Arsitektur Rumah Gadang Sumatera Barat

Arsitektur Rumah Gadang Sumatera Barat

Kebudayaan Indonesia memang kaya. Walaupun negara tetangga, Malaysia, sangat sering mengklaim kebudayaan Indonesia, Indonesia tetap kaya. Malahan ada nan menyebutkan kalau Malaysia mencoba mengklaim paling tak 7 macam kebudayaan dalam sebulannya. Sungguh tidak dapat dipercaya bahwa negara serumpun itu berusaha ‘mengambil’ budaya Indonesia sedikit demi sedikit setiap bulannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa tarian, makanan khas, baju adat, tatacara kehidupan masyarakat, hingga rumah adat di tiap-tiap daerah. Semuanya khas, berbeda, unik, dan menarik. Salah satu rumah adat nan terkenal dari Indonesia ialah rumah gadang Sumatera Barat .



Rumah Gadang Sumatera Barat – Saksi Perjuangan

Rumah gadang orisinil budaya Indonesia. Tidak seperti rumah-rumah kebanyakan, rumah gadang Sumatera Barat memiliki bentuk arsitektur nan berbeda. Fungsi dari rumah gadang juga ternyata bukan hanya berkenaan sebagai loka tinggal, melainkan digunakan buat majemuk upacara adat masyarakat Minangkabau. Dapat dikatakan bahwa rumah gadang Sumatera Barat ini ialah satu bangunan nan sangat vital bagi masyarakat Minangkabau. Mereka begitu bergantung pada rumah gadang ini.

Begitu banyak keputusan adat dan penentuan sikap terhadap segala sesuatunya terjadi di rumah gadang Sumatera Barat ini. Hal tersebut berlangsung tak saja ketika zaman telah merdeka dan pemerintah Indonesia cukup stabil. Pada saat gejolak perang kemerdekaan dan gejolak politik hingga ibukota negara Indonesia dipindahkan secara sementara ke Padang, rumah gadang Sumatera Barat ini seolah menjadi saksi nan sangat penting. Saksi nan melihat perjuangan dan semangat juang nan begitu membara nan terus menyala hingga tetes darah penghabisan.

Banyak para pahlawan menyusun taktik perang, termasuk Tuanku Imam Bonjol, di rumah gadang ini. Tumbuhkembang heroisme dan jiwa patriotisme di dada banyak pemuda kebanggaan Sumatera Barat, terjadi di rumah dengan bentuk atap seperti tanduk kerbau tersebut. Orangtua dan keluarga besar nan tinggal di rumah gadang, sangat paham bahwa keberadaan rumah gadang tersebut harus terus dilestarikan. Sudah terbukti bahwa kehidupan nan rukun nan ada di rumah gadang telah banyak melahirkan anak bangsa nan membanggakan nan menjadi tiang perjuangan kehidupan bangsa Indonesia. Sebut saja, Muhammad Hatta, Haji Agus Salim, aadalah putra-putra terbaik nan tumbuh dan sempat menyicipi kekayaan budaya dan kekentalan seni mendidik anak secara Islam nan ditumbuhkan di rumah gadang Sumatera Barat ini.



Sejarah dan Legenda Rumah Gadang Sumatera Barat

Menurut cerita, rumah gadang merupakan hasil karya tangan-tangan para pelaut. Jika diperhatikan, tiang penyangga pada rumah gadang terlihat agak miring, tak benar-benar lurus. Hal ini ternyata berkaitan dengan asal muasal rumah gadang ini diciptakan.

Pelaut nan terbiasa hayati di bahari dan terbiasa membangun sebuah kapal justru mengalami kesulitan ketika akan membangun sebuah rumah nan letaknya di darat. Maka, jadilah bangunan rumah gadang Sumatera Barat seperti sekarang ini, terlihat seperti bentuk perahu.

Ada lagi legenda nan berkisah tentang asal mula terciptanya rumah gadang Sumatera Barat ini. Tersebutlah kisah bahwa sudah dari sejak zaman dahulu orang Sumatera Barat terutama nan berada di Padang, sangat menyenangi permainan adu kerbau. Permainan adu kerbau ini sama dengan permainan adu kambing atau pun adu ayam jantan. Tentu saja para pemenangnya akan menjadi orang terpandang dan akan sangat disegani. Tidak mengherankan kalau setiap kepala rumah tangga akan mencari dan berusaha mendapatkan kerbau terbaik agar dapat menjadi pemenang.

Suatu ketika, ada seorang pangeran dari tanah Jawa nan mempunyai kerbau luar biasa. Kerbau tersebut sangat hebat sehingga mampu mengalahkan semua kerbau orang Padang. Kekaguman dan kecemasan melanda hati orang Padang. Mereka kagum bahwa sang Pangeran dari tanah Jawa itu dapat menemukan dan membesarkan seekor kerbau nan sangat gagah perkasa. Mereka cemas kalau-kalau ada niat nan lain dari sang Pangeran selain datang buat bertanding dan menang dalam pertandingan. Kecurigaan itu terbukti.

Ketika tak ada lagi kerbau milik orang Padang nan dapat bertarung, sang Pangeran tampil ke depan dan berbicara dengan semua orang nan hadir dalam arena. Dia mengatakan bahwa besok kerbaunya akan bertarung dengan kerbau pemimpin tanah Sumatare Barat. Kalau kerbau milik sang pemimpin nan ada di Sumatera Barat tidak mampu mengalahkan kerbaunya, maka tanah Sumatera Barat akan menjadi milik sang Pangeran dari tanah Jawa tersebut.

