Paradigma Komunikasi dalam Pembangunan

Paradigma Komunikasi dalam Pembangunan

Spesialisasi komunikasi pembangunan berkembang sejak tahun 1960-an. Komunikasi pembangunan menerapkan teori dan konsep komunikasi nan spesifik buat kepentingan aplikasi pembangunan. Komunikasi pembangunan itu sendiri muncul dari perkembangan jurnalisme komunikasi dalam pembangunan nan digunakan buat menunjang pembangunan itu sendiri.



Kajian Komunikasi dalam Pembangunan

Salah satu kajian krusial dalam komunikasi pembangunan ialah permasalahan betapa rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dampak minimnya kesempatan terjadinya komunikasi nan adil dan seimbang antara masyarakat dengan pemerintah dalam menentukan jalannya proses pembangunan.

Dalam arti nan luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi antara masyarakat dan pemerintah, dimulai proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembangunan.

Dalam arti nan sempit, komunikasi pembangunan ialah upaya, cara dan teknik menyampaikan sebuah gagasan dan keahlian pembangunan. Gagasan ini bersumber dari pihak nan memprakarsai pembangunan. Pembangunan diwujudkan pada masyarakat nan menjadi target nan dapat ikut serta dalam pembangunan.

Dalam komunikasi pembangunan nan diutamakan ialah kegiatan mendidik, dan memotivasi masyarakat. Tujuannya buat menanamkan gagasan-gagasan, sikap mental, dan mengajarkan keterampilan nan dibutuhkan oleh pembangunan suatu negara berkembang.

Setiap pembangunan dalam suatu negara memegang peranan penting. Oleh sebab itu, pemerintah dalam melancarkan komunikasinya perlu memperhatikan taktik apa nan bisa digunakan buat menyampaikan pesan sehingga imbas nan diharapkan sinkron dengan asa dan tujuan nan telah ditetapkan.

Strategi komunikasi dalam pembangunan merupakan paduan dari perencanaan komunikasi buat mencapai suatu tujuan dalam pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut, taktik komunikasi harus bisa menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan buat pembangunan tertentu, dalam arti bahwa pendekatan dapat berbeda tergantung pada situasi dan kondisi.

Aplikasi komunikasi pembangunan di setiap negara berbeda-beda. Hal ini disebabkan beberapa faktor nan melatarbelakangi nan bhineka pula, seperti landasan ideologi, budaya, etos bangsa, serta nilai-nilai nan ada pada suatu bangsa. Kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia nan heterogen, dalam proses pembangunan pun menuntut aplikasi komunikasi nan tepat.

Pelaksanaan komunikasi nan tepat berupa kemampuan komunikator dalam menyampaikan dan mengolah pesan nan ditujukan buat komunikan dengan barbagai latar belakang dan asa serta kebutuhan nan saling berbeda satu sama lain. Diikuti oleh perumusan isi pesan serta penyampaian nan harus disesuaikan pula dengan kondisi masyarakat.

Komunikasi pembanguan nan diterapkan dalam pembangunan menekankan pada upaya nan dilakukan buat mewujudkan pembangunan melalui komunikasi. Sehingga taktik komunikasi sangat penting, khususnya menyangkut penemuan nan akan dilakukan buat meningkatkan pembangunan.



Konteks Komunikasi dalam Pembangunan

Dalam studi komunikasi, konteks memiliki arti khusus. Pertama, konteks sebagai pembentuk jenis-jenis studi spesifik dalam komunikasi. Konteks media massa misalnya, menghasilkan media massa. Konteks pembangunan tentu menghasilkan studi komunikasi pembangunan. Kedua, konteks merujuk kepada hal-hal nan lebih luas daripada proses komunikasi antara pemberi dan penerima pesan. Dalam pengertian ini, konteks mewujud ke dalam bentuk, misalnya interaksi sosial, kelompok, organisasi, masyarakat dan budaya.

