Upacara Adat Sugengan Ageng

Upacara Adat Sugengan Ageng

Yogyakarta memiliki banyak tradisi ritual unik dan upacara adat. Selain ritual higienis desa nan jamak dilakukan di desa-desa di wilayah Yogyakarta setelah masa panen tiba, masyarakat juga punya serangkaian tradisi lain nan cukup menarik, seperti labuhan di pantai selatan dan Gunung Merapi. Selain itu, terdapat tradisi adat Rabo Pungkasan di Pleret, Bantul dan ritual adat penyembelihan pengantin Bekakak , di Desa Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta.

Desa ini dulunya merupakan semacam ibu kota sementara bagi Kasultanan Yogyakarta sebelum keraton nan sekarang ini ada. Sri Sultan HB I sempat jumeneng nata di loka ini. Upacara adat Bekakak ini unik, tapi kurang terekspos media sehingga kurang begitu dikenal masyarakat. Pelaksanaannya nan mengambil loka lumayan jauh dari Kota Yogyakarta dengan arak-arakan prosesi jalan kaki nan melelahkan mungkin menjadi salah satu penyebab ritual ini sporadis diliput.



Sejarah Upacara Adat Bekakak

Masyarakat Desa Ambarketawang di Gamping Yogjakarta ternyata menyimpan tradisi upacara adat nan unik. Pada setiap bulan Safar, mereka menjalani tradisi ritual buat menyembelih sepasang pengantin. Namun, sepasang pengantin nan disembelih tentunya bukan benar-benar sepasang pengantin, tapi sepasang boneka pengantin nan terbuat dari ketan.

Ritual ini sendiri tak dapat dilepaskan dari sejarah Desa Ambarketawang nan pernah dijadikan tempat jumeneng Sri Sultan HB I setelah terjadinya Perjanjian Gianti (1755). Perjanjian ini merupakan cikal bakal dari berdirinya Kasultanan Yogyakarta nan mendudukkan Sri Sultan HB I sebagai sultan pertama. Karena proses pembangunan Keraton Yogyakarta masih dikerjakan, Sultan tinggal sementara di loka ini.

Di loka ini, Sultan didampingi tiga abdi dalem setia nan masih bersaudara. Mereka ialah Ki Wirasuta, Ki Wirajamba, dan Ki Wiradana. Berbeda dengan Ki Wirajamba dan Ki Wiradana nan tinggal di pesanggrahan, Ki Wirasuta dan istrinya lebih memilih buat tinggal di gua nan banyak terdapat di daerah itu.

Pada suatu saat di bulan Safar, terjadilah bencana. Tebing di atas gua nan ditempati Ki Wirasuta longsor dan menimbun mulut gua nan ditempati Ki Wirasuta. Sultan memerintah penggawa dan rakyat buat mencari keberadaan Ki Wirasuta dan istrinya. Namun, setelah timbunan tanah dibongkar, jasad mereka tak ditemukan. Masyarakat pun lantas meyakini bahwa Ki Wirasuta dan Nyi Wirasuta telah muksa , tapi ruhnya tetap berdiam di Bukit Gamping ini.

Untuk menghormati kesetiaan Ki Wirasuta dan Nyi Wirasuta, masyarakat melaksanakan upacara adat ini, terlebih sebab kebanyakan masyarakat sekitar berprofesi sebagai penambang batu kapur (gamping) nan beraktivitas di sekitar gua nan ditempati Ki Wirasuta. Jadi, upacara ini juga dimaksudkan buat meminta izin, berkah, dan keselamatan pada Ki Wirasuta.

Prosesi puncak ritual ini selalu diawali dengan arak-arakan dari Balai Desa Ambarketawang pada pukul 14.00 dan diakhiri dengan penyembelihan pengantin pada pukul 16.00 WIB. Pelaksanaannya selalu di antara tanggal 10 - 20 bulan Safar setiap tahunnya.



Prosesi Upacara Adat Bekakak

Upacara ini diawali dengan pembuatan boneka pengantin dari ketan nan dikerjakan secara gotong royong oleh masyarakat. Selama proses pengerjaan boneka pengantin ini, warga lainnya mengiringinya dengan memainkan musik gejog lesung dan menyanyikan tembang-tembang perkawinan. Pada kesempatan ini, dibuat dua pasang pengantin. Satu pasang dihias dengan gaya Yogyakarta dan satu pasang lagi dihias dengan gaya Solo.

Setelah semuanya siap, prosesi upacara adat pun dimulai dengan pengambilan air kudus dari sendang Tirto Donojati. Selanjutnya, air ini diarak keliling desa dan berhenti di Bungalow Ambarketawang, loka upacara midodareni bagi pasangan pengantin ini akan dilakukan. Pada malam hari, masyarakat melakukan tirakatan nan disambung dengan pementasan pertunjukan ketoprak atau wayang orang.

