Manfaat Tanaman Karet buat Lingkungan

Manfaat Tanaman Karet buat Lingkungan

Tanaman karet memang bukan tanaman orisinil Indonesia. Namun saat ini, tanaman karet telah menempati areal seluas lebih dari 3 juta hektar dan 85 persennya merupakan karet rakyat.Tanaman karet ialah tanaman tahunan nan bisa hayati sampai sekitar 30 tahun. Tinggi tanaman karet dapat mencapai 15 sampai 20 meter.Lateks merupakan bahan primer dari tanaman karet berasal dari batangnya, di mana terdapat pembuluh lateks.

Tanaman karet memiliki sifat gugur daun sebagai respon tanaman terhadap kondisi lingkungan nan kurang menguntungkan, misalnya pada saat kekurangan air di musim kemarau. Daun-daun tanaman karet nan gugur di musim kemarau itu akan kembali tumbuh di musim hujan.

Pada bagian akar tanaman karet akan menyebar cukup luas sehingga memungkinkannya buat tumbuh pada kondisi huma nan kurang menguntungkan. Akar ini juga digunakan buat menyeleksi klon-klon nan bisa digunakan sebagai batang bawah pada perbanyakan tanaman karet.

Sebelum bisa menghasilkan lateks nan bisa disadap, tanaman karet memerlukan waktu selama lima tahun sehingga lateks baru bisa disadap pada tahun keenam. Secara ekonomis, tanaman karet bisa disadap selama 15 sampai 20 tahun.



Sejarah Tanaman Karet

Sejarah tanaman karet dimulai ketika Christopher Columbus menemukan benua Amerika pada tahun 1476. Saat itu, Columbus melihat orang-orang Indian bermain bola dengan menggunakan sesuatu nan terbuat dari bahan nan bisa memantul apabila dijatuhkan ke tanah. Namun rupanya bola itu terbuat ari campuran akar, kayu, dan rumput, nan dicampur dengan suatu bahan nan dipanaskan dengan barah dan dibentuk bulat.

Namun pada tahun 1731, para ilmuwan tertarik buat menyelidiki bahan nan akhirnya disebut lateks tersebut. Seorang pakar dari Prancis bernama Fresnau melaporkan adanya tanaman nan menghasilkan lateks atau karet. Tanaman itu ditemukan di hutan Amazon (Brazil), yaitu tanaman dengan species Havea brasilienss .

Tanaman itulah nan sekarang menjadi tanaman penghasil karet primer dan sudah dibudidayakan di Asia Tenggara. Saat ini, tanaman ini sudah menjadi penghasil karet primer di dunia.

Perkembangan tanaman karet sebagai tanaman industri dimulai ketika seorang bernama Charles Goodyear melakukan penelitian pada tahun 1938. Berdasarkan hasil penemuannya, jika belerang dicampurkan dengan karet dan dipanaskan, maka karet akan menjadi elastis dan tak lagi terpengaruh oleh cuaca. Sebelum Goodyear menemukan campuran ini, semua bahan nan terbuat dari karet akan menjadi keras pada waktu musim dingin.

Oleh para ahli, temuan Charles Goodyear ini disebut sebagai proses vulkanisasi. Proses inilah nan akhirnya disebut sebagai awal perkembangan industri karet.



Tanaman Karet di Indonesia

Pada saat awal masuk ke Indonesia, tanaman karet tak melalui proses penyeleksian biji. Berdasarkan hasil penanaman tanaman karet nan masuk ke Indonesia itu didapatkan hasil nan beragam. Kemudian pada tahun 1910, dilakukan seleksi dari biji-biji nan berasal dari tanaman karet nan memiliki pertumbuhan dan produksi nan baik, buat kemudian dikembangkan kembali.

Pada tahun 1917, ditemukan teknik okulasi. Teknik okulasi ini membawa perubahan krusial dalam perkembangan tanaman karet. Dengan teknik ini, sifat pertumbuhan dan produksi baik bisa nisbi dipertahankan.

Perkembangan tanaman karet di Indonesia memang sangat cepat. Pada tahun 1977, areal tanaman karet di Indonesia sekitar 2 juta hektar. Pada tahun 2000-an ini, areal tanaman karet sudah mencapai 3 juta hektar.



Manfaat Tanaman Karet buat Lingkungan

Selain hasilnya nan berupa lateks nan bisa diolah menjadi berbagai macam komoditi, ternyata tanaman karet memiliki manfaat lain. Tanaman karet sangat berguna bagi lingkungan sebab bisa digunakan buat reboisasi dan rehabilitasi lahan. Hal ini sebab tanaman karet bisa beradaptasi pada huma nan kurang subur.