Hal itu tentu saja membuat kaget semua orang. Mereka melihat kesungguhan di mata sang Pangeran dan mereka sesungguhnya tak terlalu heran dengan apa nan diungkapkan oleh sang Pangeran. Semua orang bingung dan mereka pun berpikir keras bagaimana menemukan kerbau luar biasa nan dapat mengalahkan kerbau sang Pangeran. Hingga fajar menyingsing, tidak ada nan dapat menemukan satu ekor kerbau pun nan akan menjadi pesaing kerbau sang Pangeran.

Tiba-tiba, di arena hadir seekor anak kerbau. Semua menahan geli tetapi tidak berdaya. Tibalah waktunya bertanding. Anak kerbau itu langsung menghampiri kerbau sang Pangeran. Semua menahan napas. Mata mereka terbelalak ketika kerbau sang Pangeran tersungkur bersimbah darah dan tak lama pun mengejang lalu mati. Semua bersorak girang campur penasaran.

Setelah sang Pangeran meninggalkan tanah Sumatera Barat, seorang cerdik pandai pemilik anak kerbau itu mengatakan bahwa ia meletakkan sebilah pisau ditanduk anak kerbau. Anak kerbau itu mengira bahwa kerbau sang Pangeran ialah induknya. Tentunya anak kerbau itu telah dibuat kelaparan dan kehausan sepanjang hari. Mendengar keterangan sang cerdik pandai, akhirnya semua paham. Sejak saat itulah nama Minangkabau lahir nan artinya Menang Kerbau atau kerbau nan menang. Untuk menghargai si kerbau, atap rumah gadang Sumatera Barat dibuat seperti tanduk kerbau.



Arsitektur Rumah Gadang Sumatera Barat

Keunikan nan dimiliki rumah gadang meliputi semua hal. Bangunan, arsitektur, pilihan material, corak, serta fungsinya bagi masyarakat luas. Rumah gadang Sumatera Barat memiliki atap nan terbuat dari ijuk serupa dengan tanduk kerbau.

Hal ini berkaitan erat dengan filosofi masyarakat Minang terhadap kerbau nan sudah menjadi bagian dari cerita kebudayaannya. Nama Minangkabau sendiri juga berasal dari cerita rakyat Minang nan bercerita tentang seekor kerbau.

Rumah gadang Sumatera Barat dapat juga disebut rumah baanjuang . Disebut baanjuang sebab rumah gadang memiliki beberapa sayap atau bagian dalam rumah nan terpisah antara sisi kanan dan kiri atau nan disebut dengan anjuang .

Pembagian ruangan pada rumah gadang tak sama dengan rumah kebanyakan. Rumah gadang memiliki ruang nan dalam istilah masyarakat Minang disebut berlanjar . Berdasarkan ukuran rumah, ruangan dalam rumah gadang terbagi dalam beberapa tipe, yaitu ruangan berlanjar dua atau lipek pandan (lipat pandan), ruangan berlanjar tiga atau balah bubuang (belah bubung), dan ruangan nan memiliki empat lanjar atau gajah maharam (gajah terbenam).



Fungsi Rumah Gadang Sumatera Barat

Selayaknya rumah nan berfungsi sebagai loka tinggal, rumah gadang pun demikian. Rumah gadang ditinggali oleh satu keluarga besar nan tentu saja terdiri dari ayah, ibu, serta anak-anak. Di rumah gadang inilah, hubungan antara anggota keluarga terjadi.

Berdasarkan fungsinya, ruangan di rumah gadang ini terbagi menjadi beberapa ruangan. Ruang tamu nan sifatnya umum, ruang nan sifatnya semi umum, ruang buat pribadi, seperti kamar tidur, serta ruangan nan sifatnya buat membuat suatu suguhan bagi para tamu, seperti dapur.

Selain sebagai loka buat tinggal, rumah gadang Sumatera Barat berfungsi buat berbagai kegiatan upacara adat masyarakat Minang. Upacara itu terdiri dari upacara kelahiran, pengangkatan kepala adat, khitan, perkawinan, dan kematian.



Rumah Gadang Sumatera Barat Berdasarkan Keselarasan Adat Masyarakat Minang

Mirip dengan masyarakat Sumatera Utara nan mengenal sistem marga dalam setiap penamaan anggota keluarganya, masyarakat Minangkabau mengenal sistem keselarasan adat. Sistem keselarasan adat tersebut dapat disebut hukum adat. Bentuk bangunan rumah gadang Sumatera Barat nan disesuaikan dengan keselarasan adat terbagi dua, bangunan dengan sistem kelarasan Koto Piliang dan bangunan kelarasan Koto Bodi Caniago.

Bangunan dengan sistem kelarasan Koto Piliang memiliki anjuang nan terletak pada sisi kiri dan kanan bangunan rumah. Dalam hukum adat masyarakat Minang Koto Piliang, anjuang merupakan loka terhormat. Oleh sebab itu, letak anjuang pun dibuat lebih tinggi beberapa puluh sentimeter dari permukaan lantai bangunan.

Berbeda dengan Koto Piliang, Koto Bodi Caniago justru tak terlalu mengenal istilah anjuang sehingga lantai nan terdapat pada bangunan rumah gadang masyarakat hukum adat Bodi Caniago cenderung datar, rata, dan tak ada nan lebih tinggi.