Ketika diperdalam satu per satu, terlihat bahwa pada saat ini komunikator dalam pembangunan desa tak dapat didefinisikan semata-mata sebagai komunikator dalam makna mekanistis. Ragam komunikator pembangunan desa mencakup pemerintah pusat, pemerintah daerah, konsultan, LSM, perguruan tinggi. Pemanfaat proyek, warga desa lain.

Masing-masing pihak mungkin bersepakat tentang salah satu level pembangunan, sehingga dipandang berperan sebagai stakeholders. Akan tetapi tiap pihak bisa memiliki bukti diri sosial sendiri sehingga membentuk jaringan komunikasi nan berbeda, dibandingkan pihak-pihak lainnya.

Ragam pesan dalam pembangunan desa masa kini bisa berupa desentralisasi, efisiensi, sampai peran partikelir dalam pendamping. Pesan pembangunan akan dipraktekkan dalam bentuk benda material maupun hubungan sosial. Tidak mengherankan masing-masing pihak nan berkomunikasi di atas berpaya menyajikan pesan tertentu, bahkan berupaya menguatkan pesan produksi dirinya menjadi pesan nan dominan, atau kini biasa disebut di satu sisi sebagai mainstreaming dan di sisi lain dimaknai sebagai hegemoni.

Bahasan tentang media komunikasi tak lagi mencukupi tentang efisiensi pilihan tipe buat komunikator tertentu. Ragam media dalam program pembangunan desa kini mencakup internet, majalah, koran, radio, televisi, papan pengumuman, spanduk, dan leaflet. Pembahasan kini sudah mencakup kaitan kekuasaan, media, dan kekuatan.

Di samping aspek-aspek proses komunikasi di atas, konteks komunikasi juga telah dikembangkan meliputi percakapan, interaksi sosial, kelompok, organisasi, masyarakat dan budaya. Percakapan tentang pesan-pesan pembangunan tak berjalan dengan sendiri. Sebagai upaya buat menyajikan perubahan masyarakat nan terencana, program pembangunan desa cenderung membatasi percakapan kepada pola-pola manajemen pembangunan. Percakapan hendak diarahkan pada perencanaan, pelaksanaan, dan kontrol atau penilaian proyek pembangunan.



Paradigma Komunikasi dalam Pembangunan

Analisis terhadap studi pembangunan dan komunikasi pembangunan juga hendak dilakukan. Teori modernisasi berada dalam ranah ontologi realisme, baik pada epistemologi korespondensi maupun koherensi. Ontologi realisme berimplikasi kepada empiris obyektif di luar peneliti atau pengamat komunikasi. Dengan demikian peneliti tersebut bisa mengukur proses komunikasi nan berjalan di depannya, maupun melakukan manipulasi buat meningkatkan efisiensi komunikasi tersebut.

Dengan kata lain, komunikasi dipandang sebagai alat buat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembangunan. Di bawah epistemologi korespondensi, teori modernisasi menekankan preskripsi nan sejajar dengan presisi ilmu pengetahuan alam. Adapun di bawah epistemologi koherensi, modernisasi sempat mengakui refleksi nan dilakukan oleh pelaku pembangunan, sekalipun masih memegang pandangan tentang empiris obyektif pembangunan itu sendiri.

Jika meletakkan susunan kerangka berpikir menurut Littlejohn dan Foss, buat menandai teori-teori komunikasi pembangunan selama ini, ternyata hanya tiga sel juga nan sempat terisi, sejajar dengan kerangka berpikir dalam teori-teori komunikasi, hypodermic needle, bullet-theory, stimulus-response , model telepon, SMCR, media massa sebagai agen dan multiplier pembangunan.

Ciri teori modernisasi lama nan memandang permasalahan muncul dari dalam masyarakat sendiri, tergambar pula pada teori-teori komunikasi dalam pembangunan di sini nan lebih menekankan secara terbatas proses komunikasi. Sebagai salah satu instrumen pembangunan, komunikasi juga berfungsi sebagai alat lapisan atas buat memanipulasi lapisan bawah dalam rangka memperlancar pembangunan. Pada sel ini tak ditekankan aspek konteks komunikasi.



