Metodologi dalam Kajian Islam

Metodologi dalam Kajian Islam

Bagaimana jika ada makalah Islam nan membahas lirik lagu Dewa 19? Lirik lagu nan kesannya jauh dari Islam ini sebenarnya begitu kaya dengan unsur-unsur Islam. Jika didalami lebih jauh, kita dapat dengan mudah menunjuk bahwa Mistikus Cinta, Satu, Hayati Ini Indah, Nonsens, Hayati Adalah Perjuangan, Lagu Cinta, Larut, dan Kasidah Cinta, ialah sajak-sajak buat Allah. Demikian pula, lagu Pangeran Cinta nan kesannya menunjukkan sosok lelaki playboy.

Berikut ini ialah lirik lagu Pangeran Cinta.

Detik-detik berganti dengan detik

Menit pun silih berganti

Hari-hari pun terus berganti

Bulan-bulan juga terus berganti

Zaman-zaman pun terus berubah

Hidup ini juga niscaya mati

Semua ini niscaya akan musnah

Tetapi tak cintaku padamu

Karena saya sang pangeran cinta

Malam-malam diganti dengan pagi

Pagi pun jadi siang

Tahun-tahun pun berganti abad

Yang muda pun niscaya menjadi tua

Musim-musim pun terus berganti

Hidup ini juga niscaya mati

Tak akan ada nan abadi

Tak akan ada nan kekal



Hubungan cinta dengan Allah

Allah menciptakan kehidupan di global penuh lika-liku, tidak selamanya hayati ini berjalan dengan mulus dan indah. Manusia mempunyai rasa sedih, senang, gembira, berduka. Hayati ini ialah proses nan begitu panjang. Dari waktu ke waktu. Dari zaman ke zaman niscaya mengalami perubahan nan tiada hentinya.

Allah menciptakan bumi beserta makhluk-makhluknya juga tiada batasnya. Manusia-manusia nan diciptakan diharuskan menjauhi laranganNya serta menjalani semua nan diperintahkanNya. Allah memberikan pedoman-pedoman nan harus dipegang teguh oleh umat manusia, nan terkandung dalam Al Quran dan Al Hadist.

Jika diperhatikan orientasi antara global dan akhirat manusia, maka manusia dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu:

  1. Kelompok manusia nan menganggap bahwa hayati ini hanya satu kali. Mereka, manusia menganggap bahwa hayati ini harus dinikmati sepuas-puasnya. Mereka tak menganggap bahwa ada kehidupan setelah itu, yakni kehidupan setelah mati. Menurut Al Quran surat Al Jatsiyah: 24, “Bila nyawa sudah tidak lagi berada di raga, maka berakhirlah dan tidak ada kelanjutannya”.
  2. Kelompok manusia nan hanya memburu kesenangan global dan meninggalkan akhirat. Padahal mereka, manusia tahu bahwa ada kehidupan setelah mati. Yang didapatkannya hanya kesia-siaan belaka. Karena di global ini tak berlaku keabadian, dan semuanya pun (harta,benda, kedudukan, jabatan, kecantikan, kekayaan, dsb) akan musnah kecuali amal ibadah manusia. Dan pada akhirnya mereka tak akan mendapatkan apa-apa. Global nan dijunjung-junjungnya tidak bisa digenggam, begitu pula akhirat juga hilang.
  3. Kelompok manusia nan sejak hayati di global sudah menabung ‘amal ibadah’ dan hasilnya akan dinikmati di akhirat nanti. Mereka, manusia menganggap bahwa di global ini tidak ada nan abadi, semua akan kembali padaNya. Yang abadi hanyalah di akhirat. Hayati di global ini tak boleh disia-siakan, kita sebagai umat manusia hendaknya giat menabung ‘amal ibadah’ sebagai bekal kita buat nantinya.

Intinya global beserta isinya, seluruh semesta nan telah diciptakan Allah tak ada nan kekal dan abadi. Semuanya niscaya mengalami kehancuran dan akan musnah. Allah bersabda: “Segenap apa nan di bumi akan musnah, sedangkan dzat Tuhanmu akan tetap kekal selamanya. Yang penuh dengan Kebesaran dan Kemuliaan” (QS. Ar Rahman: 26-27)

Hal ini terkandung dalan barisan-barisan lagu Pangeran Cinta. Pangeran nan berarti orang nan dianggap agung, dan cinta ialah afeksi nan tidak terbatas. Cinta di loka ini bukanlah cinta kepada umat manusia lainnya tetapi cinta kepada Allah. Cinta kepada Allah bisa dipersembahkan melalui ibadah kita, entah itu shalat, membaca Al Quran, menerapkan ajaran Al Quran dalam kehidupan kita.

Pada hakikatnya, hayati di global ini hanyalah antrian panjang menuju kehidupan akhirat nan abadi. Akhirat hanya dapat dicapai lewat pintu kematian. Tak ada seorangpun nan bahagia mendapat gilirannya, atau malah dihindari sejauh mungkin. Maka dari itu sebagai umat manusia kita harus berlomba-lomba menabung buat hari akhir.

