Sejarah Kereta Barah Indonesia-Stasiun Kereta Api

Sejarah Kereta Barah Indonesia-Stasiun Kereta Api

Tidak semua orang tahu tentang sejarah kereta api, meskipun hampir semua orang pernah menaikinya, baik kelas ekonomi, kelas bisnis, maupun kelas eksekutif. Di beberapa negara, kereta barah menjadi kendaraan generik nan paling digemari. Di Indonesia, kereta barah akan diburu penumpang saat Hari Raya atau liburan sekolah.

Kereta barah merupakan alat transportasi massal nan umumnya terdiri atas lokomotif dan rangkaian kereta atau gerbong nan ukurannya luas sehingga mampu memuat banyak penumpang atau barang. Awalnya, kereta barah berbentuk kereta kuda dengan satu rangkaian. Kemudian, kereta kuda itu menarik lebih dari satu rangkaian dan berjalan di rel sehingga orang-orang menyebutnya kuda besi.

Richard Trevithick membuat mesin lokomotif nan dirangkaikan dengan kereta nan kemudian disempurnakan oleh George Stephenson dan menjadi cikal bakal mesin kereta api. Penyempurnaan terus dilakukan hingga Rudolf Diesel membuat kereta pi diesel. Pada 1960-an, Jepang mengoperasikan Kereta Barah Ekspress Shinkanzen.



Sejarah Kereta Api-Lokomotif, Cikal Bakal Kereta Barah Modern

Lokomotif merupakan loka mesin penggerak kereta api. Berdasarkan mesinnya, lokomotif dibagi menjadi lima, yaitu lokomotif uap (cikal bakal mesin kereta api. Bahan bakar lokomotif jenis ini biasanya kayu bakar atau batu bara), lokomotif diesel mekanis (sumber tenaganya ialah mesin diesel), lokomotif diesel elektrik (lokomotif nan paling banyak populasinya.

Mesin diesel digunakan buat memutar generator agar mendapat energi listrik), lokomotif diesel hidrolik (menggunakan mesin diesel buat memompa oli nan akan disalurkan ke perangkat hidrolik buat menggerakkan roda kereta), dan lokomotif listrik (tenaga listrik pada lokomotif ini diperoleh dari kabel transmisi di jalur kereta api).

Dari lima lokomotif di atas, lokomotif uaplah nan paling populer. Ada pun bagian-bagian lokomotif upa ialah tungku pembakaran kayu bakar atau batu bara, ketel uap air, tender (tempat buat batu bara atau kayu bakar dan tandon air), roda penggerak, piston uap air penggerak roda, ruang masinis, tender gandengan buat batu bara dan air, roda penggerak, roda penunjang, dan cerobong.

Sekitar abad XIX, lokomotif ini mencapai puncak kejayaan dengan berbagai jenis artikulasi roda penggerak, yaitu lokomotif jenis mallet (artikulasi roda penggerak berada di bawah tungku, roda penggerak depan mendapatkan tekanan uap nan tinggi, kemudian disalurkan ke roda penggerak di belakangnya, dan roda penggerak depan bisa berbelok arah sinkron dengan kurva belokan rel.

Penemu sistem ini ialah Anatole Mallet), lokomotif jenis garratt (artikulasi roda penggerak berada di bawah tender depan dan tender belakang. Penemu sistem ini ialah Garratt) dan lokomotif jenis meyer (artikulasi roda penggerak berada di bawah tungku, serta roda penggerak depan dan belakang mendapatkan tekanan uap nan sama. Penemu sistem ini ialah Jean-Jacques Meyer.

Seiring perkembangan zaman, penyempurnaan lokomotif semakin berkembang. Penyempurnaan itulah nan membuat lokomotif berubah menjadi kereta api. Hingga kini, ada beberapa jenis kereta barah nan dikenal oleh masyarakat.

Dari segi rel, kereta barah dibagi menjadi kereta barah rel konvensional (kereta barah nan generik dijumpai dan menggunakan rel nan terdiri atas dua batang besi nan diletakkan di bantalan) dan kereta barah monorel (kereta barah nan jalurnya tak seperti jalur kereta barah nan sering dijumpai. Rel kereta barah jenis ini hanya terdiri atas satu batang besi).

Dari segi permukaan tanah, kereta barah dibagi menjadi kereta barah permukaan atau surface (kereta barah nan berjalan di atas tanah), kereta barah layang atau elevated (kereta barah nan berjalan di atas dengan donasi tiang-tiang), dan kereta barah bawah tanah atau subway (kereta barah nan berjalan di bawah permukaan tanah dengan membangun terowongan-terowongan).



