Peninggalan Agama Hindu

Peninggalan Agama Hindu

Siapakah nan tak terpikat akan estetika serta eksotisme Bali sebagai kota wisata nan menawarkan segudang mimpi dan majemuk hiburan. Apalagi pesona Bali sudah menjadi magnet hingga merambah seantero dunia. Jika mengingat nilai histori sosok pulau Bali sebagai suatu gambar peninggalan agama Hindu pada masa lalu.

Meski Bali sudah berubah menjadi paras modern tetapi karakteristik khas pulau Dewata ini masih nampak bagaikan surga. Coba saja diperhatikan dari segala aspek Bali menawarkan sesuatu nan lain seperti contohnya Bali terkenal akan estetika alam, kultural budayanya, tradisi kuliner turun temurun, maupun kesenian manunggal padu membentuk suatu tatanan hiburan dan daya pikat bagi wisatawan domestik dan turis.



Menapak Historis Hindu-Bali

Konon sinkron babad cerita masuknya agama Hindu ke di Indonesia terjadi pada permulaan Tarikh Masehi dan terus berkembang dari satu pulau ke pulau. Baru pada abad ke-8 pulau Bali mulai mendapat perhatian oleh para pendeta- rahib Hindu terkenal pada saat itu, salah satunya ialah Empu Markandeya nan bertapa di daerah Gunung Raung, tepatnya daerah Basuki Jawa Timur.

Sebagai pemimpin dari ekspedisi pertama ke pulau Bali serta penyebar agama Hindu dengan pengikut setianya berjumlah 400-an orang. Meskipun usaha pertamanya gagal dalam menyampaikan ajaran agama Hindu, Mpu Markadenya kembali lagi membagikan misi kepercayaannya pada ekspedisi keduanya.

Ekspedisi ini terbilang berhasil dengan dibukanya huma hutan nan pertama kali yakni di wilayah Taro di sekitar Payangan Gianyar. Di loka itu pula beliau mendirikan sebuah pura sebagai loka doa dan pemujaan di desa Taro. Akhirnya pura kudus ini dinamai dengan “Pura Murwa” nan mengandung arti permulaan.

Tidak cukup sampai di loka ini saja, ekpedisi kedua terus diperluas hingga mencapai wilayah menuju pangkal Gunung Agung, sekarang ini lebih dikenal dengan daerah sekitar Besakih. Disana juga ditemukan sumber mata air nan jernih kemudian diberi nama sebagai Sindhya. Dari situlah ikhwal sejarah pemujaan dan puja khususnya Pura Besakih, nan memang pada awalnya disebut dengan Pura Basuki.

Perjalanan diteruskan juga menuju wilayah timur hingga tiba di kaki Gunung Sraya termasuk wilayah Kabupaten Karangasem, lalu beliau tidak lupa juga membangun loka kudus di sebuah daerah Gunung Lempuyang. Pura nan dibangun sering disebut dengan “Pura Silawanayangsari”. Disinilah akhirnya Empu Markandeya tinggal serta mengadakan ritual doa. Para pengikutnya memberi sebutan kehormatan menjadi “Bhatara Geni Jaya Sakti”.

Ini merupakan puncak awal perkembangan agama Hindu di pulau Bali.
Hal ini dapat diketahui berdasarkan prasasti Blanjong tahun 836 Saka (914 Masehi) serta di Bukit Kintamani tahun 802 Saka (880 Masehi). Daerah kekuasaan Bali waktu itu dikendalikan oleh raja-raja Warmadewa nan merupakan raja pertama yaitu Kesariwarmadewa. Lokasi kerajaannya di wilayah Pejeng dengan pusat ibu kotanya bernama Singamandawa.

Ternyata tampuk kepemimpinan nan terkenal pada raja Dharma Udayana nan merupakan raja keenam berpermaisuri Dewi Mahendradata serta didampingi oleh Rahib Kerajaan Empu Kuturan dengan posisi sebagai Mahapatih maka kerajaan ini sangat terkenal. Memelihara interaksi baik politik, agama, pemerintahan, kebudayaan, sastra, serta irigasi semua dibangun. Lalu dibangunlah beberapa loka sakral sebagai bentuk gambar peninggalan agama Hindu seperti Sad Kahyangan yaitu Pura Lempuyang, Pura Kahyangan Tiga (Desa, Dalem, Puseh), Bukit Pangelengan, Besakih, Gua Lawah, Batukaru, Uluwatu.

Selanjutnya agama Hindu terus berkembang pesat di Bali ditambah kedatangan ekspedisi nan dilakukan oleh Gajahmada ke daerah Bali pada 1343 hingga abad ke-19 terus tetap terjadi pembaruan dalam cara pengamalan pedagogi agama nan semestinya. Kemudian pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan Hindu memasuki masa puncak keemasan dengan munculnya sosok pemimpin baru yakni Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Pulau Bali di abad ke-16.

