Melatih Kualitas Keimanan

Melatih Kualitas Keimanan

Banyak orang nan mengeluh ketika ia menunggu sebuah penantian nan tertunda datangnya kepadanya. Mereka menagih janji Tuhan tentang pengabulan atas doa-doa nan pernah mereka pinta kepada Tuhan sinkron keyakinan agama mereka masing-masing.

Mereka menganggap seolah-olah Tuhan lupa akan janji pengabulan pinta mereka. Padahal, sesungguhnya tak ada sifat lupa bagi Tuhan. Dia hanya menunda dan meminta kita bersabar buat sebuah realisasi atas penantian nan tertunda.

Pernah tak mendengar seseorang mengeluh tentang bagaimana kesalnya ia menunggu sesuatu nan ia nanti-nantikan, namun tidak kunjung ia dapatkan? Misalnya, seorang karyawan mengeluh tentang permohonan kenaikan gaji kepada atasannya setelah sekian lama mengabdi di perusahaan loka ia bekerja.

Namun kenyataanya, bulan-bulan terus berlalu hingga berganti tahun pun asa karyawan tersebut tak kunjung terjadi. Permohonannya kepada atasannya belum juga diterima dan dikabulkan sebagaimana nan ia harapkan.

Atau pada kasus lain seperti seorang pemuda atau gadis lajang nan hamper-hampir berputus harapan sebab belum dipertemukan dengan jodoh nan diharapkan. Berganti-ganti pasangan, namun tetap saja tak ada nan berujung pada sebuah pernikahan dan membangun mahligai rumah tangga seindah harapan-harapan mereka.

Tak sporadis mereka menangis saat meminta kepada Tuhannya buat segera dipertemukan dengan pasangan hidupnya. Sungguh realita-realita seperti itu banyak kita temukan di perjalanan kehidupan manusia.



Bersabar Terhadap Penantian nan Tertunda

Ini bukan sebuah teori nan mengatasnamakan agama tertentu. Pemberlakuan sebuah teori tentang kesabaran itu ialah universal. Tidak memihak atau menjurus kepada keyakinan agama tertentu.

Semua orang nan berlandaskan keyakinan agama mana pun jelas selalu diingatkan buat bersabar menanti sebuah penantian nan tertunda. Setiap orang diperkenankan buat berharap, dipersilakan buat meminta kepada Tuhannya. Namun ada syaratnya, yaitu bersabar menunggu permintaan-permintaan itu dikabulkan.

Tuhan nan maha pintar itu bukan zat nan memutuskan segala sesuatu tanpa pertimbangan. Tentu saja ketika Dia mengabulkan sebuah harapan, sebuah penantian maka sine qua non "pertimbangan-pertimbangan" nan absolut kebenarannya buat manusia.

Bisa saja sebuah seseorang sengaja dibiarkan buat menunggu beberapa waktu sebelum harapannya dikabulkan, dapat juga asa tersebut diganti dengan perwujudan sebuah fenomena nan lebih indah. Tujauannya jelas membahagiakan umatnya.

Penatian nan tertunda pengabulannya bukan berarti pengabulan itu sama sekali tak terlaksana pengabulannya. Namun, sifatnya ialah menunggu. Menunggu dalam antrean daftar orang-orang ikut memohon kepada Tuhannya buat segala harapan-harapannya.

Sebuah penantian nan tertunda pengabulannya niscaya akan memberi kebahagiaan pada seseorang dikemudian hari. Initinya ialah masalah waktu nan tepat buat perwujudannya. Bersabar ialah cara nan paling ampuh menanti setiap penantian-penantian akan sebuah harapan.

Semakin bersabar, maka Tuhan akan semakin jiwa akan semakin higienis dan tak terkontaminasi terhadap segala bentuk penyakit hati nan dapat merusak pikiran. Orang nan tak bersabar tentu akan menanamkan rasa jelek sangka di dalam dirinya terhadap kebijakan-kebijakan Tuhan nan menunda-nunda pengabulan asa sinkron permohonannya.

Namun, orang nan bersabar akan senantiasa berlapang dada menunggu waktu tiba pengharapanya. Baginya, nan mengetahui mengapa harapannya tertunda buat dikabulkan ialah Tuhannya sendiri dengan dasar-dasar pertimbangan nan terkadang tak pernah terbayangkan oleh manusia Itu sendiri.

Bersabar itu memang tak mudah. Namanya manusia diciptakan dengan akal dan nafsu, tentu saja nafsu tersebut nan sering kali menjadi biang kerok atas ketidaksabaran. Ketidakasabaran dalam menunggu nan membuat manusia menjadi mudah berputus asa.

Padahal jika ia tahu sebuah impian terwujud itu ialah bukti dari sebuah penantian nan tertunda. Tidak ada sebuah impian atau asa nan serta merta langsung terjadi, butuh waktu dalam pengabulannya. Dan cepat atau lamanya ialah relatif. Yang niscaya pengabulan asa atau impian dari sebuah penantian nan tertunda akan selalu memberi kebahagiaan bagi pemohon-pemohonnya.



Penantian Yang Tertunda Sebagai Bentuk Kesetiaan

Tidak banyak orang nan nan dapat betah menunggu dalam penantian nan entah kapan perwujudan asa dari penantian-penantian itu menjadi kenyataan. Banyak nan buru-buru berlalu dan berhenti buat berharap, berhenti untu menanti. Itu sebabnya banyak orang nan menjadi bersikap tak setia terhadap suatu kondisi.

