Jurnal Hukum - UU Agraria di Indonesia dalam Jurnal Hukum Agraria

Jurnal Hukum - UU Agraria di Indonesia dalam Jurnal Hukum Agraria



Jurnal Hukum - Catatan tentang Sebuah Ilmu

Jurnal hukum sudah menjadi istilah nan cukup akrab dikalangan orang-orang hukum. Pengertian jurnal sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah catatan harian atau majalah nan spesifik berisikan berbagai artikel nan berkenaan dengan satu bidang tertentu. Jika demikian, bisa disimpulkan bahwa pengertian jurnal hukum ialah catatan harian atau majalah nan spesifik berisikan segala macam informasi menganai hukum.

Hukum di Indonesia dewasa ini sering sekali dipermasalahkan oleh masyarakat. Banyak ketidakpuasan dari masyarakat nan diakibatkan oleh banyaknya defleksi dari aparat hukum itu sendiri. TIdak hanya itu, hukum di Indonesia juga seringkali dirasa tak adil. Yang dihukum selalu masyarakat kecil. Bahkan para koruptor mendapatkan penjara kelas eksklusif, nan tak jauh dari kamar hotel. Permasalahan hukum nan demikin biasanya juga ikut terangkum dalam jurnal hukum.

Membuat jurnal hukum tentu saja merupakan satu keahlian nan harus sudah dimiliki oleh mereka nan pakar di bidang hukum. Jika tidak, sebaiknya pelajari kembali hukum secara dasar. Jurnal hukum pada prakteknya memberikan kegunaan nan cukup besar, terutama bagi mereka nan memang sedang belajar tentang ilmu hukum. Ibaratnya, jurnal hukum merupakan wahana sosialisasi hukum bagi para pemula.



Jurnal Hukum Agraria - Salah Satu Bentuk Jurnal Hukum

Tidak heran jika akhirnya banyak jurnal hukum nan bermunculan. Jurnal hukum berisi artikel, penelitian, atau pun warta nan tentu saja memuat permasalahan-permasalahan hukum di Indonesia. Tulisan-tulisan itu dibuat tak hanya sebagai informasi maupun apresiasi kegelisahan masyarakat. Namun, tulisan itu juga bertujuan agar para penguasa bisa melihat fenomena getir nan dialami oleh masyarakat, dan mau mengambil tindakan nan adil.

Berdasarkan jenisnya, jurnal hukum memiliki beberapa ragam. Sama dengan cabang ilmu hukum itu sendiri. Banyak nan mengatakan bahwa Indonesia ialah negara hukum, semua hal nan bersangkutan dengan kepentingan orang banyak selalu dilandasi dengan hukum. Jurnal hukum pun bukan lagi menjadi istilah nan asing.

Selain diakui sebagai negara hukum, Indonesia juga merupakan negara agraris terbesar. Hasil tanam dari negara Indonesia ini banyak diimpor ke berbagai negara nan ada di dunia. Jika dikaitkan dengan bidang hukum, bidang agraria nan ada di Indonesia juga memiliki kekuatan hukum. Kekuatan hukum nan dimiliki oleh bidang agraria berbentuk Undang-undang Agraria. Jurnal hukum tentang bidang agraria pun banyak diterbitkan.

Jurnal hukum tentang agraria tak dapat dilepaskan dari Undang-undang Agraria itu sendiri. Hal ini disebabkan sebab indikasi adanya pelanggaran dan permasalahan nan terjadi pada bidang agraria hanya bisa dideteksi ketika Undang-undang tentang Agraria ikut dibahas. Berikut ini ialah contoh dari jurnal hukum tentang agraria nan tentu saja membahas berbagai permasalahan hukum agraria di Indonesia.



Jurnal Hukum - UU Agraria di Indonesia dalam Jurnal Hukum Agraria

Kepemilikan tanah merupakan salah satu permasalahan besar nan melanda negara ini dan selalu menjadi topik menarik dalam pembuatan jurnal hukum agraria. Rakyat kecil nan hayati dalam sebuah tanah tanpa akte kepemilikan bisa diusir oleh pemerintah, dengan dalih tanah milik Negara. Dan tiba-tiba beberapa bulan kemudian, beberapa traktor dan kontraktor sibuk membuat mall ataupun apartemen di tanah itu.

Permasalahan tanah tak hanya sering melanda para pendatang tunawisma di Jakarta. Bahkan di beberapa daerah, konflik mengenai hukum tanah ini sering dialami oleh penduduk asli, terutama nan beprofesi sebagai petani. Kita dapat lihat dalam beberapa kasus kepemilikan tanah, seperti di

Yogyakarta, Irian Jaya, pedalam Kalimantan dan Sumatra. Bahkan, berdasarkan detiknews.com tanggal 2 Desember 2010, kasus tanah di Indonesia ini telah mencapai 7491 kasus. Baik konkurensi tanah, penggusuran hingga konflik dengan pihak swasta. Jurnal hukum agraria memang melingkupi seluruh permasalahan nan berkaitan dengan global agraria masyarakat seluruh Indonesia.

