Pabrik Gula - Pabrik Pangka di Tegal

Pabrik Gula - Pabrik Pangka di Tegal

Keberadaan pabrik gula sejak zaman prapenjajahan hingga sekarang telah menjadi saksi bisu sejarah Indonesia. Pabrik gula nan kepemilikannya berpindah-pindah dari tangan pengusaha, penjajah, hingga kembali lagi ke tangan rakyat Indonesia, memiliki cerita panjang nan bisa melengkapi sejarah bangsa kita. Begitu pula terkait dengan fungsinya nan vital dalam memproduksi salah satu bahan kebutuhan pokok buat masyarakat Indonesia, pabrik ini menjadi salah satu topik sejarah nan krusial buat diketahui.

Pabrik-pabrik tua inilah nan sempat membuat Indonesia terkenal sebagai saudagar gula di mata dunia. Hingga kini, dengan usianya nan rata-rata sudah lebih dari seratus tahun, pabrik-pabrik ini masih terus berproduksi di tengah gempuran gula impor. Berikut ialah sejarah beberapa pabrik gula tertua di Indonesia.



Pabrik Gula - Pabrik Kebon Agung dan Krebet di Malang

Malang sebagai salah satu kota tertua di Jawa Timur, memiliki dua pabrik gula nan terkenal, yaitu Pabrik Kebon Agung mulai didirikan pada tahun 1905 oleh seorang pengusaha bernama Tan Tjwan Bie dan Pabrik Krebet nan usianya hanya selisih satu tahun dari Pabrik Kebon Agung, yaitu berdiri pada tahun1906.

Jika Pabrik Kebon Agung didirikan pengusaha Cina, maka Pabrik Krebet didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda lalu dibeli oleh konglomerasi Cina pertama di Indonesia yaitu Oei Tiong Ham Concern. Pada tahun 1917, pengelolaan Pabrik Kebon Agung diambil alih oleh NV. Handel dengan Landbouws Maatschapij Tideman van Kerchem sebagai direksinya.

Pabrik Kebon Agung dimiliki oleh pemerintah Indonesia mulai tahun 1932. Pabrik ini disita oleh de Javasche Bank Malang (sekarang Bank Indonesia cabang Malang) dan hingga kini pengelolaannya ditangani oleh PT Kebon Agung. Sedangkan buat Pabrik Krebet, terjadi kerusakan parah pada bangunan pabrik tersebut saat perang kemerdekaan. Pada tahun 1961, pemerintah Indonesia mengambil alih PabrikKrebet dari pemilik sebelumnya yaitu Oei Tiong Ham Concern. Pabrik Krebet sekarang menjadi salah satu Badan Usaha Milik Negara nan dikelola oleh PT Rajawali Nusantara Indonesia.

Pabrik Kebon Agung pada awal berdirinya memiliki kapasitas giling 1.500 ton tebu per hari. Pada tahun 1937, kapasitas giling dinaikkan menjadi 1.800 ton tebu per hari. Peningkatan kapasitas giling ditingkatkan lagi mulai tahun 1976 sampai dengan 1978 dengan metode rehabilitasi fasilitas lama, ekspansi area pabrik, dan medernisasi peralatan pabrik, sehingga kapasitas giling menjadi hampir dua kali lipat yaitu 3.000 ton tebu per hari.

Seiring dengan meningkatnya konsumsi gula, maka mulai tahun 1998 hingga 2001 dilakukan program penyehatan buat memaksimalkan kinerja pabrik sehingga kapasitas giling bisa meningkat kembali menjadi 4.700 ton tebu per hari. Dilanjutkan dengan usaha pemugaran dan penggantian mesin pada tahun 2001 sampai dengan 2004, sehingga kapasitas giling menjadi meningkat menjadi 5.000 ton tebu per hari.

Kini, buat mencapai program swasembada gula, Pabrik Kebon Agung telah melakukan pengembangan sehingga mencapai kapasitas giling pada tahun 2011 sebesar 10.000 ton tebu per hari. Pabrik Krebet nan juga berlokasi di Malang, awalnya memiliki produktivitas nan sedikit lebih kecil daripada Pabrik Kebon Agung.

Pada tahun 1968, setelah kepemilikannya kembali ke pemerintah Indonesia, kapasitas giling pabrik ini baru mencapai 1.600 ton tebu per hari. Dengan donasi pemerintah lewat program penanaman kapital dalam negeri pada tahun 1975, maka dilakukan penggantian dan pemugaran mesin nan sudah tua sehingga kapasitas giling bisa ditingkatkan menjadi 2.000 ton tebu per hari.

Pabrik Krebet mendapatkan tambahan unit kerja pabrik baru pada tahun 1976 sehingga kapasitas giling menjadi 5.000 ton tebu per hari. Sampai sekarang, kedua unit pabrik nan dimiliki oleh Pabrik Krebet tersebut bekerja secara sinergis. Hingga pada tahun 2009, kapasitas giling dari keduanya mencapai 12.000 ton tebu per hari. Hingga saat ini, kedua pabrik tersebut masih terus berproduksi dan berkompetisi buat menjadi pabrik dengan produksi gula paling tinggi di Indonesia.