Pengabdian Nirartha nan besar dalam bidang agama, arsitektur, maupun sastra membuat jasa-jasanya terus dikenang sepanjang masa. Apalagi pencapaiannya dalam mendirikan loka beribadah suci, misalnya Pura Rambut Siwi, Dalem Gandamayu dan Peti Tenget.

Terdapat pula sistem irigasi nan sudah terkenal semenjak dulu ialah sistem Subak, ada juga Sanggar/Merajan, sistem kemasyarakatan, Kamulan/Kawitan dikembangkan dengan pesat.

Beberapa peninggalan Agama Hindu di luar Bali terkenal dengan bentuk Candi , sedangkan di Bali sendiri lebih kerap menyebutnya dengan Pura. Bahkan sebelum terjadinya gempa pada tahun 1917 ditemukan hampir sepuluh ribu bangunan Pura nan tersebar di loka Bali. Bangunan Pura ini dibangun oleh sekelompok keluarga eksklusif di Bali nan merasa memiliki tali darah nan sama.



Peninggalan Agama Hindu

1. Prasasti

Benda hasil peninggalan sejarah nan dijumpai ialah prasasti. Dalam prasasti biasanya berisi sastra tulisan dari masa lampau. Bukti tulisan itu dipahatkan di atas batu, tanah liat, tanduk binatang dan logam. Biasanya prasasti peninggalan Hindu semuanya dalam huruf Pallawa memakai bahasa Sansekerta. Prasasti nan ditemukan di Bali bernama Sanur pada abad 4 M.

2. Pura

Ada bangunan Pura nan terletak di atas sebuah batu karang besar dan begitu terkenal sampai sekarang. Yaitu Pura Tanah Lot merupakan salah satu pura Hindu nan paling terkenal di Bali. Apalagi Tanah Lot menyimpan cerita legenda nan menjadi bagian dari mitologi Bali sampai berabad-abad lamanya. Konon, menurut kepercayaan masyarakat setempat, Pura di Tanah Lot sendiri merupakan salah satu dari 7 kuil laut, nan membentuk serangkaian rantai sepanjang pantai barat Bali.

3. Candi

Ada peninggalan sejarah abad ke-11 yakni Candi Gunung Kawi dimana di dalam kompleks candi tersebut terdapat pemakaman keluarga raja dan seluruh keturunannya nan dikeramatkan oleh warga setempat. Candi nan terletak di Tampaksiring, kabupaten Gianyar, Bali ini dianggap memiliki nilai sejarah nan tinggi. Abu jenazah Raja Udayana, nan berasal dari Dinasti Warmadewa, dan makam beberapa permaisuri dan anaknya, Anak Wingsu ditempatkan di dalam kompleks Candi Gunung Kawi.

Keunikan lainnya, terletak pada arsitekturnya candi ini bukan dibuat dari rangkaian batu tapi dengan cara memahat dinding batu padas di pinggir sungai. Nama Gunung Kawi ini diambil dari kata gunung atau pegunungan serta kawi nan artinya pahatan.

4. Tradisi

Tradisi ialah Norma para leluhur dulu nan masih dipercaya dan dijalankan oleh masyarakat hingga sekarang. Tradisi agama Hindu memang banyak ditemukan di daerah Bali sebab penduduk Bali sebagian besar memeluk keyakinan Hindu. Tradisi agama Hindu nan berkembang di Bali, antara lain:

  1. Tradisi nelubulanin saat bayi berusia 3 bulan.
  2. Tradisi pembakaran mayat atau disebut dengan Ngaben. Dalam tradisi ini, mayat dibakar dengan beberapa benda berharga nan dipunyai oleh mayat nan dibakar.
  3. Tradisi upacara pangkas gigi (mepandes/metatah) ialah upacara pangkas gigi di Bali sebagai salah satu rangkaian kegiatan upacara buat “manusa yadnya” atau Upacara keagamaan bagi manusia. Menurut kepercayaan agama Hindu, perhelatan ini bermaksud buat mengendalikan 6 sifat jelek manusia nan dikenal dengan Sad Ripu, yaitu: sifat rakus, hawa nafsu, iri hati, angkara murka, mabuk nan membabi buta, dan perasaan bingung.
  4. Tradisi ziarah, yakni mendatangi makam orang kudus atau loka kudus leluhur misalnya candi.

Demikianlah artikel mengenai gambar peninggalan agama Hindu di Indonesia. Semoga bisa menambah wawasan bagi Anda.