Sisi Negatif Masa Orde Baru

Sisi Negatif Masa Orde Baru

Masa Orde Baru berlangsung pada 1966 sampai 1998. Masa ini dimulai saat Soeharto menggantikan Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia, dan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) 1966, dengan sebelumnya terdapat masalah peristiwa G 30 S.

Runtuhnya rezim Orde Baru dimulai dengan adanya krisis moneter pada 1997. Donasi International Monetary Fund (IMF) tak dapat menolong buat membangkitkan perekonomian, kolusi, korupsi, dan nepotisme nan semakin merajalela. Sehingga terjadi demonstrasi besar-besaran nan dilakukan mahasiwa di Mei 1998, dan akhirnya pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto turun lalu diganti oleh wakilnya saat itu, BJ. Habibie.



Sisi Positif Masa Orde Baru

Setiap pemerintahan memiliki hal nan baik dan buruk. Pemerintahan Soeharto nan berlangsung sangat lama itu, ternyata masih memiliki hal positif. Berikut ini sisi positif masa pemerintahan Soeharto.

  1. Pembangunan nasional

Banyak pembangunan nan berhasil dilakukan, sebab perencanaan pembangunan lima tahun (PELITA I-VI) sukses dilaksanakan. Sehingga Soeharto dikenal juga dengan julukan "Bapak Pembangunan Nasional".

  1. Transmigrasi

Jenis transmigrasi kontemporer ada dua, yaitu transmigrasi generik dan spontan. Untuk transmigrasi spontan, pemerintah hanya mengorganisir biaya perjalanan dari daerah asal ke daerah tujuan transmigrasi, ongkos dibebankan kepada para transmigran.

Sementara buat transmigrasi umum, semua biaya ditanggung pemerintah. Di loka tujuan, transmigran mendapatkan huma seluas dua hektar, rumah, alat pertanian, dan biaya-biaya lainnya. Beberapa daerah tujuan transmigrasi, yaitu Kalimantan, Papua, dan Sulawesi.

  1. Swasembada pangan

Indonesia dapat memenuhi kebutuhan berasnya sendiri, bahkan dapat menjadi pengekspor beras. Tetapi sayangnya pada masa Orde Baru, hal ini tak bertahan lama. Kalau kita ingat, saat itu ada obrolan rutin antara petani dan Soeharto di TVRI.

  1. Gerakan wajib belajar

Pada masa ini, gerakan wajib belajar berhasil dilakukan pemerintah. Banyak rakyat Indonesia nan dapat belajar mendapatkan pendidikan. Pemerintah menyiapkan gerakan ini dalam memikirkan SDM di masa nan akan datang.

Program ini dimulai pada tahun ajaran 1994. Begitu pula dengan program Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh (GN-OTA). Sehingga mendapatkan cukup pendidikan dan dapat bebas buta huruf.

  1. Rasa nasionalisme

Para siswa sangat mengetahui para menteri dan jajarannya, sebab tak pernah berubah. Pada masa ini, semuanya berlandaskan Pancasila. Ada pula program P4 (Pedoman Penghayatan Pada Pancasila).

  1. Pertumbuhan ekonomi

Adanya paket Kebijaksanaan Desember 1987, Paket Kebijaksanaan Oktober 1988, dan Paket Kebijaksanaan Desember 1988 membuat pasar kapital menjadi aktif. Para Investor asing mau menanamkan kapital di Indonesia. Hal ini juga menyebabkan minimnya jumlah pengangguran.

  1. Harga terjangkau

Pada masa ini, tak perlu risi dengan adanya kenaikan harga, sebab harga akan selalu stabil. Tidak akan cemas ketika lebaran datang atau harga bbm naik. Tarif kendaraan generik juga lebih stabil.

Selain hal-hal nan disebutkan sebelumnya, program Keluarga Berencana (KB) dapat dikatakan berhasil, sebab pertumbuhan penduduk dapat ditekan. Sampai-sampai di kantong plastik pusat perbelanjaan gencar mempromosikan "anak cukup dua".



Sisi Negatif Masa Orde Baru

Seperti Yin dan Yang, ada hal baik di situ juga ada hal negatif. Begitu pula dengan pemerintahan masa Orde Baru. Berikut sisi negatif pemerintahan masa Orde Baru, nan dipimpin Presiden Soeharto.

  1. Korupsi, kolusi, nepotisme (KKN)

KKN, istilah ini ialah "souvenir" nan khas dari pemerintahan masa Orde Baru . Para pemimpin di masa ini terkenal dengan konduite KKN-nya. Termasuk "keluarga Cendana" nan hampir menguasai setiap bagian di pemerintahan maupun di global usaha.