Pihak pemerintah dengan mudahnya mengizinkan pihak partikelir buat mengeksploitasi tanah tersebut dengan sesuka hati. Sehingga pajak pendapatan perusahaan itu menjadi pemasukan daerah. Sayangnya, pemerintah tak memperhatikan kesejahteraan rakyat. Janji akan adanya lapangan pekerjaan buat penduduk pribumu tak setimpal dengan kehilangan mereka.

Mereka kehilangan loka tinggal dan tanah garapan nan berjasa dalam kehidupan mereka. Jika ada pihak nan selalu menjadi "tokoh utama" dalam pembuatan jurnal hukum tentang agraria ini, maka itu ialah pihak pemerintah nan berkuasa.

Hukum kepemilikan tanah sendiri, sering dikaitkan dengan pasal 33 UUD 45 ayat 3, yaitu "bumi, air dan kekayaan alam nan terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan buat sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. " Sehingga, tanah tanpa sertifikat dinilai sebagai tanah negara, dan tanpa surat kepemilikan itu pemerintah bisa menggusur pemukim nan telah tinggal selama bertahun-tahun. Termasuk masyarakat asli, nan menghuni tanah ulayat. Bagaimanapun keadaannya, ikatan hukum perundang-undangan tentang agraria nan ikut disiratkan dalam jurnal hukum agraria selalu berhubungan dengan Undang-undang Agraria itu sendiri.

Tanah ulayat ialah tanah nan secara hukum adat dimiliki oleh komunitas adat di wilayah tertentu, dimana masyarakat di komunitas tersebut boleh mengambil kegunaan dari sumber daya alam nan dihasilkan oleh tanah tersebut, demi kelangsungan hayati mereka. Tanah itu dimanfaatkan oleh masyarakat itu secara turun-temurun, dimana mereka memiliki interaksi secara lahiriah dan batiniah dengan tanah itu.

Tanah ulayat ini bukan milik perseorangan, namun milik bersama. Sehingga, ketika era Orde Lama, Presiden Suharto mewajibkan adanya sertifikat Hak milik dan Hak Bangunan atas sebuah tanah, tanah ulayat ini tetap tak dapat disertifikatkan. Sebagai sebuah negara nan juga diatur oleh peraturan adat, jurnal hukum tentang agraria juga tak dapat lepas dari bahasan itu.

Jika dikaitkan dengan pasal 33 ayat 3, pemerintah bukan menguasai tanah dan berhak buat mengelolanya dengan sesuka hati, termasuk dengan melimpahkan pengelolaan tanah ini buat dimonopoli pihak partikelir dan asing. Pasal 33 UUD 45 secara tegas melarang adanya dominasi sumber daya alam ditangan orang-seorang. Jika sudah demikian, jurnal hukum biasanya juga menyuratkan bahwa pengelolaan sumber daya alam ini harus benar-benar bermanfaat dalam aspek kehidupan masyarakat. Maka, monopoli oligopoly maupun praktek kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam bertentangan dengan pasal 33.

Sertifikat kepemilikan tanah seharusnya tak menjadi alasan penggusuran. Terutama bagi masyarakat nan menghuni tanah ulayat, sebab tanah itu sudah menjadi sumber kehidupan mereka sejak zaman nenek moyang. Permasalahan tentang kepemilikan tanah ini menjadi isu nan selalu hangat diangkat dalam jurnal hukum agraria. Sebenarnya permasalahan mengenai tanah ulayat ini sudah mendaptkan konservasi dari Undang-undang Agraria.

Dalam Undang-undang Pokok Agraria UU No. 5 Tahun 1960, hukum kepemilikan tanah ulayat ini diakui secara tegas dalam Pasal 3 nan menyatakan:

"Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1dan 2 aplikasi hak ulayat dan hak-hak nan serupa itu dari masyarakat-masyarakat Hukum Adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sinkron dengan kepentingan nasional dan negara nan berdasarkan atas persatuan bangsa serta tak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan (hukum) lain nan lebih tinggi."

Sayangnya, undang-undang ini belum mendapatkan perhatian nan serius dari pemerintah. Sehingga, di berbagai daerah seringkali masyarakat mengajukan tuntutan agar hukum ini diberlakukan sebagaimana mestinya. Kritikan seperti ini, juga sering "menghiasi" rentetan kata-kata dalam jurnal hukum agraria, nan bahkan seringkali menimbulkan permasalahan baru.