Bisnis Media, Perbankan, dan Telekomunikasi

Bisnis Media, Perbankan, dan Telekomunikasi



Kekalahan Indonesia

Bila semua rakyat tahu bahwa Singapura akan menguasai bisnis media, perbankan, dan telekomunikasi Indonesia, maka mereka sepertinya akan marah dan menuntut pemerintah menghentikan penjualan aset negara. Tapi isu ini tidak terdengar dengan jelas dan kalah dengan kasus Gayus nan terlalu dibesar-besarkan hingga menenggelamkan kasus Century dan kasus-kasus lainnya nan mungkin lebih berpengaruh dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah dengan ringannya menjual milik rakyatnya.

Bangsa ini telah kehilangan banyak sekali kekuasaan. Lihatlah apa nan terjadi dengan bisnis media. Media Indonesia ini seolah telah dikuasai oleh partai politik. Siapa nan menguasai media, dengan mudahnya ia dapat memenangkan setiap pemilu, baik nan ada di daerah maupun nan ada di tataran nasional. Politik pencitraan telah membuat banyak orang awam tertipu dan mereka memilih sosok nan digambarkan baik.

Rakyat seolah memilih pemimpin dalam mimpi. Rakyat sangat berharap bahwa pemimpinnya itu seperti Superman. Ternyata rakyat memilih pemimpin nan hanya ingin mengeruk laba sendiri. Terkuaknya banyak kasus korupsi nan dilakukan oleh orang-orang nan dianggap baik selama ini, menjadi suatu tamparan nan sangat pedih. Rakyat merasa diperdaya. Ada rasa tak percaya bahwa orang nan selama ini dipercaya ternyata malah mengkhianati.

Beberapa koruptor itu malah ada nan dianggap tak bersalah dan dibebaskan, Tidak tahu mana nan benar. Apakah memang sahih bahwa mereka tak bersalah atau sebab ada permainan hukum. Rakyat tak mengerti semua itu. Yang niscaya ialah bahwa uang negara banyak nan hilang dan tak tahu ke mana rimbanya. Siapa nan harus bertanggung jawab kalau semua pimpinan mengatakan bahwa mereka tak memakan uang itu sepeser pun. Lalu siapa nan mencurinya? Tuyul?

Karena dipimpin oleh pemimpin nan tak cakap, lalu kekayaan bangsa ini banyak diambil oleh bangsa lain. Sedangkan bangsa Indonesia harus rela menjadi bangsa kuli di negaranya sendiri. Cukup menyedihkan keadaan ini. Namun, apa nan harus dikatakan lagi kalau buat urusan udara nan ada di atas Pulau Batam saja, bangsa ini tidak mampu menjaganya. Perlu diketahui bahwa wilayah udara di Batam itu bukan bangsa ini nan mengawasinya, melainkan Singapura. Itulah mengapa pesawat nan melalui wilayah itu tak membayar ke Indonesia melainkan kepada Singapura.

Sumber daya alam berupa batubara, minyak bumi, dan gas, perkebunan kelapa sawit, siapa nan paling banyak menguasainya? Orang asing. Bangsa ini sekali lagi hanya mampu menjadi penonton di negerinya nan kaya raya ini. Itu baru beberapa saja. Masih banyak lagi hal-hal nan prinsip dan sangat strategis nan dikuasai oleh bangsa lain dan bukan anak bangsa sendiri.

Bagaimana dengan global perbankan Indonesia? Bank asing telah banyak nan beroperasi di negara ini. Orang Indonesia nan bahagia sekali berutang dan bahagia sekali diberi hadiah telah terbujuk dan terayu dengan berhasil oleh pihak perbankan nan notabene sahamnya banyak dimiliki oleh orang asing. Bangsa ini bukan bangsa nan bahagia menabung seperti bangsa Cina. Bangsa ini sangat boros dan bahagia sekali pamer.

Tidak peduli mau pamer menggunakan uang hasil utangan atau hasil dari menabung atau pemberian orang lain. Yang krusial senang dengan menghamburkan uang. Sifat nan sangat pemboros dan suka pamer itu benar-benar dimanfaatkan oleh orang asing nan berbisnis di negeri ini. Selain itu, global telekomunikasi. Orang asing sangat tahu kalau orang Indonesia itu ialah bangsa nan bahagia bercerita. Bangsa ini juga bahagia sekali bersama dengan keluarga dan teman-temannya.


Tidak heran kalau jejaring sosial seperti facebook, twitter, dan nan lainnya, begitu populer. Lihatlah penjualan Blackberry nan mencapai jutaan unit. Orang menggunakan BB sebab tidak mau berpisah lama dan berjauhan dengan teman-temannya. Ia ingin selalu terhubung dengan mereka sehingga tak merasa sendirian. Apa saja dapat menjadi bahan pembicaraan. Mereka bahagia bergosip dan berkisah tentang banyak hal.

