Nudis Prancis - Perlawanan Terhadap Paham Individualis

Nudis Prancis - Perlawanan Terhadap Paham Individualis

Nudis Prancis . Dua kata ini bila disandingkan akan membuat siapa pun mengernyitkan keningnya. Terbayang sekelompok orang nan punya sikap dan konduite layaknya manusia primitif. Beraktivitas di ruang publik tanpa mengenakan selembar benang pun alias telanjang. Itu semua dilakukan dengan penuh pencerahan serta kebanggaan.

Itu merupakan citra generik nan ada di benak masyarakat global mengenai kaum nudis Prancis. Sebuah citra negatif sebab nudis Prancis diidentikkan dengan kaum nan tidak mengindahkan kebiasaan dan tabu. Mempertontonkan ketelanjangan tubuh tanpa menghiraukan batasan aurat. Tentu saja konduite kaum nudis Prancis ini menimbulkan keresahan di masyarakat.

Namun, apakah sedangkal itu makna nan terkandung di balik sikap dan konduite kaum nudis Prancis? Apakah gaya hayati tanpa busana hanya sekadar aktualisasi diri semata tanpa nilai eksklusif nan mendasarinya? Ternyata, jawabannya ialah tidak. Eksistensi kaum nudis Prancis terlahir dari sebuah filosofi dan sejarah nan menarik buat dicermati.



Filosofi dan Sejarah Nudis Prancis

Nudis nan berarti tanpa busana, dan Prancis nan merupakan nama salah satu negara di kawasan Eropa Barat, sebenarnya tidak saling berhubungan. Ada pun ketika dua kata itu disatukan dalam kalimat ‘nudis Prancis’, barulah terlihat interaksi dan maknanya. Yaitu, sekelompok orang di negara Prancis nan meyakini bahwa ketelanjangan itu bersifat alami. Karenanya, melepas busana atau tak memakainya ialah suatu hal manusiawi.

Sebaliknya, berbusana atau berpakaian ialah lambang dari pengingkaran terhadap kesamaan alami manusia. Analogi nan sering digunakan bahwa manusia itu terlahir telanjang. Karena pengaruh kebiasaan di masyarakat nan menganggap bahwa tubuh telanjang itu ialah tabu, maka kesamaan alami tersebut menghilang. Tertutup oleh kompromi pada kebudayaan nan tidak menolerir ketelanjangan. Ada pun nudis Prancis berkeyakinan sebaliknya.

Lebih jauh lagi, kaum nudis Prancis menganggap bahwa mereka nan berbusana ialah orang-orang munafik (hipokrit). Mereka (orang nan berbusana) bukan hanya menolak kesamaan alami manusia, tapi ‘berpura-pura’ mengingkarinya. Untuk itu, kaum nudis Prancis mengklaim bahwa kehidupan tanpa busana ialah bentuk kehidupan murni tanpa topeng kemunafikan.

Selintas, ide dari kaum nudis Prancis ini terdengar gila dan tak masuk akal. Namun, jika ide tersebut dilihat dari pandangan filsafat naturalis, maka akan bisa dimengerti. Filsafat naturalis ialah bentuk pemikiran nan memberikan wawasan bahwa manusia itu ialah bagian dari alam. Karena merupakan bagian dari alam, seyogyanya manusia dalam bersikap dan berperilaku mengikuti kesamaan alami nan dibawa sejak lahir. Back to nature , demikian pesan primer dan penghabluran (pengkristalan) dari filsafat naturalis.

Nah, bagi kaum nudis Prancis, salah satu bentuk konkret dari back to nature ialah ketelanjangan. Bagi mereka, baju ialah simbol dari sesuatu nan tak alami. Ada pun ketelanjangan merupakan kesamaan alamiah pada setiap manusia. Jadi, ketelanjangan bukan sebuah dosa, tapi ungkapan apa adanya. Seperti aktivitas makan dan minum nan bersifat alami, begitu pula ketelanjangan.

Sejatinya, filsafat naturalisme tidaklah eksplisit mengajarkan paham ketelanjangan (nudisme). Tapi, kaum nudis Prancis terinspirasi dengan wawasan back to nature nan menjadi inti dari filsafat naturalisme. Wawasan tersebut kemudian diterjemahkan dalam konduite nan welcome terhadap ketelanjangan tubuh.

Dalam perkembangannya, wawasan ketelanjangan sebagai bagian dari back to nature ini kemudian menemukan loka berkembang di Prancis. Negara nan terkenal dengan paham kebebasannya. Setiap orang di negara tersebut, bebas mengekspresikan paham apa pun nan ia yakini sepanjang tak mengganggu hak asasi orang lain, termasuk kaum nudis Prancis.

Beberapa surat keterangan mengenai kaum nudis Prancis mencatat ada sebuah kota kecil di negara tersebut nan disebut sebagai awal mula nudisme menunjukkan eksistensinya. Kota kecil itu bernama Cap d'Agde. Di kota ini, ada sebuah perkampungan kaum nudis nan lengkap dengan wahana dan prasarananya, seperti perumahan, sekolah, pasar, kantor pos, lapangan olah raga, dan sebagainya. Oleh sebab itu, menjadi pemandangan lazim terlihat bagaimana orang-orang berakitivitas di luar rumah atau di loka publik tanpa sehelai benang pun.

