Sikap Toleransi Faktor Pendorong Asimilasi Budaya

Sikap Toleransi Faktor Pendorong Asimilasi Budaya

Sebagai makhluk sosial, menjadi kebutuhan dasar manusia buat senantiasa dapat berinteraksi dengan sesama makhluk, tidak memandang dari mana asalnya. Akibat dari hubungan antara sesama manusia ini melahirkan sesuatu nan baru nan disepakati bersama. Dalam konteks kebudayaan, hasil dari hubungan ini melahirkan asimilasi budaya .



Asimilasi Budaya

Indonesia terkenal dengan keragaman budayanya. Itulah nan membuat suku budaya Indonesia sangat dikenal bangsa lain sebab budayanya nan unik. Berbagai bidang budaya mewarnai keragaman suku ini, sehingga memunculkan asimilasi budaya buat menyatukan masyarakat Indonesia.

Terminologi asimilasi budaya dapat diterjemahkan sebagai pembaruan atau saling bercampurnya dua unsur kebudayaan nan awalnya berbeda. Unsur-unsur kebudayaan nan menjadi karakteristik khas dari masing-masing kebudayaan itu lambat laun menghilang digantikan kebudayaan baru.

Awalnya, asimilasi ini lahir sebagai upaya mempererat interaksi pelaku budaya, baik berupa tindakan, perasaan, pikiran, dan sikap-sikap keseharian dengan lebih mementingkan tujuan dan kepentingan bersama.

Budaya sebagai hasil budi dan daya seseorang atau kelompok orang memang sangat menonjolkan ciri-ciri khas individu atau kelompok pengusung budaya tersebut.

Jika masing-masing kelompok mengusung budaya nan berbeda dengan karakteristik khas masing-masing dan tetap mempertahankan karakteristik khasnya itu dalam masyarakat di mana terjadi interaksi, maka dapat mengganggu keharmonisan dan keselarasan dalam hubungan sehari-hari.

Alasan-alasan itulah nan kemudian melahirkan pikiran-pikiran buat mengasimilasi pada budaya tertentu, sehingga lahir budaya baru nan lebih dapat diterima oleh semua pelaku hubungan dengan tetap memperhatikan keberagaman sebagai sebuah kekayaan.

Asimilasi pada budaya tak semata melahirkan budaya baru sebagai hasil percampuran. Namun demikian, semakin tipislah perbedaan-perbedaan individu dalam kelompok masyarakat baru tersebut. Masing-masing individu kemudian mengidentifikasi diri masing-masing diselaraskan dengan keinginan atau kepentingan bersama. Inilah salah satu akibat positif dari terjadinya asimilasi pada budaya.

Masyarakat etnis Cina nan hayati dan tumbuh bersama masyarakat etnis eksklusif di Indonesia misalnya, melahirkan pikiran-pikiran nan bermanfaat buat kepentingan bersama. Dari sinilah terjadi asimilasi pada budaya. Tari barong nan telah dipengaruhi atraksi sisingaan misalnya, membuat sebuah atraksi baru nan lebih indah.

Jadi, asimilasi budaya merupakan buah pencerahan dampak hubungan dua kebudayaan atau lebih nan berbeda dan hayati dalam satu kelompok masyarakat tertentu, nan telah terjadi dalam waktu lama.



Sikap Toleransi Faktor Pendorong Asimilasi Budaya

Masyarakat sebenarnya sebuah proses tiada henti. Manusia tak berada di dalam masyarakat bukan bagai burung di dalam kurungannya, melainkan ia bermasyarakat. Masyarakat bukan wadah, melainkan aksi, yaitu social action . Masyarakat terdiri atas sejumlah pengertian, perasaan, sikap, budaya nan tak terbilang banyaknya.

Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut buat bisa bekerjasama dengan orang lain, baik buat kepentingan pribadi atau orang lain, buat terciptanya kehidupan nan kondusif dan damai. Berikut ini beberapa pendapat para pakar mengenai manusia ialah makhluk sosial.

Dr. Johannes Garang menyebutkan bahwa nan disebut sebagai makhluk sosial ialah makhluk nan hidupnya berkelompok dan makhluk tersebut tak bisa hayati secara individu atau sendiri.