Keesokan harinya, upacara adat dilanjutkan dengan pertunjukan fragmen nan mengambil lakon "Prasetyaning Sang Abdi" dan mengisahkan kesetiaan Ki Wirasuta pada Sultan HB I hingga akhir hayat. Setelah pertunjukan ini selesai, prosesi arak-arakan pengantin menuju Gunung Kiling dan Gunung Gamping dilakukan. Pengantin Bekakak dan tiga joli berisi sesajen selanjutnya diarak dengan diiringi oleh bregadho prajurit, petinggi desa, jathilan, dan gendruwo .

Sesampainya di Gunung Kiling dan Gunung Gamping, pengantin Bekakak dibawa menuju altar dan disembelih oleh utusan Keraton Yogyakarta di hadapan ribuan orang. Dari leher pengantin ketan ini, selanjutnya muncul cairan berwarna merah tua nan terbuat dari juruh (larutan gula kelapa). Selanjutnya, gunungan dan potongan Bekakak ini disebarkan pada penonton nan segera berebut buat dapat mendapatkannya.

Menariknya, selama prosesi ini berlangsung terdapat sepasang figur boneka gendruwo dengan 50 anak gendruwo nan menari bersuka cita sebab akan mendapat persembahan. Gendruwo ini diyakini sebagai makhluk halus nan menghuni Gunung Gamping dan Gunung Kiling. Anak-anak gendruwo ini diperankan oleh masyarakat secara turun temurun. Hanya anak dari orang nan dulunya pernah memerankan anak gendruwo nan boleh memerankan figur ini pada generasi selanjutnya.

Prosesi puncak penyembelihan pengantin Bekakak ini pun selesai. Selanjutnya, dilakukan upacara adat Sugengan Ageng di Bungalow Ambarketawang



Upacara Adat Sugengan Ageng

Upacara adat ini dipimpin langsung oleh Ki Juru Permana dengan mengambil loka di Bungalow Ambarketawang nan telah dihias dengan kain berwarna kuning dan hijau. Ritual ini juga dilengkapi dengan majemuk jenis sesaji nan berasal dari Patran. Sesaji diletakkan di Jodhang , berwujud bunga mayang, kelapa gading ( cengkir gadhing ), dan air amerta. Bokor-bokor, pusaka-pusaka, dan payung agung juga telah dipersiapkan dan diatur rapi.

Upacara adat ini diawali dengan pembakaran kemenyan. Kemudian, Ki Juru Permana membuka upacara dengan membacakan ikrar Sugengan Ageng dan doa dalam bahasa Arab. Acara dilanjutkan dengan divestasi sepasang burung merpati putih nan dilakukan oleh Ki Juru Permana dengan diiringi tepuk tangan hadirin agar sepasang merpati itu segera terbang tinggi.

Sesaji Sugengan Ageng selanjutnya dibagikan kepada semua hadirin, termasuk pula makanan kesukaan Sri Sultan HB I, yaitu tawonan . Dengan dibagikannya sesaji ini, ritual aplikasi upacara adat penyembelihan pengantin Bekakak di Desa Ambarketawang, Gamping, Yogyakarta, dinyatakan telah selesai.



Menonton Upacara Adat Bekakak

Untuk menonton ritual penyembelihan Bekakak , sebenarnya tak terlalu sulit sebab lokasi acara dan daerah nan akan dilewati oleh prosesi arak-arakan mudah diakses. Desa Ambarketawang terletak di sebelah barat Kota Yogyakarta, berjarak sekira 7 kilometer dan terletak di tepi Jalan Raya Yogyakarta - Purworejo.

Apabila Anda menggunakan kendaraan pribadi, dari arah Malioboro Yogyakarta, Anda dapat langsung berbelok ke kanan dan lurus terus mengikuti jalan raya. Berhentilah ketika sampai di ringroad Gamping, tunggu sampai arak-arakan lewat dan ikuti dari belakang.

Apabila Anda menggunakan transportasi umum, dari Terminal Giwangan Anda dapat mengggunakan Bus Kota KOPATA jalur 9 atau bus kota Damri, ASPADA, dan PUSKOPKAR jalur 15 dengan ongkos Rp2.500, buat sekali jalan. Beri tahu kondektur bahwa Anda akan turun di ringroad Gamping buat menonton prosesi Bekakak.

Setelah turun dari bus, Anda tinggal menunggu arak-arakan pengantin Bekakak lewat dan ikutilah arak-arakan itu dari belakang. Apabila Anda malas mengikuti arak-arakan dengan berjalan kaki, Anda dapat naik ojek atau kereta kelinci nan biasanya juga tersedia setiap kali ritual ini dilakukan. Jika tertarik buat menonton upacara adat ini, siapkan liburan Anda di Yogyakarta pada akhir Desember 2012 sebab bulan Safar mendatang jatuh pada saat-saat itu.