Habitus

Habitus

Dalam pengertiannya, teori budaya merupakan suatu cabang ilmu antropologi dan semiotika. Cabang ilmu ini mengkaji pengertian konsep heuristik budaya dalam operasional dan atau istilah ilmiah nan biasa digunakan dalam kehidupan sehari – hari.

Dalam artikel ini kita akan bahas mengenai habitus nan merupakan salah satu teori budaya nan berkembang di masyarakat. Habitus itu sendiri merupakan tindakan naluriah dari seseorang nan bermasyarakat atau suatu sifat intrinsik. Henry Bergson mengatakan kebudayaan merupakan suatu hal nan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan ini bergerak maju, dan memiliki suatu hambatan materi nan krusial adanya dalam kehidupan manusia. Dengan adana konsentrasi pada hambatan ini, manusia dapat lebih berkembang dan dapat lebih maju dalam hal pemikirannya menjalani kehidupan.

Sedangkan menurut Franz Boaz, kebudayaan dalam teori budaya ini merupakn manifestasi dalam lingkuang individu nan bermasyarakat nan kemudian bisa mempengaruhi individu – individu lainnya nan berada dalam lingkungan masyarakat tersebut. Reaksi – reaksi dari pengaruhnya terhadap kehidupan bermasyarakat ini kemudian merubah pola hayati dari lingkungan masyarakat tersebut.

Untuk memahami suatu budaya, di perlukan teori nan bisa menjelaskannya tersebut secara jelas dan terperinci. Disini, akan di bahas sebuah teori budaya dari seorang filsuf Prancis bernama Pierre Bourdieu. Konsepnya nan akan kita bicarakan ialah Habitus .



Habitus

Secara sederhana, terori budaya habitus nan di ambil dari kata habits ini merupakan kebudayaan nan diturunkan secara turun temurun dari nenek moyang kita nan menjadikannya tersebut menjadi suatu Norma – Norma nan terjadi di dalam suatu lingkungan. Dapat dikatakan pula bahwa kebudayaan nan berkemabng saa ini merupakan suatu kebiasaan.

Proses pelestarian dalam suatu kebudayaan ini biasanya berkembang melalui forum nan disebut pula dengan nama sekolah, lingkungan rumah, lingkungan bermasyarakat, bernegara dan sebagainya. Dengan Norma – Norma tersebut, maka lahirlah sebuah kebiasaan nan tumbuh dalam lingkunga tersebut nan majemuk seperti kebiasaan agama, kebiasaan sosial dan lain sebagainya nan menjadi kontrol dalam sebuah lingkungan tersebut.

Dalam kehidupan kita, mungkin kita sering mendengar kata Behaviourisme, yaitu teori budaya nan mempelajari tentang ilmu psikologi atau perilaku. Jika di bandingkan dengan habitus, behaviourisme ini jauh berbeda dengan habitus itu sendiri. Habitus memandang manusia secara subjektif dimana habitus ini menilai manusia dari lahiriah seperti badan atau perawakannya. Tentu ini berbeda dengan pengertian ilmu psikologi behaviourisme nan memandang manusia sebagai orang nan pasif.

Menurut teori budaya nan telah mendapat banyak penambahan ini, pada dasarnya manusia hayati berdasarkan budaya nan lahir dan mempengaruhi Norma – Norma hayati manusia. Dari sudat pandang tersebut, budaya merupakan suatu ha; nan mendominasi kehidupan manusia dan lingkunagn manusia itu sendiri. sehingga budaya – budaya nan terdapat dalam sebuah lingkubgan dijadikan suatu hal nan mempengaruhi individu manusia nan hayati di dalamnya.

Selain itu, budaya nan di anggap sebagai prosedur dalam kehidupan manusia ini, menjadi salah satu faktor sebagaimana cepatnya kebudayaan ini berkembang dari pada evolusi perkembangan manusia secara biologis sendiri. Dalam hal ini perkembangan budaya bisa kita lihat dengan cara bagaiman budaya tersebut beradaptasi dengan manusia itu sendiri.

Dalam teori budaya ini tentunnya bila kita menganggpa manusia oitu sebagai makhluk nan behaviour nan memandang manusia secara objek, tentunya kebudayaan – kebudayaan nan terjadi dilingkungan manusia menjadi suatu hal nan paling berpengaruh dalam kehidupannya tersebut. Hal ini dikarenakan pandangan secara objek ini menjadikan manusia menjadi sosok nan lemah nan tak mampu menolak kebiasaa – Norma nan terjadi di lingkungan sekitarnya.

Berbeda dengan cara pandang habitus nan memandang manusia secara subjek dimana manusia dapat menolak Norma – Norma nan ada dalam lingkunga kebdayaan nan bermasyarakat. Secara pola hayati nan berkembang pada manusia, habitus memandang manusia sebagai individu nan memiliki kehidupannya sendiri tanpa berkelompok. Hal ini dikarenakan pandanga habitus terhadapa keberadaan manusia nan dilihat secara subjektif.

Dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak habitus kita nan berjalan seperti "mesin" dan mengarah pada gerak-gerak nan refleks. Kondisi gerakan ini dapat kita sebut juga sebagai disiplin tubuh. Kebiasaan-kebiasaan kita dalam menjalankan ritual ibadah lebih sering sebab konduite habitus. Konduite habitus itu sendiri hanya berpengaruh pada individu nan mengerjakan dan khasiatnya pun dirasakan oleh individu itu sendiri.

Orang Islam bangun pagi setiap hari buat menjalankan shalat subuh, di siang hari shalat dzuhur, dan di malam hari menjalankan shalat Isya. Hal itu dapat dikatakan sebagai habitus jika ritual itu hanya sekedar rutinitas tanpa memiliki imbas dalam kehidupan, tetapi seperti nan kita tahu rutinitas tersebut merupakan ibadah kepada Sang Kholik nan akan berpengaruh pada kehidupan kita kelak di akhirat.

Begitu pula orang Kristen nan pergi ke Gereja setiap hari minggu, tanpa tahu hakekat kegiatan tersebut bisa dikategorikan sebagai habitus. Nah ini sama halnya dengan Orang Islam nan beribadah kepada Sang Penciptanya buat kehidupan di akhirat tentunya.

Setiap Norma kita nan berjalan seolah secara mekanis ialah habitus. Maka kita akan memahami mengapa orang-orang rajin beribadah tetapi maksiat jalan terus. Begitu pula kita memahami mengapa orang beragama, tetapi kebencian kepada orang lain tetap ada. Itu semua sebab konduite dan Norma kita hanya baru sekadar habitus. Disini bisa kita simpulkan bahwa habitus merupakan konduite atau kondisi seseorang nan pribadi nan dapat saja tak sinkron dengan anggaran - anggaran nan ada dalam teori budaya. Sehingga seorang pribadi ini juga bisa memutuskan jalan hidupnya sendiri tanpa memperdulikan orang lain nan ada dalam lingkungannya sendiri.

Contoh lain misalnya, di sekolah, kita sering menundukan pandangan saat berpapasan dengan guru, atau kita sering merendahkan badan kita ketika berjalan melewati orang-orang nan sedang duduk. Konduite - konduite tersebut termasuk kedalam konduite habitus nan merupakan kegiatan individu nan bukan ada dalam teori budaya, walaupun tedapat kecenderungan di dalamnya yaitu terdapat dalam tatakrama.

Perilaku-perilaku ini pada dasarnya dibentuk oleh kebiasaan-kebiasaan secara turun-temurun dan dijaga oleh kebiasaan atau teori budaya agar tubuh kita tetap disiplin. Mungkin Anda sering ingin berontak terhadap habitus-habitus tersebut, namun kekuatan itu biasanya hilang sebab kita sering dihadapkan dengan hukuman-hukuman. Kepatuhan kita akan kebiasaan dari teori - teori budaya bisa meluluhkan konduite habitus nan dapat saja kita lakukan. Hal itupun tentunya dapat kita lakukan bila kita berfikir konduite habitus itu bukan merupakan embargo - embargo tentunya.

Habitus ini juga berjalan dalam interaksi penguasaan kaum pria terhadap wanita. Wanita selalu diposisikan sebagai manusia nan kedudukannya di bawah pria. Sistem patrilineal misalnya, memposisikan pria sebagai tuan nan mengatur segala urusan termasuk urusan wanita. Pria digambarkan sebagai tuan nan agung nan selalu harus dilayani oleh wanita dari mulai ia bangun dan tidurnya. Mungkin ini dapat juga dikatakan sebagai teori budaya nan mengharuskan wanita buat selalu menjadi nomor dua di budaya rumah tangga sekalipun.

Wanita selalu diberi perkerjaan nan menurut kaum pria rendah, misalnya mengurus rumah tangga, memelihara kebun, mengasuh anak, atau mencuci pakaian. Hal itulah nan menjadi rutinitas kaum wanita sebagai konduite dalam konteks teori budaya nan berkembang di masyarakat ini. Sebagai budaya nan berkembang di masyarakat, kaum wanita secara tak langsung menjadikan dirinya sebagai pelayan dalam hidupnya, apalagi bila sudah berumah tangga. Dapat dibayangkan oleh kita, bagaimana imbas negatif nan diciptakan oleh sebuah teori budaya nan berkembang di masyarakat saat ini khususnya Indonesia.

Nah, sekarang coba perhatikan di sekitar loka tinggal Anda, apa habitus nan sering berjalan di sana?, Dan bagaimana konduite nan merupakan teori budaya di daerah anda. Mari berfikir secara logis bagaimana kita harus bersikap antara konduite habitus atau konduite nan ada dalam teori budaya nan berkembang saat ini.