Selain itu, Aristoteles menyebutkan bahwa makhluk sosial disebut juga sebagai zoon politicon. Maksudnya manusia itu dikodratkan buat hayati secara bermasyarakat dan berinteraksi dengan orang lain.

Dari pendapat para pakar tersebut, bisa ditarik simpulan bahwa manusia sebagai makhluk sosial sebab dalam kehidupannya manusia tak bisa terlepas dari hubungan dengan orang lain dan manusia bukan makhluk nan individu atau menyendiri.

Interaksi sosial nan dilakukan oleh manusia banyak ragamnya. Tergantung kebutuhan manusia itu sendiri, apakah membutuhkan hubungan dengan invidu lagi atau dengan kelompok lain.

Dalam kebudayaan tercermin segala fenomena nan bernilai dan berharga. Begitu eratnya interaksi manusia dengan kebudayaan sehingga manusia pada hakikatnya disebut makhluk budaya. Pada akhirnya, ada pula nan terwujud dalam bentuk nilai dan tingkah laku.

Indonesia termasuk masyarakat beragam nan mengalami akulturasi budaya dari kultur mana pun. Ini terjadi mengingat kondisi sosiografisnya terletak di antara perlintasan sumber-sumber budaya nan sangat kuat. Itu sebabnya pada kondisi-kondisi eksklusif Indonesia terkena gegar budaya ( cultural shock ) antara menerima dan atau menolak kekinian dengan mempertahankan tradisi. Karakteristik masyarakat beragam ialah sebagai berikut.

  1. Terjadi segmentasi dalam kebudayaan nan berbeda satu sama lainnya.
  1. Memiliki struktur sosial.
  1. Sering mengalami konflik antara satu dengan kelompok lain.
  1. Integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan dalam bidang ekonomi.
  1. Adanya penguasaan politik suatu kelompok atas kelompok lain.
  1. Kemajemukan sebab disparitas geografis.

Adapun bentuk hubungan sosialberupa interaksi timbal balik antara individu dengan individu lainnya, antara kelompok dengan kelompok, dan antara individu dengan kelompok nan terdapat dalam masyarakatnya.

Bentuk-bentuk hubungan sosial tersebut, membuktikan bahwa manusia ialah makhluk sosial. Tidak akan terjadi hubungan apabila salah satu keduanya tak ada nan memulai buat berinteraksi. Hubungan sosial biasanya didasari atas berbagai faktor. Berikut beberapa faktor nan mempengaruhi hubungan sosial.

1. Imitasi

Proses imitasi ialah proses peniruan. Individu pertama kali melakukan imitasi pada waktu masih kecil, di dalam lingkungan keluarga. Anak biasanya akan meniru tindakan orang tua, seperti cara bicara, cara makan, cara berpakaian, dan sebagainya. Berikutnya, proses imitasi di lingkungan luar.

Proses imitasi dapat sebab beberapa kemungkinan. Semakin kompleks suatu masyarakat dan tingginya interaksi, maka akan mengakibatkan dorongan proses imitasi pada masyarakat.

Proses imitasi bisa terjadi sebab rasa tertarik, kagum kepada seseorang, sehingga individu tersebut melakukan peniruan. Imitasi dapat mengarah pada hal-hal nan bersifat negatif dan positif. Agar tak terjadi akibat dan imbas negatif, maka perlu ditanamkan kebiasaan dan anggaran di masyarakat.

Bentuk-bentuk hubungan sosial tersebut bisa dilihat dari manusia sejak lahir, dimulai dari lingkungan nan paling kecil, yaitu keluarga. Semakin bertambah usianya maka bentuk-bentuk interaksinya semakin luas dan lingkungannya pun semakin luas.

2. Identifikasi

Proses identifikasi sama dengan proses pada imitasi. Namun, pada proses identifikasi ini bukan hanya peniruan fisik dan kelakuan, tapi dapat sampai proses kejiwaan. Bagaimana seseorang sudah menganggap dirinya sama seperti nan diidolakan.