Proses, Konteks, dan Makna

Dalam pembahasan teori komunikasi, sempat didiskusikan bahwa dimensi teori terbagi atas proses, konteks, dan makna komunikasi. Dalam bahasan, Littlejohn dan Foss sendiri mengatakan detail proses dan konteks komunikasi, bahkan konteks dibahas lebih detail daripada ilmuwan lain. Adapun makna komunikasi tak dibahas seacar eksplisit, melainkan bisa dirumuskan dari susunan kerangka berpikir nan memayungi teroi-teori serupa di bawahnya. Analisis kerangka berpikir tersebut juga semakin mempertajam manfaat dari kerangka berpikir teori komunikasi nan tersusun.

Littlejohn dan Foss dengan tegas menjelaskan aspek proses komunikasi dalam wujud komunikator, pesan dan percakapan. Adapun konteks komunikasi terbagi atas interaksi sosial, kelompok, organisasi, media, masyarakat dan budaya. Sebagian pakar lain memasukkan aspek media ke dalam pesan komunikasi, nan berarti tergolong proses komunikasi. Adapun makna komunikasi tak dibahas secara tegas, melainkan bisa diturunkan dari pembahasan teori-teori tersebut.

Sebelumnya telah disampaikan bahwa perkembangan kerangka berpikir komunikasi pembangunan dimulai dari modernisasi, kemudian kritis, kemudian diikuti oleh neo-modernisasi, menunjukkan bahwa pengembangan kerangka berpikir modernisasi pada dasa warsa 1950-an dalam studi pembangunan diikuti dengan teori-teori komunikasi buat pembangunan beraliran modernisasi satu dasa warsa kemudian. Teori tersebut diantaranya teori imbas komunikasi, hypodermic needle, bullet theory, stimulus-respons , model telepon, komunikasi dua dan banyak langkah, serta divusi-inovasi.

Berikutnya, pada dasa warsa 1960-an, sementara teori-teori komunikasi buat pembangunan beraliran modernisasi sedang berkembang, telah muncul kritik terhadap modernisasi tersebut menurut kerangka berpikir keterbelakangan. Teori-teori keterbelakangan mempengaruhi perkembangan teori komunikasi buat pembangunan pada dasa warsa 1970-an, dengan menumbuhkan teori-teori beraliran kritis. Teori komunikasi kritis membahas permasalahan nan muncul sebagai konsekuensi perkembangan media massa, dan menganalisis model difusi-inovasi.



Media Massa dan Modernisasi

Penggunaan istilah modern selalu dipertentangkan dengan tradisional. Modern merupakan simbol kemajuan, pemikiran rasional, cara kerja efisien dan merupakan karakteristik masyarakat maju. Sebaliknya masyarakat tradisonal merupakan masyarakat nan belum maju dengan ditandai dengan cara berpikir irasional serta cara kerja nan tak efisien. Menurut teori modernisasi, faktor-faktor non material sebagai penyebab kemiskinan khususnya ide atau alam pikir. Durkheim berpendapat bahwa modernisasi menyebabkan runtuhnya nilai-nilai tradisi.

Ilustrasi paling menarik dari kritik modernisasi ini dapat dilihat dari isu majemuk macam bala sosial nan terjadi di global ketiga ini. Bala sosial dapat dijadikan sebagai kritik atas model-model peran nan merefleksikan posisi institusi media terutama media jurnalistik ketika merespon konflik sosial saat dan pasca terjadinya suatu bencana. Sebagai institusi bisnis, media akan sangat tekun menjalankan misi akumulasi kapital uang buat menjamin survivalitas .

Media massa bisa melakukan berbagai tindakan antara lain memberikan informasi, membantu masyarakat membuat agenda recovery , memediasi masyarakat dalam mengatasi masalah kedaruratan, mempengaruhi pihak lain buat peduli dan terlibat memberikan bantuan, menghibur korban atau pihak terkait lain dan melakukan kontrol atas penggunaan kekuasaan apapun dalam mengadvokasi atau menangai bencana.