Sejarah Kota Sidoarjo

Sejarah Kota Sidoarjo

Sidoarjo sangat santer belakangan ini. Membicarkan Sidoarjo maka Anda tentu akan langsung ingat dengan tragedi lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo. Namun, ternyata Sidoarjo takhanya identik dengan lumpur. Banyak hal lain ternyata. Apa nan Anda ingat, jika Anda mendengar "Kota Petis"? Ya, Kabupaten Sidoarjo nan niscaya akan ada di benak Anda. Sahih sekali.



Sidoarjo dan Kekhasannya

Sidoarjo memang sering kali dikenal juga dengan sebutan itu. Jika sudah di Sidoarjo, jangan lupa Anda mencari oleh-oleh khas daerah sana, seperti Bandeng Asap dan Kerupuk Udang nan terkenal gurih dan mantap. Melihat oleh-oleh khas Sidoarjo nan semuanya berasal dari laut; Bandeng dan Udang, sebab memang di bagian Selat Madura ini, tepat di sebelah Timur, ialah loka atau daerah penghasil ikan, udang dan juga kepiting nan sangat melimpah.

Sehingga dari sini, pemerintah Sidoarjo mengabadikan gambar Udang dan Bandeng dalam logo Kabupaten Sidoarjo. Kita mafhum, bahwa dari logo Kabupaten Sidoarjo ini, menunjukan bahwa Bandeng dan Udang ialah komoditi dari sektor perikanan nan primer dari kota ini.

Jika dilihat dari segi industri, Sidoarjo dapat dibilang cukup pesat, mengingat lokasinya nan berdekatan dengan pusat bisnis di sekitar kawasan Indonesia Timur (Surabaya). Sidoarjo juga dekat dengan Pelabuhan Bahari Tanjung Perak juga dengan Bandar Udara Juanda, nan kita sama-sama tahu memiliki sumber daya manusia nan cukup produktif dan dilihat dari kondisi sosial politiknya serta keamanannya, Sidoarjo nisbi stabil.

Itulah nan menjadi salah satu poin krusial Sidoarjo, sehingga dapat dengan mudah menarik minat investor buat menanamkan modalnya di Sidoarjo. Tidak hanya bisnis besarnya saja nan berkembang pesat, dari sektor industri kecil juga ikut berkembang cukup baik. Sebut saja sentra industri kerajinan tas dan koper di Tanggulangin, industri sandal serta sepatu di Wedoro dan sentra industri kerupuk di Telasih-Tulangan.

Berbicara mengenai masakan nan ada di Kabupaten Sidoarjo, selain Bandeng dan Udang nan disebutkan di atas tadi, ialah Kupang Lontong Sidoarjo plus sate kerangnya, ada juga Bandeng presto khas Sidoarjo.



Geografis Sidoarjo

Secara geografis, Kabupaten Sidoarjo tepat berada di dataran rendah. Kota Delta, ialah sebutan nan lain buat Kabupaten Sidoarjo. Mengapa dapat disebut demikian? Karena Kabupaten Sidoarjo persis berada di antara dua sungai nan cukup besar. Sungai itu ialah pecahan dari Kali Brantas, yakni Kali Mas dan Kali Porong.

Kota Sidoarjo ada di selatan Surabaya, jika merujuk pada garis geografis, kedua kota ini, seperti menyatu saja.



Sejarah Kota Sidoarjo

Kota Sidoarjo pada awalnya dikenal sebagai pusat Kerajaan Janggala. Sidokare ialah nama lain pada masa Hindia Belanda buat daerah Sidoarjo. Tercatat nama R. Ng. Djojohardjo nan memimpin Sidokare pada masa itu, selaku patih. Namun pada 1859, atas Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 9/1859 tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No. 6, Kabupaten Surabaya dipecah menjadi dua bagian, Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokari (Sidoarjo).