Contohnya seorang individu mengidolakan seorang penyanyi. Ia melakukan proses imitasi sampai dengan pengidentifikasian dirinya sama dengan sang artis. Seorang anak nan dekat dengan salah satu orang tuanya, suka mengidentifikasikan dirinya menjadi sama dengan nan diidolakannya. Bentuk-bentuk hubungan sosial tersebut biasanya dilakukan manusia semenjak masih kecil juga, sama dengan proses imitasi. Keduanya saling berkaitan.

3. Sugesti

Sugesti ialah rangsangan atau stimulus nan diberikan oleh seseorang, sehingga individu nan diberi sugesti menurut dan mengikuti apa nan dikehendaki. Bentuk sugesti dapat berupa saran, pendapat, atau pertanyaan.

Contohnya, sugesti dapat dari individu ke individu, individu ke kelompok, dan kelompok ke kelompok lainnya. Sugesti dapat juga sebab dipengaruhi oleh iklan-iklan di televisi, majalah, dan sebagainya. Sugesti cenderung bersifat irasional.

Bentuk-bentuk hubungan sosial tersebut membuktikan bahwa manusia sebagai makhluk sosial sebab sifat alamiah manusia itu sendiri. Manusia membutuhkan sugesti dalam hidupnya.

4. Motivasi

Motivasi hampir mirip dengan sugesti. Namun, motivasi lebih cenderung positif, saran, atau stimulus nan diberikan dan dilakukan secara kritis, rasional, dan penuh dengan tanggung jawab. Bentuk-bentuk hubungan sosial tersebut sama dengan sugesti. Manusia dapat berinteraksi dengan orang lain sebab ada motivasi buat melakukan interaksi.

5. Simpati

Simpati ialah proses kejiwaan, di mana seorang individu merasa tertarik dengan seseorang atau sekelompok orang sebab sikap, penampilan, perbuatan, dan wibawanya. Perasaan simpati seorang pria kepada wanita tak akan menutup kemungkinan benih-benih cinta bersemi. Bentuk-bentuk hubungan sosial tersebut dilakukan sebab manusia memang membutuhkan simpati dari orang lain, baik dari individu atau dari kelompok lainnya.

6. Empati

Empati mirip dengan simpati. Akan tetapi, bukan hanya perasaan kejiwaannya saja, ikut merasakan dibarengi dengan respon tubuh. Misalnya, jika orang tua mitra meninggal dunia, maka duka nan mendalam ikut dirasakan, sama-sama merasa kehilangan.

Dari klarifikasi tersebut, bisa diketahui bahwa proses terjadinya asimilasi pada budaya bisa terjadi bagi masyarakat nan majemuk. Untuk itu, perlu adanya sikap nan bisa mendukung asimilasi tersebut, yaitu sikap toleransi nan tinggi.

Jadi, tingginya toleransi masing-masing individu dari dua atau lebih kebudayaan nan berbeda merupakan cikal bakal munculnya proses asimilasi budaya. Sebaliknya, kelompok-kelompok eksklusif nan menutup diri dan kurangnya pemahaman terhadap perubahan kebudayaan nan terjadi, menjadi faktor penghalang dari terjadinya asimilasi tersebut.

Selain adanya toleransi nan tinggi, sikap terbuka dari individu atau golongan nan berkuasa dalam sebuah masyarakat, juga merupakan cikal-bakal nan mendorong terjadinya asimilasi budaya. Demikian halnya jika terjadi perkawinan antara dua kelompok berbeda menjadi faktor pencetus munculnya proses asimilasi pada budaya.

Sementara faktor-faktor nan dianggap sebagai penghalang buat terjadinya asimilasi budaya, selain nan telah diuraikan sebelumnya, antara lain ialah munculnya berpretensi negatif terhadap kebudayaan tertentu.

Pikiran-pikiran negatif terhadap kebudayaan eksklusif jelas menjadi faktor penghalang proses asimilasi budaya sebab sikap seperti ini biasanya membuat seseorang atau sekelompok manusia terlalu berhati-hati, sehingga hubungan budaya menjadi kaku dan cenderung saling bertahan dengan kebudayaan masing-masing.