Faktor-faktor Penyebab Penganiayaan

Faktor-faktor Penyebab Penganiayaan



TKI dan Permasalahannya

Penyiksaan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di luar negeri merupakan permasalahan nan kerap menghiasi global ketenagakerjaan dalam negeri. Persoalan pengangguran nan belum selesai kian bertambah rumit dengan munculnya berbagai kasus penganiayaan nan diderita para pekerja tanah air nan mencari nafkah di negeri orang. Hal ini merupakan dorongan nan cukup berarti agar pemerintah lebih serius lagi memperhatikan kesejahteraan rakyatnya melalui penyediaan lapangan pekerjaan.

Penyiksaan para tenaga kerja kita di luar negeri nan selalu dialami oleh para tenaga kerja wanita nan bekerja sebagai pembantu rumah tangga merupakan tamparan telak terhadap kebijakan penyaluran ketenagakerjaan ke luar negeri. Kasus penganiayaan nan baru-baru saja menghiasi headline-headline media tanah air ialah kasus pengguntingan bibir dan penyetrikaan paras nan dialami oleh seorang tenaga kerja wanita asal daerah Bima, Nusa Tenggara Barat di negara Saudi Arabia.

Meskipun berbagai kasus penyiksaan para tenaga kerja kita di luar negeri nan dialami oleh para tenaga kerja wanita di luar negeri kerap berujung pada paket mayat nan diterima oleh pihak keluarga si pekerja, kenyataannya setiap tahun jumlah tenaga kerja nan dikirim keluar negeri rata-rata mencapai 50.000 hingga 60.000 per tahun. Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat pertama dalam pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, disusul provinsi Nusa Tenggara Barat.



Faktor-faktor Penyebab Penganiayaan

Terjadinya banyak kasus penganiayaan dan penyiksaan para tenaga kerja kita di luar negeri nan berada di luar negeri disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut tidak sporadis bermula dari ketidakprofesionalan pihak-pihak nan menangani kebijakan penyaluran tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Berikut ini beberapa faktor nan menyebabkan berbagai penganiayaan dialami oleh para tenaga kerja terutama kaum wanita;

1. Kemampuan berbahasa nan tidak memadai

Salah seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat bidang Kesra dan Tenaga Kerja bernama TGH Hazmi Hamzar menyebutkan bahwa salah satu faktor nan menyebabkan terjadinya penganiayaan dan penyiksaan para tenaga kerja kita di luar negeri TKI di negara Saudi Arabia ialah persoalan bahasa.

Para tenaga kerja banyak nan diberangkatkan dalam kondisi kepahaman bahasa nan minim. Hal ini jelas akan menjadi faktor penghambat komunikasi antara seorang pekerja dengan majikan.

Oleh karena itu hal krusial nan harus dipenuhi seorang tenaga kerja nan akan diberangkatkan ialah persoalan bahasa, bahasa harus dikuasai karena merupakan kunci primer dalam komunikasi.

Bisa jadi kasus mengenai kendala bahasa ini banyak terjadi kepada tenaga kerja ilegal. Mereka-mereka nan sukses pergi ke luar negeri tanpa adanya ijin dan dokumen resmi dari pemerintah.

Karena kebanyakan dari tenaga kerja nan sah atau nan memang iberangkatkan oleh PJTKI nan resmi, biasanya mereka mendapatkan pendidikan terlebih dahulu sebelum berangkat. Hal ini terutama mengenai hal bahasa.

Karena kita tahu kebanyakan dari para Tki atau TKW nan berangkat ialah nan memiliki taraf pendidik nan lebih rendah. Sehingga sangat bisa dipastikan bahwa diri mereka memiliki pengetahuan nan minim sekali mengenai bahasa asing.

Untuk mengatasi hal ini memang sudah dilakukan semacam les atau kursus bahasa singkat. Materi nan diberikan ialah bahasa sehari-hari nan biasa digunakan buat berkomunikasi antara pembantu dan majikan.

Sehingga dengan adanya usaha ini maka bisa diminimalkan adanya kasus kekerasan nan diakibatkan kejengkelan majikan sebab pembantunya tak mengerti mengenai apa nan dikatakan kepadanya.

Kendala bahasa ini memang banyak sekali terjadi. Dan sngat rawan buat menyebabkan permasalahan antara majikan dan pembantu. Maka memang seharusnya sebelum memberangkatkan para tenaga kerja ini, sebaiknya mereka diberikan bekal nan cukup mengenai bahasa negara tujuan mereka.

Pengenalan mengenai bahasa asing ini pun juga tidak bisa dilakukan dengan sangat instant. Karena bahasa ialah mengenai komunikasi sehari-hari. Untuk itu, pembinaan mengenai bahasa ini bisa dilakukan dengan menerapkan cara komunikasi sehari-hari agar lebih cepat bisa dipahami dan dikuasai oleh semua tenaga kerja.