Adalah putra dari R.A.P. Tjokronegoro, Bupati Surabaya, bernama R. Notopuro atau nan sekarang bergelar dan diganti dengan R.T.P Tjokronegoro (yang berasal dari kesepuhan) diangkat menjadi pemimpin Sidokare. Nama Kabupaten Sidokare nan dianggap kurang bagus dalam hal bunyi, kemudian pada 28 Mei 1859 diganti menjadi Kabupaten Sidoarjo.

Di tahun 1862, R. Notopuro mati dan kepemimpinan Sidoarjo digantikan oleh kakak almarhum, Bupati R.T.A.A Tjokronegoro II nan diangkat satu tahun kemudian. Pada 1883, Tjokronegoro pensiun, dan digantikan oleh R.P. Sumodiredjo nan merupakan pindahan dari Tulungagung. R.P. Sumodiredjo hanya sempat memimpin Sidoarjo sampai 3 bulan saja, sebab mati pada tahun itu juga.

Untuk menggantikan posisi R.P. Sumodiredjo, diangkatlah R.A.A.T. Tjondronegoro I sebagai gantinya. Pada kisaran 8 Maret 1942 hingga 15 Agustus 1945 (dalam masa pendudukan Jepang) daerah delta Sungai Brantas termasuk Sidoarjo, dikuasai Militer Jepang, oleh pimpinan Kaigun, tentara Bahari Jepang. Kemudian Jepang mulai menyerah pada sekutu, pada tanggal 15 Agustus 1945.

Satu tahun kemudian, giliran Belanda nan mulai aktif kembali berusaha buat merebut dan menduduki daerah jajahannya. Saat Belanda sukses menduduki Gedangan, kemudian pemerintah Indonesia langsung memindahkan pusat pemerintahan Sidoarjo ke Porong. Daerah Dungus nan berada di Kecamatan Sukodono diperebutkan antara Indonesia dengan Belanda. Dan pada bulan Desember 1946, Belanda mulai menyerang kembali kota Sidoarjo dengan agresi nan dilancarkan dari jurusan Tulangan.

Indonesia kalah. Mau tak mau, Sidoarjo jatuh ke tangan Belanda pada saat itu juga. Dengan terpaksa, pemerintahan Sidoarjo dipindah lagi ke daerah Jombang. Recomba ialah nama lain dari pemerintahan pendudukan Belanda, nan berusaha membentuk pemerintahan seperti pada masa kolonial. Kemudian baru terbentuk Negara Jawa Timur, saat itu bulan November 1948.

Jawa Timur ialah salah satu bagian dalam Negara Republik Indonesia. Sementara Sidoarjo masih berada di bawah tekanan dan kekuasan pemerintahan Recomba hingga pada masa 1949. Dari hasil Konferensi Meja Bundar, nan dilakukan pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda menyerahkan kembali Negara Jawa Timur kepada pemilik sahnya, yaitu Republik Indonesia. Dengan demikian daerah delta Berantas absah menjadi daerah Republik Indonesia lagi.



Sidoarjo Kini Berlumpur

Membaca sejarah Kabupaten Sidoarjo di zamannya dulu, membayangkan Sidoarjo penuh pesona dan kemajuan pada masa itu. Namun, kini, Sidoarjo sekarang, sudah lain dan berbeda 180 derajat dari Sidoarjo masa lalu. Sidoarjo sudah tidak lagi tenang. Apa sebab? Karena sebagian wilayah Sidoarjo sekarang sudah tertimbun oleh lumpur. Lumpur lapindo, atau Banjir Lumpur Panas Sidoarjo.

Peristiwa kelam itu terjadi sejak tanggal 29 Mei 2006 hingga kini. Musibah itu ialah peristiwa penyemburan lumpur panas, tepat di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas Inc nan berada di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Akibat semburan lumpur itu, kawasan permukiman, pertanian, dan industri nan berada di wilayah tiga kecamatan di sekitarnya, jelas memengaruhi aktivitas dan melumpuhkan perekonomian di Jawa Timur. Jika kita melihat Sidoarjo dari atas, maka Sidoarjo akan terlihat seperti lautan lumpur nan makin membesar. Saat ini tengah diupayakan pencegahan lupur lapindo agar tak meluas lagi, salah satunya dengan membuat tanggul-tanggul dan menimbun lumpur dengan tanah.