Kesetiaan itu terlihat dari kesabaran dalam menanti. Seseorang nan menanti dalam suatu keadaan nan belum berujung pada kepastian dapat dikatakan sebagai suatu kesetiaan. Karena bagaimana mungkin ia dapat memastikan suatu keadaan apakah itu terwujud atau tidak, toh nan punya kendali atas pengabulannya tetap dari Tuhan. Ia hanya diminta buat menunggu dan tak mengenal arti meyerah.

Pendukung terbesar dari kesetiaan itu sesungguhnya ialah keyakinan nan kuat. Keyakinan bahwa penantian nan tertunda suatu waktu akan berujung pada fenomena nan membawa kebahagiaan bagi siapa saja nan bersabar dan setia.



Menanti Sebuah Penantian nan Tertunda Melatih Kualitas Keimanan

Iman itu artinya konfiden atau percaya. Konfiden atau percaya di loka ini artinya konfiden dalam perkataan lisan nan diucapkan oleh lidah, dibenarkan oleh otak, dan diaplikasikan dalam perbuatan. Dengan iman maka artinya konfiden bahwa apa nan diajarkan dalam agama atau keperyaaan itu sahih adanya, sahih peraturannya, dan sahih penempatannya bagi umatnya.

Kualitas keimanan dengan penantian nan tertunda itu ada korelasinya. Setiap asa nan diwujudkan dalam penantian nan tertunda tak lepas dari campur tangan Tuhan. Jika Tuhan berkehendak dan cocok terhadap umatnya, tentu asa itu akan segera dikabulkan.

Namun, jika memang asa atau impian itu menurut Tuhan malah akan menuju pada kejelekan nan terjadi pada umatnya maka Tuhan akan menunda pengabulannya atau mengganti perwujudan asa tersebut dengan fenomena nan lebih latif lagi.

Meyakini adanya peran serta Tuhan dalam penantian tertunda membuktikan kualitas keimanan seseorang itu baik. Maka seharusnya tak perlu protes terhadap lama atau cepatnya sebuah penantian itu terwujud kenyataanya,Toh ini hanya masalah waktu saja.

Seseorang nan belum diberi rezki melimpah, seseorang nan belum dipertemukan dengan jodohnya, seseorang nan belum meneui ajalnya meskipun ia telah tua renta dan sakit-sakitan, atau seseorang nan menunggu bertahu-tahun lamanya akan keinginannya buat memperoleh keturunan ialah realita nan sering terjadi.

Semua penantian tersebut niscaya akan terwujud namun penrwujudannya harus "dikemas" dalam sebuah penantian terlebih dahulu. Ya, penantian nan tertunda itu judulnya.

Seseorang denga kualitas keimanan nan baik tentu akan faham bahwa segala kelahiran, kematian, jodoh, dan rezeki itu ada Tuhan nan mengatur. Semua tentu akan merasakannya. Hanya saja dosis dan waktu dalam realisasinya nan bhineka satu sama lainnya. Lantas, kenapa harus protes jika penantian nan tertunda itu nanantinya kan benar-benar menjadi fenomena meskipun waktu buat menantinya tak selalu sebentar.



Bentuk-Bentuk Penantian nan Tertunda

1. Kelahiran dan Kematian

Tidak ada satu orang pun nan dapat menentukan secara niscaya tanggal kapan seseorrang lahir dengan selamat di muka bumi atau kapan seseorang harus berakhir masa tugasnya di muka bumi alias mati. Apa nan dilakukan oleh dokter atau paranormal sekalipun hanyalah sebuah perkiraan.

Sebuah fitnah nan sifatnya sekedar mereka-reka kapan kelahiran terjadi dan kapan ajal menjemput. Tidak ada pula nan dapat meminta kepada Sang Pencipta kapan buat dua hal ini. Tugas manusia hanya mempersiapkan diri hingga penantian nan tertunda ini benar-benar menjadi kenyataan.

2. Jodoh

Menemukan belahan hati hingga berujung pada pernikahan resmi pun ialah bagian dari sebuah penantian. Siapa orangnya dan kapan waktunya pun tak satu manusia pun nan berkuasa menentukannya. Cepat atau lambat ialah bagian dari sebuah penantian.

Bukankah Tuhan sudah menjanjikan bahwa sesungguhnya manusia di global ini ialah berpasang-pasangan? Jadi, tak usah mengeluh buat menunggu, jika pada akhirnya nanti semua orang akan merasakan hal nan sama, yaitu berjumpa jodoh.

3. Rezeki

Tiap orang mempunyai kadar rezekinya masing-masing. Cukup atau tak cukup itu ialah kepantasan nan diberi Tuhan buat manusia. Berusaha ialah bukti buat mempersiapkan diri terhadap datangnya rezeki. Datangnya rezeki nan diharapkan ialah bagian dari perwujudan penantian nan tertunda.

4. Kiamat

Nah ini lagi, hari akhir atau kiamat itu ialah misteri terbesar Tuhan. Dijamin tak seorang pun nan mendapat bocoran dari Tuhan tentang tanggal pastinya. Yang mereka ketahui hanya tanda-tanda datangnya hari kiamat. Maka bersabarlah, penantian nan tertunda ini niscaya akan tiba tepat pada waktunya.