Perdebatan Antara Nasionalis dan Agamis nan Tak Pernah Usai

Perdebatan Antara Nasionalis dan Agamis nan Tak Pernah Usai

Sejak jaman sebelum kemerdekaan, di Indonesia sering terjadi perdebatan antara golongan Islam dan nasionalis tentang sistem kehidupan bernegara. Para tokoh nasionalis sering menentang disatukannya antara sistem politik dan agama.

Mereka berpendapat dua hal tersebut harus dipisahkan dalam sistem nan masing-masing berdiri sendiri. Bagi para tokoh nan berideologi nasionalis, agama ialah merupakan urusan pribadi nan tak perlu dicampuradukan dengan urusan undang-undang negara atau pemerintahan.

Sekitar tahun 1970, Nurcholish Majid seorang tokoh Islam namun berpandangan nasionalis mengusulkan suatu ide tentang pemisahan antara urusan negara dan agama. Menurut dia Islam itu ialah agama nan mempunyai kedudukan sama seperti agama-agama nan lain.

Untuk itu tak perlu adanya sistem politik Islam di Indonesia. Karena negara merupakan bagian dari unsur keduniaan nan semua aspeknya berdasarkan pada nalar dan logika. Sedangkan agama bersifat spiritual dan merupakan urusan personal atau individu. Jadi tak ada sangkut pautnya dengan urusan politik.

Sementara itu golongan agamis menentang kaum nasionalis atau sekuler sebab semua kedaulatan menjadi absolut milik rakyat, terutama dalam hal pembuatan undang-undang negara. Bagi mereka ini sangat bertentangan sekali dengan sistem politik Islam. Karena menurut sistem nan mereka anut undang-undang nan dibuat harus sinkron dengan kaidah-kaidah Islam dan Al-Qur'an.

Bagi mereka nan berideologi agamis, agama dan politik itu merupakan satu bagian nan tak terpisahkan. Sistem politik Islam memang tak diatur dalam Al-Qur'an secara detail dan terperinci. Namun prinsip-prinsip pemerintahan harus tetap mengacu pada kaidah-kaidah spiritual, dalam hal ini ialah agama Islam.

Bahkan Islam justru merupakan agama nan dapat memberi kebebasan bagi umat manusia buat memikirkan sendiri bentuk pemerintahan suatu negara sinkron dengan perkembangan zaman dan keadaan di negara tersebut.

Tentu saja nan dimaksud dengan kebebasan di sini bukan kebebasan seperti paham liberalisme nan sering dianut oleh negara-negara Barat dan Amerika. Kebebasan nan dimaksud harus tetap mengacu pada ajaran Islam dan Al-Qur'an.



Perdebatan Antara Nasionalis dan Agamis nan Tak Pernah Usai

Perbedaan pandangan antara kaum nasionalis dan nan pro dengan konsep atau sistem politik Islam ini terus bergulir sampai sekarang. Jadi secara garis besar ada dua golongan pandangan politik di Indonesia.

Permasalahan pada disparitas pandangan ini sebenarnya tak hanya terjadi di Indonesia saja. Di Mesir, Pakistan dan berbagai negara nan mayoritas penduduknya beragama Islam terutama nan tak bersistem monarki, perdebatan masalah ini juga tidak kunjung habis.

Antara tokoh agamis dan nan pro nasionalis saling berusaha buat mempertahankan dan menguatkan pandangan politik nan mereka anut. Sumber nan menjadi permasalahan juga sama. Yaitu pro politik Islam dan nan tak menyetujui atau menentangnya.

Di balik permasalahan nan rumit serta belum ada tanda-tanda penyelesaian ini, bila diamati secara mendalam akan terlihat nilai positifnya juga. Yaitu dapat jadi mengetahui bila Islam itu sebenarnya merupakan satu agama nan penuh dengan ide-ide sosial.

Mulai dari masalah filsafat, etika, hukum dan lain-lain. Perkara disparitas pandangan politik dan bernegara, itu masalah nan lain. Karena itu berhubungan juga dengan kekuasaan.