Beberapa Bentuk Pantun

Beberapa Bentuk Pantun

Beberapa contoh puisi lama dalam global kesusastraan masih dianggap sebagai satu kekayaan nan turut memberi pengaruh terhadap perubahan konsep pada pembuatan puisi. Tanpa puisi lama, tak akan pernah ada puisi baru atau pada masa ini nan menyajikan seni kekinian dengan majemuk perubahan nan diadakan dari contoh puisi lama.

Untuk membuat sebuah contoh puisi lama, diperlukan pengetahuan mengenai kaidah-kaidah tertentu. Kaidah nan dimaksud ialah jumlah baris atau kalimat dalam setiap baitnya; jumlah suku kata atau kata dalam tiap kalimatnya; rima atu persamaan bunyi; dan irama.

Puisi lama terdiri atas beberapa jenis atau bentuk, yaitu pantun, syair, masnawi, ruba'i, nazam, gazal, kit'ah, seloka, gurindam, talibun, bidal, dan mantra. Namun, nan paling terkenal dan biasa dijadikan sebagai contoh puisi lama ialah syair dan pantun. Untuk itu, pada pembahasan kali ini pun dua kategori puisi lama tersebut nan akan lebih dibahas secara intens.



Nilai-Nilai Kebudayaan dalam Syair

Syair ialah bentuk puisi lama nan terdiri atas 4 baris dalam satu bait. Bunyi kata nan dihasilkan dari syair selalu sama, yaitu a-a-a-a. Syair ini kebanyakan ditujukan pada masyarakat sebagai bentuk hiburan dan pendidikan mengenai nilai-nilai kehidupan, terutama nilai religius.

Pada zaman dahulu, syair dianggap sebagai salah satu karya sastra nan bernilai tinggi. Syair bisa membuat orang nan membacakannya dianggap sebagai orang terpandang. Sebagai contoh, penyair Jalaludin Rumi nan hingga kini masih menjadi legenda di global berkat syair-syairnya nan bertema ketuhanan mampu memberikan nilai-nilai filosofis kepada pembaca atau nan mendengarkannya.

Syair dibuat serupa dengan pantun, yaitu menggunakan pola fonem a-a-a-a nan membuat pendengarnya akan mudah dalam menghapalkan isi syairnya. Dengan begitu, nilai-nilai moral dan pesan spiritual nan terdapat dalam syair pun mampu dicerna dengan baik oleh para pendengar.

Berikut ialah satu bait contoh puisi lama berbentuk syair.

Diriku hina amatlah malang
Padi ditanam tumbuhlah lalang
Puyuh di sangkar jadi belang
Ayam ditambat disambar elang

Berdasarkan bait syair tersebut, mungkin kita tak akan langsung bisa mencerna isi dan maknanya sebab kata-kata nan digunakan pun bersifat klasik. Namun jika dikaji dengan baik maka kita akan mendapatkan nilai dan hikmah dari pembacaan syair di atas.
Baris pertama nan berbunyi /Diriku hina amatlah malang/ bermakna bahwa saya lirik mengalami kemalangan setelah rasa hina nan dirasakannya. Hal tersebut terjadi sebab /Padi ditanam tumbuhlah lalang/ apa nan ditanamnya (mungkin dilakukannya) tak menuai hasil seperti nan diharapkannya.

Pada baris berikutnya nan berbunyi /Puyuh di sangkar jadi belang/dan /ayam ditambat disambar elang/ dianggap sebagai sesuatu nan lebih menekankan kemalangannya lagi. Kemalangan nan ditimpa saya lirik tersebut sebenarnya bukan hanya bercerita tentang kemalangan agar membuat pendengar syair menjadi sedih atau tertawa. Ada nilai-nilai moral di balik kemalangan nan disampaikan tersebut.

Sejatinya, manusia selalu menganggap bahwa apa nan dilakukannya akan selalu sinkron dengan apa nan ada di pikirannya. Padahal, segala sesuatu akan terjadi sinkron dengan kehendak Tuhan sang pencipta. Segala kemalangan nan dihadapi oleh saya lirik merupakan sebuah analogi mengenai kehidupan manusia nan tak pernah berjalan mulus.

Dengan demikian, manusia diharapkan memiliki kerja keras, keuletan, dan kesabaran buat dapat mencapai apa nan diharapkannya.

Berdoa merupakan salah satu nan wajib dilakukan manusia sebagai bukti keyakinannya bahwa hanya Tuhanlah nan mampu berkehendak pada apa nan dilakukan oleh umat manusia.