Kenapa semburan lumpur Lapindo dapat terjadi? Ada dugaan, semburan lumpur panas, diakibatkan aktivitas pengeboran nan dilakukan PT. Lapindo Brantas di sumur tersebut. Dari pengakuan pihak Lapindo Brantas, mereka memunyai dua teori mengenai penyebab Lumpur lapindo dapat menyembur.

Pertama, kemungkinan, semburan lumpur berhubungan dengan kesalahan mekanisme dalam kegiatan pengeboran. Dan nan kedua, semburan lumpur kebetulan terjadi bersamaan dengan pengeboran dampak sesuatu nan belum diketahui. Namun banyak pendapat dan peneliti nan condong ihwal kejadian itu disebabkan dampak pengeboran.

Nah , demikianlah sekelumit tentang Kabupaten Sidoarjo mulai dari sejarahnya nan panjang, hingga peristiwa nan menimpa Sidoarjo kini. Semoga ada sesuatu nan bermanfaat nan dapat dipetik dari artikel ini.



Sidoarjo, Lautan Lumpur

Sudah enam tahun (tepatnya sejak 29 Mei 2006) Dusun Balongnongo, Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten [kwd]Sidoarjo[/kwd] terendam lumpur panas. Lumpur panas nan juga dikenal dengan nama Lumpur Lapindo ini menyembur di lokasi pengeboran sebuah perusahaan bernama Lapindo Brantas di Porong, 12 kilometer dari Sidoarjo.

Titik awal semburan berjarak cukup dekat (150 meter) dari sumur Banjar Panji-1, sebuah sumur eksplorasi gas kepunyaan Lapindo Brantas. Ini menyebabkan banyak pihak menduga bahwa semburan lumpur ini terjadi sebagai dampak aktivitas pengeboran di lokasi terkait. Terlepas dari apa pun penyebab lumpur panas ini menyembur, masyarakat Sidoarjo-lah nan terkena getahnya.

Akibat semburan lumpur panas nan terus membanjiri Sidoarjo, kawasan pertanian, permukiman, serta pertanian tergenang. Ditambah, lokasi semburan lumpur panas ini berada tidak jauh dari jalan raya Surabaya - Pasuruan - Banyuwangi nan merupakan jalur pantura timur, jalan raya Surabaya – Malang, serta salah satu jalur kereta barah Surabaya - Malang dan Surabaya - Banyuwangi. Hal ini, tentu saja, memengaruhi kegiatan ekonomi di Jawa Timur.



Apa Penyebab Semburan Lumpur Panas Sidoarjo?

Hingga saat ini, penyebab semburan lumpur panas di Sidoarjo masih menyisakan tanya. Karena lokasi semburan nan dekat dengan lokasi sumur Banjar Panji-1 milik Lapindo Brantas, banyak pihak menduga bahwa tragedi semburan ini ada hubungannya dengan kegiatan eksplorasi gas di sumur tersebut. Akan tetapi, pihak Lapindo Brantas memiliki dua teori terkait semburan lumpur ini.

Pertama, lumpur panas Sidoarjo hanya kebetulan menyembur bersamaan dengan pengeboran dampak suatu hal nan hingga kini belum diketahui. Kedua, semburan lumpur panas memang berkaitan dengan mekanisme nan salah dalam kegiatan pengeboran. Banyak peneliti lebih meyakini teori nan kedua.