  1. Dwifungsi ABRI

Banyaknya keterlibatan ABRI dalam setiap aspek kehidupan. Tentara terlibat dalam berbagai kehidupan pemerintahan, nan membela pemerintah, dan pengamanan terhadap perusahaan asing, semua dilakukan tentara.

  1. Pembangunan tak merata

Pembangunan nan terpusat di Jakarta, menimbulkan kesenjangan dari penduduk di daerah-daerah terhadap penduduk di pusat kota. Hal tersebut memicu munculnya rasa ketidakpuasan di daerah-daerah tertentu, seperti di Aceh dan Papua .

  1. Dibatasinya mobilitas warga Tionghoa

Warga Tionghoa dianggap bukan warga pribumi, tetapi disebut warga negara asing. Segala kegiatan nan berhubungan dengan warga Tionghoa dilarang, seperti penampilan barongsai dan seremoni Imlek. Penggunaan bahasa Mandarin pun dilarang.

Warga Tionghoa dianggap dapat menyebarkan paham komunis. Padahal kenyataanya, tak seperti itu. Banyak warga Tionghoa nan berdagang dan tak ada hubungannya dengan komunisme.

  1. Kebebasan berpendapat sangat terbatas

Saat itu, rakyat Indonesia tak dapat dengan mudah berpendapat. Hal nan terasa "menyeleweng" akan langsung "ditindaklanjuti" ala pemerintahan Orde Baru. Hal ini membuat demokrasi sangat tak berkembang.

  1. Penggunaan kekerasan dan pengasingan

Pada masa Orde Baru saat itu, bagi siapa saja nan dianggap menantang pemerintah melalui orasi secara terang-terangan atau bahkan hanya di tayangan televisi nan tak bermaksud apa-apa sama sekali, dapat dipenjara atau lebih parahnya "dihilangkan" sampai tak diketahui lagi kabarnya.

  1. Pemerintahan nan sama dan politik absolut

Dengan kekuasaan nan mutlak, anjung politik seperti anjung sandiwara nan hanya formalitas mekanisme nan harus dijalankan, tetapi tak sebagaimana mestinya. Partai nan ada juga hanya sebagai pendukung salah satu partai tertentu.

Tidak adanya pemilihan secara demokratis. Pada masa ini, tak ada demokrasi sama sekali, setiap pemilihan pemimpin negara akan diketahui niscaya Soeharto nan memenangkannya. Presiden Soeharto nan menjadi Presiden ke-2 memenangkan Pemilihan Generik (Pemilu) selama enam kali berturut-turut dan menjabat selama 32 tahun.

Pemilu pun tak ada gregetnya, sebab dikuasai oleh Golongan Karya (Golkar). Jadi, dengan pemerintahan nan selalu sama, tak ada dinamika hayati bernegara.

Pada masa pemerintahan Soeharto pun kesenjangan antara si kaya dan si miskin sangat jauh sekali. Apalagi, jika si kaya masih memiliki interaksi kekerabatan dengan sang keluarga presiden.

Puncak jatuhnya kekuasaan Orde Baru adalah, di saat para mahasiswa melakukan demonstrasi secara besar-besaran di bulan Mei 1988. Di Gedung MPR/DPR, mereka memperjuangkan hak-hak rakyat indonesia nan terlalu ditawan oleh pemerintahan pada masa itu, menuntut pemugaran ekonomi, dan reformasi birokrasi.

Namun sayangnya, di saat ada nan berjuang demi memperjuangkan hak-hak rakyat buat dibebaskan, ada saja orang nan tak bertanggung jawab dengan adanya kerusuhan dan merampas barang-barang di tempat-tempat perbelanjaan nan tak ada sangkut pautnya.

Warga Tionghoa pun serasa tak tenang, sebab orang-orang nan tak bertanggung jawab juga meresahkan mereka, merusak toko-toko warga Tionghoa, merusak kendaraan mereka, dan lain-lain. Lebih sudah 14 tahun masa Orde Baru tumbang. Namun, apakah pemerintahan saat ini sudah lebih baik dan tak akan runtuh kembali?

Setiap pemerintahan selalu ada hal baik dan buruk. Sebagai rakyat , jangan hanya saja dapat berkeluh kesah dan demonstrasi, tetapi juga membantu pemerintah saat ini. Membantu sebisa mungkin, fokus pada hal baik nan dapat kita dukung, contoh hal nan sudah baik dan teruskan, tinggalkan hal-hal jelek pada pemerintahan sebelumnya, dan jangan ditiru kembali untuk hal ini sebagai pelajaran.

Agar negara ini dapat lebih baik lagi dari sebelumnya. Dan pemerintahan selanjutnya dapat meneruskan hal-hal positif dari pemerintahan sebelumnya, terutama pemerintahan pada masa Orde Baru.