2. Kemampuan mengenal budaya negara nan akan dituju

Kemampuan membaca dan memahami budaya suatu daerah merupakan kapital krusial buat seseorang bisa hayati di daerah bersangkutan. Kesalahan dalam memahami sebuah budaya bukan hanya akan menghambat komunikasi, namun lebih parah lagi bisa mengancam keselamatan dirinya.

Penyiksaan para tenaga kerja kita di luar negeri salah satunya disebabkan oleh ketidaktahuan para tenaga kerja terhadap budaya dan adat istiadat suatu daerah. Pemahaman krusial nan perlu ditanamkan pada para pekerja nan akan diberangkatkan selain bahasa ialah pemahaman budaya. Dua hal ini akan menjadi hal berimbang nan akan membantu keberadaan seseorang di sebuah negara asing.

Setiap daerah abhkan negara memang memiliki budaya mereka masing-maisng. Bahkan ada satu budaya nan dianggap bertentangan dengan budaya nan lain. Sehingga ketika ada satu orang nan tidak begitu mengerti mengenai budaya tersebut melanggar apa nan seharusnya tidak dperbolehkan maka akan menyulut barah kemarahan dari pihak lain nan menjunjung tingi mengenai budaya tersebut.

Hal ini juga rawan buat menyebabkan ketegangan. Sehingga sangat krusial bagi para tenaga kerja nan akan berangkat diberikan pengetahuan mengenai budaya nan ada di negara tujuan mereka. Paling tak ialah apa nan seharusnya mereka lakukan kepada majikan dan apa nan seharusnya tidak boleh dilakukan.

Dengan menguasai mengenai hal ini, sangat diharapkan bahwa konduite dan sikap dari tenaga kerja ini akan mengurangi rasa tak nyaman dalam diri majikan mereka terhadap diri mereka. Dan penyiksaan atau kasus nan lainnya bisa diminimalkan.

3. Kemampuan intelektualitas

Daya intelektual dan wawasan nan dimiliki oleh seseorang akan menjadi faktor bagaimana orang lain akan bersikap terhadap kita. Tenaga kerja Indonesia di luar negeri nan kerap mendapat penyiksaan dan penganiayaan fisik, mayoritas berasal dari tenaga kerja non terdidik.

Biasanya, berasal dari kalangan pekerja rumah tangga nan kebanyakan kaum wanita. Perspektif negara-negara maju memandang Indonesia ialah sebuah negara besar nan masih miskin dan dilanda persoalan dalam negeri nan tidak kunjung putus.

Kebanyakan para tenaga kerja kita nan berangkat ke luar negeri memang memiliki taraf pendidikan nan rendah. Dengan ini bisa diasumsikan bahwa mereka memiliki taraf intelektual nan rendah. Dan hal ini jika bersinggungan dengan taraf intelektual dari majikan mereka nan tinggi maka akan menyebabkan ketidaksikronan. Dan hal ini akan bisa buat menyebabkan masalah.

4. Lemahnya hukum nan diberikan dari pemerintah Indonesia kepada warga negara mereka nan berada di luar negeri terutama para tenaga kerja.

Hal ini juga merupakan faktor nan membuat banyaknya kasus penyiksaan nan terjadi di luar negeri. Karena memang para majikan atau atasan tenaga keraja kita di luar negeri tersebut merasa akan tetap kondusif jika mereka melakukan hal ini. banyak nan menganggap bahwa tenaga kerja kita ialah budak nan bisa diberikan perlakuan apapun tanpa ada konsekuensi hukum mengenai hal tersebut.

Hal ini bisa terlihat jelas bahwa banyak para pelaku kekerasan atau penyiksaa para tenaga kerja kita tetap bisa lepas dari jerat hukum. Barulah akan diusut kasusnya setelah terjadi pemberitaan besar-besar dan pemerintah Indonesia sudah mengetahui menenainya dan menuntut buat adanya tindak penanganan.

Seharunya nan diberikan oleh pemerintah kita ialah payung konservasi hukum nan jelas terhadap para tenaga kerja kita. Sebelum mereka berangkat ke luar negeri buat ditempatkan di temapt kerja mereka, haruslah ada agunan hukum bahwa mereka akan selalu mendapatkan pemenuhan hak dan kewajiban sebagai manusia. Serta jika memang ada kasus kekerasan maka akan ada kejelasan atau konservasi hukum mengenai penanganan kasusnya.

Karena selama ini seakan para tenga kerja kita tidak memiliki harga ataupun nilai dihadapan para majikan mereka. Sehingga bisa diperlakukan dengan sewenang-wenang dan seenak hati mereka.

Bahkan para majikan bisa membuat hal apapun buat memicu hal kekerasan ini.s eperti tak adanya pembayaran gaji nan jelas dan rutin. Padahal hal tersebut sudah menjadi hak nan harus diterima oleh para tenaga kerja itu. Sehingga hal ini bisa membuat adanya kekerasan.

Banyak sekali kasus penyiksaan Tki nan terjadi di luar negeri. Banyak hal nan menjadi penyebab akan hal ini. buat itu, buat menekan banyaknya kasus serupa haruslah diminimalkan adanya faktor penyebab.