Nilai-Nilai Kebudayaan dalam Pantun

Contoh puisi lama berikutnya ialah pantun merupakan puisi orisinil Indonesia nan dianggap sebagai puisi tertua di Indonesia. Pantun disebut puisi lama selain sebab memang puisi tertua, pantun juga merupakan media sastra nan erat hubungannya dengan masyarakat pada zaman dahulu. Masyarakat pada zaman dahulu cenderung menyampaikan berbagai hal dengan kata kiasan. Dengan kata lain, masyarakat Indonesia memiliki nilai budaya sastra nan tinggi sejak zaman dahulu.

Dalam mengungkapkan perasaan atau pikiran, masyarakat zaman dahulu cenderung lebih suka berteka-teki atau mengatakannya melalui kalimat-kalimat latif nan tak akan langsung menohok pada sasaran. Untuk itu, contoh puisi lama pantun bisa dijadikan sebagai media komunikasi pada zaman dahulu. Tidak hanya itu, contoh puisi lama tersebut juga kadang-kadang digunakan sebagai media rekreasi atau hiburan bagi anak-anak nan sedang bermain atau ibu-ibu nan sedang menunggui ladang dan sawah mereka pada zaman dahulu.

Nilai klasik dari pantun ini ternyata tak begitu saja punah. Masyarakat modern sekalipun masih suka dengan contoh puisi lama ini. Bahkan dalam acara-acara televisi, terdapat beberapa reality show nan menyajikan pantun sebagai bentuk hiburannya.

Namun, buat memperluas pengetahuan kita mengenai pantun, ada baiknya jika kita juga mengetahui kaidah-kaidah dalam membuat contoh puisi lama tersebut. Kaidah-kaidahnya tersebut, antara lain sebagi berikut.

  1. Tiap baris terdiri atas empat kalimat.

  2. Tiap baris terdiri atas 4-6 kata atau 8-12 suku kata.

  3. Dua baris pertama merupakan sampiran, sedangkan dua baris berikutnya ialah isi.

  4. Mempunyai sajak silang a-b-a-b.

  5. Isi pantun merupakan curahan perasaan atau pikiran si pembuat pantun.

  6. Tiap bait berdiri sendiri sebagai pesan nan utuh, kecuali dalam pantun berkait.

Berikut ialah satu contoh puisi lama berbentuk pantun.

Air dalam bertambah dalam
Hujan di hulu belum lagi teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh

Berburu ke padang datar
Mendapat rusa belang kaki
Berguru kepalang ajar
Bagai kembang bunga tidak jadi



Beberapa Bentuk Pantun

Selain dikenal dengan bentuknya nan memiliki sajak silang, pantun juga mengalami berbagai perubahan dalam perkembangannya. Salah satunya ialah mengenai bentuknya nan berkembang menjadi beraneka ragam pantun. Beberapa contoh pantun nan juga memiliki kaidah hampir mirip dengan pantun lama ialah pantun kilat nan sering juga disebut karmina sebab hanya terdiri atas dua bait.

Contoh :

Ujung bendul dalam semak
Kerbau mandul banyak lemak

Sementara itu, ada pula bentuk pantun berkait nan baris-baris dalam bait sebelumnya selalu diulang-ulang. Misalnya, pada contoh puisi lama berbentuk pantun berakit berikut.

Buah ara batang dibantun
Mari dibantun dengan parang
Hai saudara dengarlah pantun
Pantun tak mengata orang

Mari dibantun dengan parang
Berangan besar di dalam padi
Pantun tak mengata orang
Jangan curiga di dalam hati

Jenis pantun selanjutnya ialah talibun merupakan pantun nan terdiri atas lebih dari empat baris dan selalu berbaris genap. Seperti contoh puisi lama berbentuk talibun berikut ini.

Rama-rama di surau gadang
Surat jatuh ke balik tabir
Pipit senandung makan padi
Selama tuan di rantau orang
Obat jauh penyakit mampir
Sakit ditanggung seorang diri

Selain dari bentuknya, pantun sebagai contoh puisi lama juga dikenal dengan isinya nan ditujukan dengan tujuan atau bagi kalangan tertentu. Misalnya, puisi agama nan spesifik buat masyarakat nan beragama eksklusif (mayoritas Islam).

Ada juga pantun jenaka nan bertujuan buat menghibur. Kemudian, pantun anak-anak nan ditujukan bagi anak-anak dengan tujuan mendidik mereka dalam bidang moral dan spiritual. Adanya contoh puisi lama tersebut merupakan bukti bahwa kesusastraan Indonesia memiliki kekayaan nan layak dipertahankan, bahkan diperjuangkan buat dapat sampai ke kesusastraan daerah lain (luar negeri).