Sumur Banjar Panji-1 sendiri dibor di Sidoarjo pada awal bulan Maret 2006 (dua bulan sebelum tragedi lumpur panas terjadi). Mulanya, sumur tersebut hendak dibor hingga kedalaman 8500 kaki atau 2590 meter. Prognosis pengeboran ini diduga salah. Lapindo Brantas pada awalnya mengasumsikan zona Rembang sebagai zona pengeboran, tetapi mereka pada kenyataannya mengebor zona Kendeng.

Selama proses pengeboran di Sidoarjo, sebenarnya lumpur bertekanan tinggi sudah berusaha buat menyembur. Akan tetapi lumpur tersebut sukses diatasi dengan Medici, pompa lumpur milik Lapindo Brantas. Sementara itu, terkait kandungan lumpur di bawah bumi Pulau Jawa, beberapa pakar lumpur mengatakan bahwa di sekitar Jawa Timur hingga Madura, “pegunungan” lumpur banyak ditemui.

Ini merupakan kenyataan geologis nan sudah terjadi puluhan hingga ratusan tahun nan lalu. Lumpur nan membanjiri Sidoarjo sendiri mencapai 100 meter kubik setiap harinya. Volume sebanyak itu, bagi sebagian ahli, dirasa tak mungkin bisa menyembur melalui lubang pengeboran nan lebarnya hanya 30 cm.

Mengatasi jumlah lumpur nan menyembur, Kementerian Lingkungan Hayati Republik Indonesia menegaskan bahwa lumpur nan membanjiri Sidoarjoini berbahaya. Karenanya, tanggul-tanggul dibuat buat mencegah semburan lumpur semakin meluas.



Apa nan Terkandung dalam Lumpur Panas Sidoarjo?

Lumpur panas nan menyembur di Sidoarjo telah diteliti di tiga laboratorium berbeda, yaitu Bogorlab, Sucofindo, dan Corelab. Dari uji toksikologis nan dilakukan, para peneliti menyimpulkan bahwa lumpur tersebut menunjukkan bahwa lumpur tak berbahaya serta tak beracun bagi organisme air di sekitarnya.

Pada saat nan sama, Sarana Lingkungan Hayati (Walhi) juga melakukan penelitian terhadap lumpur Sidoarjo. Namun hasil nan mereka dapatkan cukup berbeda. Menurut hasil penelitian Walhi, sungai Porong (pusat lubernya lumpur) telah tercemar timbale dan logam kadmium dalam jumlah nan melebihi batas dan bisa membahayakan manusia.

Disebutkan bahwa kadar timbale di Sungai Porong, Sidoarjo, sangat besar, hingga 146 kali lipat dari jumlah normal. Tidak hanya itu, Walhi juga mendapati kadar Benz(a)anthracene dan Chrysene (PAH) dalam lumpur panas ini mencapai 2000 kali lipat dari jumlah normal. Kandungan Benz(a)anthracene dan Chrysene (PAH) ini tentunya berbahaya bagi manusia dan lingkungan, seperti bisa menyebabkan:

  1. Kanker
  1. Bioakumulasi dalam jaringan lemak makhluk hidup
  1. Kulit iritasi, melepuh, memerah, hingga kanker jika terjadi kontak langsung antara lumpur dan kulit
  1. Mengancam kesehatan organ tubuh seperti hati serta paru-paru

Dampak-dampak nan disebutkan di atas memang tak akan langsung terlihat atau terasa. Semuanya diperkirakan akan terasa dalam jangka waktu nan panjang, antara 5 - 10 tahun ke depan. Akan tetapi hingga saat ini belum ada laporan tentang korban nan sakit atau meninggal dampak lumpur Sidoarjo ini.



Apa Saja Dampak Buruk dari Lumpur Panas Sidoarjo?

Menyemburnya lumpur panas di Sidoarjo ini tentunya banyak memengaruhi kehidupan warga Jawa Timur pada umumnya, terutama pada kegiatan-kegiatan perekonomian. Lapindo Brantas pun telah mengeluarkan dana lebih dari 6 triliun rupiah buat membuat tanggul dan membayar ganti rugi pada masyarakat atas tanah mereka nan terendam lumpur.