Di Indonesia, jumlah huma kritis sudah mencapai jutaan hektar. Huma kritis itu hanya menjadi areal nan dipenuhi dengan alang-alang. Menurut beberapa ahli, huma nan telantar itu sebetulnya bisa dimanfaatkan kembali dengan sebelumnya dilakukan rehabilitasi terlebih dahulu. Huma nan terlalu lama ditumbuhi alang-alang akan mudah terkena erosi.

Untuk itu, huma tersebut harus dimanfaatkan buat tanaman nan tak terlalu membutuhkan taraf kesuburan tinggi, nan sekaligus mampu mencegah erosi. Di sinilah peran tanaman karet.

Tanaman karet ialah salah satu tanaman nan mampu berperan dalam reboisasi dan rehabilitasi lahan. Hal ini sebab sifat tanaman karet nan mampu beradaptasi terhadap lingkungan dan tak terlalu memerlukan tanah dengan taraf kesuburan nan tinggi.

Pengkajian tanaman karet sebagai tanaman nan bisa berfungsi buat merehabilitasi huma sudah dilakukan sejak tahun 1989. Tanaman karet diketahui memberikan beberapa keuntungan, seperti menciptakan lingkungan nan lebih sehat sebab tanaman karet bisa berfungsi sebagai sumber oksigen, pengatur tata air tanah, mencegah erosi dan membentuk humus.

Tanaman karet juga memiliki nilai ekonomi tinggi sebab menghasilkan lateks dan kayu sehingga meningkatkan produktivitas lahan.Namun, buat mendukung keberhasilan reboisasi dan rehabilitasi huma dengan menggunakan tanaman karet, dibutuhkan teknologi budi daya, seperti penyiapan jalur penanaman, sistem tanam, penyiapan bahan tanam, dan pemeliharaan tanaman.

Tanaman karet nan dipilih ialah tanaman karet dengan potensi produksi sedang sampai tinggi. Teknik budidaya dan pemilihan klon ini ialah kunci keberhasilan penanaman karet. Jika akan digunakan kayunya maka dipilih tanaman karet nan pertumbuhannya cepat.

Selain buat rehabilitasi lahan, tanaman karet juga berguna buat mengurangi kadar gas karbon dioksida (CO2). Sejak dimulainya revolusi industri, terjadi peningkatan drastic CO2 di muka bumi ini. Karena menyebabkan imbas rumah kaca, CO2 menjadi ancaman bagi kehidupan di bumi sebab mengakibatkan meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi.

Tanaman karet memiliki peran besar dalam penyerapan CO2 sebab memiliki kanopi nan lebar dan permukaan hijau daun nan luas. Tanaman karet seperti halnya tanaman hutan, mampu mengolah CO2 sebagai sumber karbon nan digunakan buat fotosintesis.

Secara alami, gas CO2 diproses oleh vegetasi tanaman, termasuk tanaman karet melalui fotosintesis dan menghasilka oksigen. Hal ini berarti bahwa tanaman karet mampu mengurangi jumlah emisi gas CO2 di udara.Selain bermanfaat sebagai tanaman perkebunan, tanaman karet juga berpotensi menjadi tanaman hutan. Sebagai tanaman hutan, karet efektif sebagai paru-paru global dan penambat CO2.



Tanaman Karet sebagai Solusi buat Mengurangi Emisi CO2

Proses fotosintesis pada tanaman karet bisa membangun ekuilibrium energi sehingga semakin banyak jumlah tanaman karet maka akan segera tercapai ekuilibrium energi. Energi matahari nan diserap oleh tanaman karet digunakan buat kegiatan fotosintesis, respirasi, transpirasi, translokasi unsur hara, dan asimilat.

Energi cahaya nan ditangkap dalam fotosintesis diubah menjadi energi potensial. Energi itulah nan akan digunakan buat mengabsorbsi unsure hara, mineral, dan air.Secara kasar, sebatang pohon mampu menyerap CO2 antara 20 sampai 36 gram setiap harinya.

Hal itu berarti jika di suatu huma terdapat 300 batang tanaman karet maka CO2 nan mampu diserap setiap harinya mampu mencapai 6 sampai 10,8 kilogram. Dalam setahun, huma itu mampu menyerap karbon dioksida sebesar 75 ribu hingga 136 ribu ton.

Lalu, bagaimana dengan produksi oksigen? Jika dalam setiap pohon karet memiliki 200 lembar daun maka 300 pohon itu akan menyumbang oksigen sebanyak 300 liter per jam sebab setiap lembar daun tanaman karet mampu memproduksi oksigen sebanyak 5 mililiter. Hal ini berarti semakin luas tanaman karet maka akan semakin banyak oksigen nan dihasilkan.

Selain itu, tanaman karet juga bisa menaikkan kandungan air tanah dan kelembaban udara, mengurangi kadar silau dalam cahaya matahari, serta menyerap gas, partikel padat dan aerosol nan berasal dari kendaraan bermotor dan industri.