Hanya Allah sang Maha Pencipta nan tak berada dalam baris antrian. Allah kekal dan abadi. Allah nan menciptakan, Allah pula nan mematikan. Dan Allah nan menghidupkan atau membangkitkan seluruh makhluk nan sudah wafat di hari akhir kelak. Allah Maha Esa, Allah Maha Tahu, Allah Maha Hidup, menghidupkan dan menghidupi seluruh makhluk nan diciptakannya. Demikian pula sebaliknya, Allah akan memanggil setiap manusia buat menghadapNya.

Dan semuanya tergantung amal ibadah umat manusia masing-masing. Jika Anda cinta Tuhan, maka Anda akan ditempatkan di loka nan paling baik di sisiNya. Namun jika Anda meninggalkan Tuhan, nan terjadi ialah sebaliknya.

Pangeran Cinta sendiri ialah term nan dipopulerkan oleh Ibnu al-Farid, seorang sufi nan terkenal dengan odenya, Khamriyyah. Jadi, bukan berarti playboy. Jika dirunut, pangeran cinta memiliki interaksi dengan raja cinta dan kerajaan cinta. Hal-hal tersebut tercantum dalam Al Quran sebagai salah satu surat keterangan sufi nan paling utama. “(Tuhan) Raja manusia” dalam QS 114: 2 dan “(Tuhan) Sembahan manusia” dalam QS 114: 3.

Raja dan pangeran ialah interaksi nan dibangun dalam konsep kerajaan. “Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al Hadid: 2).

Tuhan sebagai raja manusia memiliki kerajaan langit dan bumi. Tuhan menciptakan manusia sebagai nan mencintai dan nan dicintai. Jika manusia ialah pangeran cinta, Tuhan ialah raja manusia, raja cinta sebab ia merupakan pusat cinta manusia.

Dapat disimpulkan bahwa pangeran cinta ialah orang eksklusif nan mencapai derajat eksklusif dalam mencintai Tuhan, sufi atau penganut agama dengan strata eksklusif nan tak mempedulikan global dan lebih mementingkan akhirat. Cinta sang pangeran cinta nan tak akan musnah juga layak diperhatikan sebab semua hal niscaya musnah.

Cinta pangeran cinta bertahan sebab ia mencintai Raja Cinta nan Maha Hidup, seperti nan ada dalam QS 40: 65. "Dialah nan hayati kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam”. Jadi, berhati-hatilah ketika menggunakan term “pangeran cinta”. Salah-salah, kita malah menghina Tuhan.



Bacaan Wajib Pendekatan Kajian Islam

Saat ini studi Islam semakin banyak diminati oleh para pecinta ilmu. Atmosfer pengkajian terhadap studi-studi ke-islaman ini terlihat dalam aktivitas-aktivtas akademik di perguruan tinggi maupun di global perbukuan nan banyak menerbitkan buku-buku kajian Islam.

Hanya saja, masih ada satu hal nan kurang dari maraknya studi Islam ini. Memang, dari segi materi, studi Islam sudah melingkupi banyak hal, namun kita masih kurang dalam hal metodologi.

Kurang dikuasainya metodologi (science of method) dalam kajian Islam Inilah nan disayangkan oleh Harun Naution, seorang cendekiawan. Yang dimaksud dengan metodologi ini ialah cara-cara nan digunakan ketika kita hendak menggali wawasan dari berbagai sumber ilmu pengetahuan Islam. Dalam 20 tahun terakhir, telah timbul pencerahan buat menyusun sebuah metodologi dalam kajian Islam.



Metodologi dalam Kajian Islam

Buku nan berjudul Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama mencoba merangkum beberapa gagasan nan mencerminkan pencerahan tersebut. Dalam buku ini beberapa sudut pandang nan membicarakan metodologi dalam kajian Islam coba diangkat.

Isinya sendiri merupakan kumpulan beberapa makalah Islam dari para cendekiawan muslim nan kompeten di bidangnya masing-masing. Mereka ialah nama-nama nan tak asing lagi dalam global akademik Islam, yaitu Fazlur Rahman, Charles J Adams, Andrew Rippin, William A Graham, Marilyn R Waldman, Richard M Eaton, Azim Nanji, dan lain-lain.

Richard C. Martin, penyunting buku ini, menjelaskan di awal buku ini tentang Islam dan posisinya dalam studi agama. Menurutnya, pandangan tentang Islam dalam studi agama dan pandangan tentang agama dalam studi Islam merupakan satu hal nan patut menjadi bahan elaborasi.

Ada lagi buku nan berjudul orisinil Aprroach to Islam in Religious Studies nan diterbitkan oleh Muhammadiyah University Press pada 2001 ini menjadi bacaan wajib bagi para peminat studi Islam. Di dalamnya, berbagai gagasan seperti berdialog satu sama lain. Namun, walaupun isi buku ini mencakup berbagai pandangan dari para cendekiwan nan ahli di bidangnya masing-masing, amat hiperbola jika kita berharap buku ini mampu menjawab masalah-masalah nan disebutkan tadi di atas, yaitu kurangnya ilmu tentang metodologi pengkajian Islam. Buku ini memang menawarkan berbagai pendekatan, namun sifatnya masih sepotong-sepotong atau belum terpadu.

Oleh sebab itu, tentu bagi Anda nan membacanya hendaknya tak mencukupkan diri ketika mengkhatamkan halaman terakhir buku ini. Diperlukan bacaan-bacaan dan surat keterangan lain buat menunjang keterpaduan pemahaman kita terhadap topik ini.