Penulis Kontroversial Ayu Utami

Penulis Kontroversial Ayu Utami



Karir Musik dan Literatur Dewi Lestari

Anda pernah dengar nama Dewi Lestari? Wanita nan selalu tampil dengan rambut pendek ini ialah salah satu penulis novel Indonesia nan sangat diperhitungkan di global literasi. Namanya selalu dikait-kaitkan dengan novel memukai berjudul Supernova.

Wanita nan lahir di Bandung pada 20 Januari 1976 ini mulai dikenal saat ia bergabung dengan grup vokal wanita bernama RSD (Rida Sita Dewi). Sebelumnya, lulusan jurusan Interaksi Internasional di Universitas Parahyangan ini sudah pernah menyanyi sebagai backing vocal. Chrisye dan band Java Jive ialah dua nama besar nan pernah bekerja sama dengan wanita nan akrab dipanggil “Dee” ini.

Sekitar Mei 1994, RSD terbentuk dan meluncurkan album perdana pada tahun 1995 berjudul “Antara Kita”. Pada tahun 1997, album kedua berjudul “Bertiga” dilempar ke pasaran. Setelah itu muncul pula album “Satu” di tahun 1999. Setelah cukup lama di global musik, RSD meluncurkan album “The Best of Rida Sita Dewi” di tahun 2002. Dewi Lestari sendiri pernah bersolo karir dengan album “Out of Shell” di tahun 2006 dan album “RectoVerso” pada 2008. Lagu andalannya nan sempat melejit di sekitar tahun 2009 ialah “Malaikat Juga Tahu”.



Literasi

Di global literasi atau kepenulisan, Dewi “Dee” Lestari sudah aktif menulis sejak jauh sebelum Supernova terbit. Ia pernah menulis beberapa cerita di berbagai media. Contoh karya-karya terdahulu dari penulis novel Indonesia ini ialah cerpen “Sikat Gigi” nan dimuat oleh bulletin Ventilasi Newsletter, atau tulisan berjudul “Ekspresi” buat Majalah Gadis, dan juga cerbung “Rico the Coro” nan pernah dimuat di Majalah Mode.

Karir menulisnya mulai meningkat pesat begitu ia beralih profesi sebagai penulis novel. Berikut ini beberapa novel karya Dewi Lestari :
• Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh, diterbitkan pada 16 Februari 2001 dan terjual lebih dari 75000 eksemplar. Sekitar Maret 2002, novel ini dibuat dalam versi bahasa Inggris. Supernova juga sempat menjadi nominasi dalam KLA (Katulistiwa Literary Award).
• Supernova 2: Akar, diterbitkan pada 16 Oktober 2002. Novel nan menggunakan gambar/lambang Omkara (aksara kudus dalam umat Hindu) ini sempat mendapat protes dari para umat dan pemuka agama Hindu. Hal ini dianggap melecehkan agama mereka. Akhirnya buat novel “Akar” pada cetakan selanjutnya tak menggunakan lambang ini lagi.
• Supernova 3: Petir, diterbitkan pada tahun 2005 dan memunculkan 4 tokoh baru, salah satunya ialah Elektra, wanita nan menjadi tokokh sentral di novel karya Dee ini.
• RectoVerso, diterbitkan tahun 2008. Novel ini mengusung konsep fiksi dan musik, sebab di karya penulis novel Indonesia nan satu ini, terdapat 11 cerita dan 11 musik nan saling berhubungan.



Penulis Kontroversial Ayu Utami

Ayu Utami merupakan penulis nan melambungkan karya pertamanya lewat novel “Saman” nan sukses menjadi kampiun lomba penulisan novel DKJ pada tahun 2001. Novel ini bercerita tentang politik pada tahun 1965 dan percintaan antara empat perempuan dengan pasangan mereka.

Penulis nan mengklaim dirinya sebagai feminis ini sempat menuai kontroversi sebab karyanya nan menyulut polemik antara para pakar sastra nan memahami konsep feminisme dengan konsep feminis nan diusungnya dalam berbagai cerita dalam novelnya.

Karya-karya nan sudah dibaca oleh banyak pembaca sastra di Indonesia ialah “Saman”, “Larung”, “Bilangan Fu”, “Manjali dan Cakrabirawa”, dan “Lalita”. Karyanya nan terakhir banyak menuai pertanyaan mengenai kualitas tulisannya nan semakin menurun. Selain itu, ia juga menuai kontroversi pada pernikahannya nan pada awalnya dihindari oleh penulis tersebut.