Bangsa ini hanya dapat menjadi bangsa pengguna. Seharusnya dengan segal potensi nan ada, bangsa ini dapat tumbuh menjadi bangsa nan besar, bangsa nan dapat bersaing dengan bangsa lain. Anehnya ialah bangsa ini masih saja berkutat pada kurikulum pendidikan nan seoalh selalu diganti ketika ada perubahan pada tatanan menteri dalam kabinet. Bagaimana bangsa ini akan menguasai media, perbankan, dan telekomunikasi kalau anak-anak cerdas nan sudah terbukti kecerdasannya tak dibiayai sekolahnya.

Anak-anak itu malah diambil oleh Singapura. Bangsa satu ini sangat hebat dalam mengelola pemasukan negaranya sehingga Singapura tetap menjadi salah satu negara nan disegani. Padahal luasnya tak seberapa. Hebatnya lagi, negara ini mampu bersaing dengan negara nan dianggap hebat lainnya, seperti Amerika, Cina, Jepang, dan Rusia. Singapura sangat mahir dalam mengelola masyarakatnya. Segala peraturan dibuat dan ditegakkan. Tidak seperti di Indonesia nan peraturannya banyak nan tak berjalan.



Superioritas Singapura

Singapura ialah negara dengan 50% penduduknya bukan penduduk asli. Walaupun begitu, semakin banyak saja orang nan ingin menjadi warga negara Singapura, termasuk bintang film Jet Li nan baru saja menjadi warga negara Singapura. Bahkan orang-orang Spanyol dan orang-orang dari negara Eropa lainnya, memilih Singapura sebagai loka tinggalnya sebab di negara mereka sendiri, keadaan ekonomi sedang carut-marut. Banyak juga nan memindahlan tabungannya ke bank-bank nan ada di Singapura.

Swiss kini mempunyai pesaing nan cukup tangguh. Singapura nan sangat piawai memainkan peranannya dalam kancah perpolitikan dunia, telah menikmati keistimewaan nan didapatkannya lewat kerja keras nan tiada henti. Rakyat Singapura sangat tahu apa hukuman nan akan mereka terima kalau tak mengikuti anggaran nan telah diterapkan.

Dengan alasan ketenangan dan kenyamanan belajar bagi anak-anaknya, Jet Li mengganti kewarganegaraannya. Singapura dipandang mempunyai fasilitas penunjang kehidupan mapan nan baik sehingga banyak nan ingin mencicipi kehidupan tenang di negara nan mempunyai lambang Merlion tersebut.

Bisnis jasa sangat menonjol di negara nan sumber daya alamnya tak sebanyak Indonesia ini. Tidaklah mengherankan bahwa Singapura harus berjuang mati-matian agar dapat bersaing mendapatkan sumber daya alam Indonesia demi menopang perusahaan-perusahaan nan banyak bermarkas di negara dengan bandara internasional tersibuk di Asia ini.

Singapura memang hebat dengan sistem ketatanegaraan nan bagus dan penegakkan hukum nan sangat terkenal dengan ketatnya. Negara dengan wilayah kecil ini sukses menjadi negara dengan pendapatan per kapita paling tinggi di kawasan Asia Tenggara dan negara nan mampu ‘menaklukkan’ Indonesia dengan cara membeli perusahaan-perusahaan strategis di bidang telekomunikasi, media, dan perbankan.



Bisnis Media, Perbankan, dan Telekomunikasi

Pencitraan nan dilakukan oleh media mampu mengubah cara pandang dan gaya hayati seseorang. Bila pencitraan tersebut buat ‘mencuci’ orang dursila menjadi terlihat baik, maka medialah pendekarnya. Media dapat membuat penjahat menjadi seperti malaikat. Apa nan akan terjadi bila bisnis media dan telekomunikasi di suatu negara, katakanlah, Indonesia dikuasai oleh negara lain, dalam hal ini Singapura misalnya?

Itu artinya kehidupan bangsa Indonesia dapat diatur oleh Singapura. Bukannya tak mungkin bahwa Singapura akan mempunyai kekuatan politis nan besar dalam peta perpolitikan di Indonesia. Sama seperti nan dilakukan oleh Amerika. Akankah Indonesia membiarkan hal ini terjadi? Jawabnya tidak. Tapi bagaimana dengan dominasi saham mayoritas terhadap perusahaan seperti Indosat oleh pihak Singapura?

Dengan menguasai perusahaan telekomunikasi di Indonesia, akan sangat mudah bagi Singapura buat mengetahui semua misteri negara. Sedangkan Indonesia tidak dapat berbuat apa-apa dan tidak mampu mengintip sedikit pun misteri negara Singapura.

Itu baru liberalisasi nan terjadi di bidang bisnis media, perbankan, dan telekomunikasi belum lagi pada bisang lainnya. Dapat jadi dengan adanya liberalisasi ini, pertahanan dan ketahanan Indonesia diatur oleh Singapura. Rakyat Indonesia hanya dapat berharap bahwa pemerintah tidak lagi menjual aset negara ke negara lain.