Sejarah Kereta Barah Indonesia

Munculnya kereta barah di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta barah oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J. Baron Sloet van den Beele, di Desa Kemijen pada 17 Juni 1864. Pembangunan ini diprakarsai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) nan dipimpin oleh Ir. J.P. de Bordes.

Keberhasilan NV. NISM mendorong investor buat membangun jalan kereta barah lain. Selain di Jawa, pembangunan jalan kereta barah dilakukan di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Sumatra Selatan. Pada 1922, jalan kereta barah dibangun di Sulawesi dengan rute Makassar-Takalar. Pembangunan jalan ini juga dilakukan di Bali dan Lombok.

Kereta barah pertama di Indonesia dibuat pada 1867 dengan rute Semarang-Tanggung oleh NV. NISM atas permintaan Raja Willem I buat keperluan militer dan pengangkatan hasil bumi. Pada 1876, Pemerintah Kolonial Belanda membangun beberapa jaringan kereta barah buat mengirimkan hasil bumi dari Indonesia. Pengiriman ini dipusatkan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Saat Belanda menyerah pada Jepang, pembangunan jalan kereta barah diteruskan oleh Jepang. Penduduk pribumi dikerahkan sebagai pekerja Romusha buat membuat jalan kereta barah nan melintasi rawa-rawa, perbukitan, dan sungai berarus deras. Maka tak heran, banyak penduduk pribumi nan tewas di sepanjang jalur kereta barah tersebut.

Setelah Indonesia merdeka, karyawan kereta barah nan tergabung dalam Angkatan Moeda Kereta Barah (AMKA) mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari tangan Jepang nan terjadi pada 28 September 1945. Orang Jepang tak boleh lagi campur tangan dalam urusan perkeretaapian Indonesia. Kemudian tanggal itulah ditetapkan sebagai Hari Kereta Barah Indonesia dan dibentuknya Djawatan Kereta Barah Republik Indonesia (DKARI).

Pada 1963, DKARI diubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Barah (PNKA). Kemudian PNKA diubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Barah (PJKA) pada 15 September 1971. Pada 2 Januari 1991, PJKA diubah menjadi Perusahaan Generik Kereta Barah (Perumka).

Perumka diubah lagi menjadi PT Kereta Barah (Persero) pada 1998. Sayangnya, nama ini hanya bertahan selama dua tahun sebab pada Mei 2010, namanya diubah lagi menjadi PT Kereta Barah Indonesia (Persero).



Sejarah Kereta Barah Indonesia-Stasiun Kereta Api

Berbicara tentang kereta api, tentu tak lepas dari stasiun. Stasiun merupakan loka buat menaikkan atau menurunkan penumpang kereta api. Fasilitas nan ada di stasiun kereta barah umumnya terdiri atas pelataran parkir di depan stasiun, loka penjualan tiket, loket informasi, peron atau ruang tunggu, ruang kepala stasiun, dan ruang PPKA (Pengatur Perjalan Kereta Api) beserta peralatannya.

Akan tetapi buat stasiun nan lebih besar, pengelola menambahkan beberapa fasilitas demi kenyaman para penumpang dan calon penumpang, seperti ruang tunggu ber-AC, restoran, toilet, mushala, dan wahana keamanan.

Stasiun kereta barah dibagi menjadi dua, yaitu stasiun kecil (memiliki tiga jalur rel kereta barah nan menyatu di ujung-ujungnya) dan stasiun besar (memiliki lebih dari empat jalur rel kereta api). Di stasiun Indonesia, ada ruang tunggu penumpang bernama peron. Peron ini dibagi menjadi dua, yaitu peron lama atau peron rendah (sebelum Perang Global II) dan peron baru atau peron tinggi (setelah proklamasi).

Stasiun-stasiun di Indonesia dibangun antara 1880-1940 pada zaman Hindia Belanda. Arsitektur bergaya Eropa sangat kental di stasiun-stasiun besar di Indonesia, seperti Stasiun Semarang Tawang, Stasiun Karanganyar, Stasiun Solo Balapan, Stasiun Surabaya Kota, Stasiun Bogor, Stasiun Bandung, Stasiun Yogyakarta, Stasiun Madiun, Stasiun Cikampek, Stasiun Surabaya Gubeng, Stasiun Gambir, Stasiun Jatinegara, Stasiun Tanjung Priok, Stasiun Pasar Senen, Stasiun Cirebon, Stasiun Purwokerto, Stasiun Jakarta Kota, Stasiun Pasar Turi, Stasiun Malang, dan Stasiun Manggarai.

Demikianlah klarifikasi singkat tentang sejarah kereta api. Semoga klarifikasi ini bisa menambah wawasan tentang perkeretaapian. Selamat menikmati kereta api!