersyarat; cinta nan materialistis. Ketika syarat-syarat itu tak lagi ada, hilang sirna pula kecintaan kita. Demikian pula, ketika kita ingin mencintai Tuhan dengan modus "karena." Aku menyembah Tuhan "karena" Dia telah memberiku banyak kesenangan, "karena" takut akan siksa-Nya, "karena" malu kepada mertua, dan sebagainya. Ketika Tuhan memberikan ujian berupa kesedihan, kesengsaraan, dan nestapa, kita pun berhenti menyembahnya. Bahkan, berbalik mencercanya. Kenyataan kecintaan makhluk Tuhan juga tersampaikan dengan jelas dalam puisi-puisi Kahlil Gibran.

Dengan demikian, menurut pujangga kelahiran Lebanon ini, kita selayaknya menyertakan Tuhan dan nilai-nilai luhur nan diajarkan-Nya dalam setiap mobilitas langkah kehidupan kita, hatta ketika membelah batu maupun menenun kain. Tidak ada dibagi dua antara nan sakral dan profan; antara buat Tuhan dan buat kita. Semuanya satu kesatuan, satu tujuan, dan satu semangat: "untuk cinta dan pengabdian." Ketulusan cinta nan seperti ini menjadi hal nan lumrah dalam puisi-puisi Kahlil Gibran.

Dalam puisi-puisi Kahlil Gibran, rasa cinta nan digambarkan bukan hanya perihal antara manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan, tapi lebih luas dari itu. Kecintaan seseorang terhadap pekerjaannya pun menjadi semacam cerita nan dirasa menarik bagi Kahlil Gibran. Berikut ini ialah sebuah puisi dari kumpulan puisi-puisi Kahlil Gibran nan menggambarkan bagaimana seharusnya mencintai pekerjaan.

Jika engkau bekerja dengan cinta,
itu berarti engkau menenun dengan sutra dari hatimu,
seakan kekasihmu sendiri nan mengenakannya.
Itu berarti engkau menabur dalam kelembutan, memetik dengan sukacita,
seakan kekasihmu sendiri nan menikmatinya di meja perjamuan.
Kerja ialah cinta nan nyata, kasih nan tampak.
Dan, jika engkau tak dapat bekerja dengan cinta, tetapi dengan rasa enggan,
maka baiklah bagimu meninggalkan loka kerjamu,
dan duduk di pinggir jalan sambil mengemis sedekah.
Sebab, jika engkau bekerja sambil bersungut-sungut,
sebenarnya engkau tengah menabur racun ke dalam adonan rotimu.
Dan, jika engkau bekerja setengah hati,
sebenarnya engkau tengah membuat roti busuk nan membuat sakit perut.
Dan, jika engkau menyanyi seindah lagu bidadari,
Tetapi ketika engkau berdendang tanpa cinta,
maka tembangmu hanya membuat bising telinga orang saja.

Tahukan Anda bahwa estetika puisi-puisi Kahlil Gibran justru terlahir dari rasa sakit nan dideritanya. Sebagai seorang manusia biasa, Kahlil Gibran memiliki rasa cinta. Rasa cinta nan dimiliki Kahlil Gibran justru memberikan kekecewaan pada dirinya. Kegagalan dalam bercinta semakin menginspirasi Kahlil Gibran buat merangkai kata-kata. Hingga terciptalah puisi-puisi Kahlil Gibran nan melegenda.