Penulis Sensual Djenar Maesa Ayu

Penulis nan satu ini tak kalah kontroversial dengan Ayu Utami sebab karya-karyanya nan menuai tema seksualitas dan beberapa orang menganggap karyanya terlalu vulgar. Namun, Djenar dapat mengatasi komentar-komentar tersebut dengan membuat film dari kumpulan cerpennya nan berjudul “Mereka Bilang Saya Monyet” nan dimainkan oleh Titi Sjuman.

Penulis ini sering juga berkompilasi dengan penulis lainnya dan kemudian menerbitkan bukunya nan berjudul “1 Perempuan dan 14 Laki-laki”. Karya-karya nan sudah dipublikasikannya antara lain ialah “Nayla”, “Mereka Bilang Saya Monyet”, “Jangan Main-main dengan Kelaminmu”, dan masih banyak lagi karya nan dianggap sebagai karyanya nan kontroversial.



Penulis Terpanas Andrea Hirata

Penulis nan berasal dari Belitong ini mulai menulis dan memublikasikan bukunya hingga akhirnya banyak orang menyukai bukunya. Buku nan berjudul “Laskar Pelangi” dibuat film dan sukses menarik penonton dengan jumlah nan sangat banyak.

Selain itu, karyanya pun kemudian diterbitkan di luar negeri dan sukses menarik angka penjualan nan juga tidak kalah dengan angka penjualan di Indonesia. Sayangnya, reaksi para kritikus dan pakar sastra tak sama dengan apresiasi nan dihadirkan oleh pembaca setianya.

Baru-baru ini, Andrea Hirata melaporkan kasusnya kepada pihak nan berwajib sebab merasa terganggu oleh berbagai kritikan dan pendapat para pakar sastra tentang kata-kata dan berbagai pernyataannya mengenai karya sastra di Indonesia, khususnya mengenai karya nan mendapatkan penghargaan dari luar negeri.

Terlepas dari hal tersebut, Andrea Hirata juga pernah memberikan kontribusi terhadap pembaca Indonesia dalam hal menghibur para pembaca buat dapat menikmati karya nan ideal dan tentu saja happy ending.



Penulis Novel Popular

Penulis novel Indonesia terdiri atas tiga golongan, yakni golongan penulis nan bergenre sastra serius, sastra popular, dan sastra abu-abu (mengolaborasikan kedua golongan tersebut).

Beberapa karya sastra serius selalu menjadi perbincangan nan hangat dan tak pernah berhenti sepanjang sastra Indonesia masih ada. Karya-karya tersebut diperbincangkan di global sastra oleh para pembaca khusus, para kritikus, pakar sastra, dan tentu saja media massa di kalangan sastra serius.

Sementara itu, karya sastra popular memiliki jumlah pembaca nan nisbi lebih banyak dibandingkan dengan karya sastra serius. Hal ini disebabkan oleh masyarakat Indonesia nan masih memiliki kemampuan membaca berbagai karya sastra nan bersifat ringan.

Beberapa karya sastra popular juga biasanya lebih mudah dijadikan film dibandingkan dengan karya sastra serius. Oleh karena itu, jumlah pembaca dan jumlah penontonnya pun banyak sekali. Beberapa penulis novel nan bergenre popular ini antara lain ialah Radhitya Dika nan menulis “Kambing Jantan”.

Sementara itu, jumlah penulis abu-abu lebih sedikit dan sporadis dibicarakan di media publik, kecuali jika penulisnya merupakan seorang publik figur nan sebelumnya berkecimpung di global seni. Seperti halnya Melly Goeslaw nan sempat dua kali menulis buku dan selalu laku oleh penggemarnya.

Selain itu, penulis abu-abu nan terkenal juga kebanyakan ialah perempuan, seperti halnya Henny Purnama Sari nan menulis novel “Berkubang Liang” dan Fira Basuki nan menulis “Pintu”, “Atap”, dan “Jendela”.

Dari ketiga golongan tersebut, sebenarnya nilai-nilai sastra dapat diambil baik secara utile maupun secara dulce. Namun, ranah sastra serius sepertinya dianggap sebagai strata paling tinggi dari novel-novel Indonesia sebab mendalami hakikat kehidupan secara lebih mendalam dibandingkan dengan sastra popular maupun abu-abu.