Kota Cap d'Agde pun dikenal sebagai kota bugil kaum nudis Prancis. Di sini, ketelanjangan jadi hal nan wajar. Kaum nudis Prancis bebas mengekpresikan keyakinannya dalam keseharian tanpa cemas mendapat perlakuan tak menyenangkan. Sebaliknya, jika ada nan masih mengenakan pakaian, maka akan terlihat atau dipandang aneh. Boleh dibilang, Cap d'Agde ialah surganya kaum anti busana.

Dari Kota Cap d'Agde, kaum nudis Prancis menginspirasi tumbuhnya komunitas-komunitas homogen di loka lain. Seperti di Jerman, Inggris, Italia, Amerika Perkumpulan dan terutama di negara-negara Eropa Utara nan paham kebebasannya lebih dominan. Bagaikan cendawan di musim hujan, komunitas kaum anti busana itu pun menyebar ke seluruh dunia. Meskipun sebagian besar dilakukan dengan diam-diam (underground), perlahan tapi niscaya eksistensi kaum nudis mulai dikenal oleh dunia.



Nudis Prancis - Perlawanan Terhadap Paham Individualis

Menelaah akar filsafat dan sejarah kaum nudis Prancis menimbulkan satu pertanyaan besar yaitu apa nan sesungguhnya dicari oleh kaum anti busana itu? Pertanyaan ini jadi menarik buat dikemukakan sebab hingga kini, kaum nudis Prancis tetap dianggap sebagai kelompok marjinal di masyarakat. Sebagai kelompok marjinal, maka mereka rentan menerima berbagai macam perlakuan tak menyenangkan.

Namun anehnya, berbagai perlakuan tidak menyenangkan itu sama sekali tak membuat jera kaum nudis Prancis buat meninggalkan gaya hayati mereka. Gaya hayati nan bagi sebagian besar orang disebut primitif tersebut.

Stigma negatif nan dilekatkan pada kaum nudis Prancis pun tidak mengubah keyakinan mereka. Ucapan sebagai kelompok cabul dan tidak senonoh dari masyarakat, sama sekali tidak dipedulikan. Tentunya, ini mengisyaratkan ada sesuatu nan menjadi alasan kaum nudis tetap bertahan dengan sikap mereka tersebut. Suatu alasan nan tidak sekadar gaya hayati atau trend ikut-ikutan semata.

Beberapa ahli sosial kemasyarakatan memberikan jawaban menarik akan kenyataan kehidupan kaum nudis Prancis. Mereka (pakar sosial kemasyarakatan) itu melihat bahwa taraf keakraban di dalam komunitas nudis sangat kuat. Jauh melebihi keakraban sosial masyarakat di berbagai kota besar nan kini semakin memudar sebab sikap individualis warganya.

Karenanya, nudisme pun disebut sebagai reaksi atas paham individualis. Yaitu paham nan lebih mementingkan urusan diri sendiri daripada kepentingan komunal atau kelompok. Paham nan mencerminkan keasikan seseorang terhadap dirinya (egois) dan menafikan nilai-nilai kebersamaan (sosial).

Sebaliknya, dengan bergabung dalam komunitas nudis Prancis, seseorang akan merasakan arti atau nilai dari kebersamaan ( brotherhood ) antara sesama manusia, Suatu nilai nan kini semakin langka dirasakan oleh masyarakat perkotaan.

Nudis Prancis seakan jadi simbol perlawanan terhadap budaya individualis nan telah menggerogoti sendi-sendi peradabaan manusia modern. Yang mengakibatkan banyak individu terpenjara oleh sikap individualisnya sehingga merasa keterasingan dalam hidup.

Karenanya, Back to nature pun bagi kaum nudis dimaknai tidak hanya kembali ke kehidupan nan alami, tapi juga diartikan sebagai himbauan buat kembali pada tatanan kehidupan masa silam. Kehidupan nan lebih mengedepankan kebersamaan antara sesama manusia. Solusi atas semakin banyaknya individu nan merasa keterasingan dalam hidup.

Benarkah analisis dari ahli sosial kemasyarakatan tersebut? Tak mudah menjawabnya. Memang, apabila ukuran peradaban ialah mengedepankan nilai kebersamaan dan persaudaraan, maka sikap hayati kaum nudis Prancis bisa dibenarkan. Namun, keyakinan primer kaum nudis bahwa ketelanjangan merupakan kesamaan alami manusia, jelas sebuah kekeliruan.

Manusia memang dilahirkan telanjang. Tapi, secara insting ia tidak seperti binatang nan menerima ‘ketelanjangan’. Manusia berbeda. Ketika menyadari bahwa ia telanjang, akan timbul rasa malu akan ketelanjangannya itu. Jadi, berpakaian merupakan kesamaan alami manusia, bukan sebaliknya. Hal ini kiranya tidak dimengerti oleh kaum nudis Prancis, yaitu rasa malu nan telah sirna.