Pabrik Gula - Pabrik Madukismo di Yogyakarta

Pabrik Madukismo bukan pabrik gula pertama di Yogyakarta. Namun, pabrik ini merupakan pabrik nan dibangun di huma nan sebelumnya ditempati oleh Pabrik Padokan. Pabrik Padokan merupakan salah satu nan dibumihanguskan oleh penjajah, begitu pula pabrik-pabrik lain nan ada di Yogyakarta.

Ide pembangunan pabrik baru yaitu Pabrik Madukismo datang dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Beliau berpendapat bahwa pendirian pabrik baru di wilayah Yogyakarta bisa menampung banyak tenaga kerja nan telah kehilangan pekerjaannya dampak dibumihanguskannya pabrik-pabrik gula. Pembangunan Pabrik Madukismo menggunakan huma bekas Pabrik Padokan seluas 90.650 meter persegi dan 178.760 meter persegi dari tanah persawahan milik penduduk nan ada di sekitarnya.

Mulai awal beroperasi yaitu tahun 1955, pemerintah menambahkan unit kerja lain di pabrik tersebut, sehingga Pabrik Madukismo tak hanya memproduksi gula, namun juga memproduksi etanol atau spirtus dari limbah pengolahan gula.

Mesin pabrik buat pembuatan etanol ini dibeli dari Jerman Timur. Perusahaan nan mengelola Pabrik Spirtus Madukismo berbentuk Perseroan Terbatas (PT) nan bernama PT. Madu Baru. Pada awalnya, 75% saham PT. Madu Baru dimiliki oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan 25% milik pemerintah. Pada saat sekarang, saham milik Sri Sultan Hamengku Buwono X menjadi 65% dan 35% milik pemerintah nan secara resmi dipegang oleh PT. Rajawali Nusantara Indonesia, yaitu sebuah BUMN milik Departemen Keuangan.



Pabrik Gula - Pabrik Pangka di Tegal

Pabrik Pangka didirikan pada tahun 1832. Awalnya parik gula ini bernama Nv Mitjot Explitatie Dert Suiker Fabrieken dan dikelola oleh Nv Kosy dan Sucier. Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi pada Pabrik Pangka dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 86 pada tahun 1958.

Pabrik ini dibangun di atas huma seluas 2,975 hektar nan terletak di Desa Pangkah, Kabupaten Tegal. Sejak didirikan, bangunan pabrik ini tak mengalami perubahan arsitektur sehingga sering dijadikan obyek wisata arsitektur selain edukasi tentang pembuatan gula.

Baik wisatawan domestik maupun mancanegara datang buat melakukan penelitian terhadap keunikan dan nilai historis bangunan pabrik, mesin pabrik maupun kereta uap tua nan terdapat di kompleks pabrik. Seperti halnya pabrik-pabrik gula tua lain, Pabrik Pangka juga memiliki alat angkut kuno yaitu kereta nan ditarik lokomotif nan digerakkan dengan tenaga uap. Lokomotif nan dipakai di pabrik ini merupakan lokomotif dengan usia uzur, dilihat dari tahun pembuatannya yaitu 1927. Kereta ini hingga saat ini masih digunakan mengangkut tebu saat panen buat kemudian digiling di pabrik ini.

Di luar musim panen dan penggilingan nan biasanya berlangsung pada bulan Mei hingga Oktober, wisatawan bisa berkeliling areal perkebunan dengan menaiki kereta kuno ini. Bangunan tua nan masih berada di kompleks Pabrik Pangka, yaitu Rumah Besaran merupakan obyek wisata nan juga tak kalah populer bagi wisatawan. Rumah ini dulunya merupakan loka berkumpul para petinggi pabrik buat merapatkan hal-hal krusial terkait pabrik.

Kini, bangunan tersebut menjadi kantor administrasi pengurus Pabrik Pangka. Walaupun pabrik modern telah banyak didirikan baik di Jawa maupun diekspansi keluar Pulau Jawa, namun keberadaan pabrik-pabrik tua masih menjadi tumpuan asa negara ini buat dapat kembali mencapai kejayaan masa lalunya sebagai penghasil gula terbesar kedua setelah Kuba.

Demikianlah uraian seputar sejarah pabrik gula nan ada di Indonesia. Dengan usaha nan gigih dari pihak pengelolanya, hingga saat ini pabrik-pabrik tersebut masih tetap eksis memproduksi gula. Semoga saja pabrik-pabrik tersebut dapat terus berkembang demi ketersediaan pasokan gula buat negeri ini.

Pada akhirnya, diharapkan pabrik gula di negeri ini bisa mencapai masa kejayaannya dengan menjadi pengekspor gula terbesar di dunia. Memang bukan hal mudah buat mewujudkan semua itu, namun bila dilakukan dengan usaha serta kolaborasi dari semua pihak, bukan tak mungkin hal tersebut bisa menjadi kenyataan.