Pada awalnya, lumpur panas setinggi 6 meter “hanya” membanjiri empat desa di Sidoarjo . Akan tetapi seiring berlalunya waktu, lumpur telah menggenangi 16 desa nan berada di tiga kecamatan berbeda. Lumpur menenggelamkan area pertanian warga, wahana pendidikan, serta Markas Koramil Porong. Karena semburan lumpur panas, tercatat lebih dari 25.000 orang mengungsi, sementara lebih dari 10.426 rumah penduduk dan lebih dari 77 buah rumah ibadah terendam lumpur panas.

Adapun huma nan rusak dampak genangan lumpur di antaranya ialah 172,39 hektar persawahan nan tersebar di berbagai daerah dan 25,61 hektar huma tebu di Jatirejo, Kedungcangkring, dan Renokenongo. Sementara itu jumlah hewan ternak nan wafat tercatat lebih dari 1644 ekor. Selain itu, lebih dari 30 pabrik di Sidoarjo terpaksa harus menghentikan aktivitas dan memecat ribuan karyawannya.

Lebih dari 1873 orang tenaga kerja dirumahkan dampak pabrik-pabrik tersebut tergenang lumpur. Selain pabrik, kantor pemerintah, wahana pendidikan, dan Markas Koramil Porong pun ikut tergenang. Lebih jauh lagi, jaringan listrik dan telepon di Sidoarjo juga menjadi rusak.

Itu semua hanya sebagian data nan menyatakan jumlah kerugian dampak semburan lumpur Sidoarjo. Di luar data di atas, masih banyak kerugian materiil maupun moril nan harus ditanggung oleh penduduk Sidoarjo, terutama daerah-daerah sekitar Sungai Porong.



Apa Solusi buat Semburan Lumpur Sidoarjo?

Telah banyak usaha nan dicoba buat menghentikan serta menanggulangi semburan lumpur di Sidoarjo oleh berbagai tim dari berbagai daerah. Tanggul telah dibangun buat membendung dan mempersempit area genangan lumpur. Akan tetapi lumpur tidak henti menyembur, dan bisa menyebabkan jebolnya tanggul.

Kondisi di Sidoarjo ini diperparah pada musim penghujan, sebab pada musim ini bendungan dapat jadi kelebihan daya tampung hingga lumpur membanjir ke segala arah. Waduk-waduk baru pun disiapkan buat menampung semburan lumpur nan seolah tidak ada habisnya.

Meski berbagai cara telah dilakukan, tetapi sebagian masyarakat menganggap pemerintah RI tak serius dan tak fokus dalam menyelesaikan kasus lumpur panas Sidoarjo ini. Bagaimanapun juga, rakyatlah nan terkena getahnya. Salah satu pihak nan banyak mengkritik sikap pemerintah ini ialah LSM-LSM lingkungan hidup.

Mereka menganggap pemerintah Sidoarjo maupun pusat cenderung lamban dalam menangani kasus ini, bahkan berbagai solusi nan pemerintah tawarkan (terutama solusi dengan membuang lumpur ke laut) hanya akan memancing timbulnya masalah baru.

Sementara itu Lapindo Brantas terlihat sering mengingkari janji-janji nan telah mereka sepakati dengan korban lumpur Sidoarjo ini. Banyak warga nan mengeluh diminta menandatangani kuitansi pernyataan lunasnya ganti rugi Lapindo Brantas pada warga padahal mereka tak menerima sepeser pun uang ganti rugi nan disebut-sebut itu.

Lapindo Brantas menjanjikan buat mengangsur pembayaran ganti rugi tersebut. Sayangnya, banyak di antaranya nan belum lunas hingga sekarang. Hingga kini, masyarakat Sidoarjo masih menunggu penanganan nan niscaya dari pihak-pihak terkait.