Miskin di Negeri Sendiri

Miskin di Negeri Sendiri

Mendengar kata hutan, pastilah kita langsung teringat pada Indonesia nan sangat kaya akan hal satu ini, namun jika menilik keadaan sekarang, mungkin agak miris. Karena terjadinya pengurangan hutan hutan di Indonesia .

Hutan nan semula kaya akan kekayaan hutan dengan berbagai macam varietas tumbuhan pelindung, obat-obatan, dan kegunaan lainnya, namun pada kenyataannya sekarang sangat miskin dan akan sulit buat bisa menikmatinya. Sungguh bertentangan dengan harapan kan!



Indonesiaku Sungguh Malang Nasibmu

Indonesia dikenal oleh bangsa dan Negara lain sebagai Negara hutan, sebab lebat dan berlimpahnya hutan-hutan di Indonesia. Indonesia diberkahi oleh sang Pencipta dengan beberapa hutan tropis nan sangat luas dan keanekaragaman hidup di dalamnya.

Puluhan juta rakyat Indonesia secara langsung menggantungkan hayati pada hutan buat mata pencaharian mereka, apakah dengan mengumpulkan hasil hutan guna pemenuhan kebutuhan sehari-hari atau bekerja di sektor pengolahan kayu.

Hutan hutan di Indonesia merupakan rumah dan pelindung bagi berbagai macam flora dan fauna nan tidak tertandingi oleh Negara manapun, tak ada ukuran nan sebanding walau di Negara manapun. Bahkan saat ini, hampir setiap ekspedisi ilmiah nan digunakan sebagai loka tujuan penelitian dan penjelajahan ialah hutan tropis Indonesia nan selalu menghasilkan inovasi spesies baru.

Tapi tragedi terus berlangsung di Indonesia, tanpa ada penanganan nan serius dan benar. Negara ini sekarang sepertinya mengkultuskan diri sebagai Negara nan tak diinginkan sebagai pusat perhatian dunia, hanya sebagai tunggangan kemarahan domestik dan internasional atas kerusakan pesat sumber daya alam nan ada.

"Keajaiban ekonomi" nan terjadi di Indonesia pada tahun 1980-an dan 1990-an ternyata telah didasarkan (disengaja buat dilakukan), sebagian sebab adanya penghancuran ekologis dan penyalahgunaan hak dan adat istiadat masyarakat setempat. Sebagai contoh, salah satu sektor nan paling cepat berkembang di negara kita ialah industri pulp dan kertas.

Harusnya industri pulp mendirikan perkebunan nan diperlukan buat menyediakan pasokan nan kondusif dari kayu pulp, namun ternyata pulpmills mengandalkan sebagian besar pada pembukaan besar-besaran hutan hutan di Indonesia nan terbentuk secara alami. Akhirnya perekonomian terganggu sebab adanya pelanggaran hukum dan korupsi. Mau dikemanakan negeri ini?

Belum lagi Illegal logging atau pemalakan hutan secara liar tanpa pertanggung jawaban, telah merajalela selama bertahun-tahun. Diyakini telah menghancurkan sekitar 10 juta ha hutan hutan di Indonesia. Industri pengolahan kayu di Indonesia beroperasi di atas hukum nan aneh.

Di mana perusahaan-perusahaan asing besar sampai menarik investasi miliaran dollar mereka dari negeri ini, sehingga Negara mengalami krisis pada tahun 1997-an, perusahaan-perusahaan asing tersebut mendapatkan pasokan kayu separuh lebih dari sumber-sumber secara ilegal.

Kayu-kayu tersebut secara rutin diselundupkan melintasi perbatasan ke negara tetangga, akhirnya pendapatan jutaan dollar milik pemerintah Indonesia hilang begitu saja setiap tahun. Begini kah orang-orang luar memperlakukan negeri kami!

Meskipun bukti-bukti pengrusakan dipelajari dan ditemukan, citra analisa terhadap setiap kejadian illegal logging masih tetap kabur, sebab data nan bertentangan, dis-informasi, klaim dan somasi balik nan selalu menyertai. Kebutuhan buat melakukan evaluasi nan obyektif dari situasi nan mendesak ini, menjadi salah satu informasi dasar nan memadai bagi setiap individu dan organisasi nan berupaya buat membawa perubahan positif bagi negeri ini.



Miskin di Negeri Sendiri

Kesulitan dalam memperoleh data nan seksama dan memadai, namun apapun hasilnya bisa digunakan sebagai upaya kecil penyelamatan hutan hutan di Indonesia. Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch telah mengumpulkan semua data resmi terbaik nan ada, dan mendapatkan laporan dari pemerhati lingkungan nan ada di lapangan buat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

  1. Berapa banyak tutupan hutan Indonesia nan tersisa, dan berapa banyak nan telah hilang selama 50 tahun terakhir?
  2. Bagaimana kondisi hutan hutan di Indonesia nan masih tersisa saat ini?
  3. Apa kekuatan pendorong primer di balik deforestasi, dan siapa nan menjadi aktor utamanya?
  4. Mengingat kondisi politik dan ekonomi di Indonesia saat ini, apa prospek buat reformasi kebijakan kehutanan di Indonesia?

Temuan mereka, bahwa pemerintah selama ini tak menyediakan dasar pandangan buat masyarakat menjadi optimis, meskipun tanda-tanda nan jelas akan perubahan kehutanan nan terjadi di Indonesia.

Para pendonor primer nan bekerja sama secara bilateral dan multilateral saat ini bekerja secara aktif dengan pemerintah Indonesia buat mengembangkan taktik dan planning aksi aktif buat reformasi. Departemen Kehutanan Indonesia berkomitmen buat menerapkan tindakan-tindakan khusus di taraf nasional dan baru-baru ini mendukung planning daerah nan luas buat memerangi pembalakan liar.

Namun, jika reformasi kebijakan saat ini telah berhasil, jelas bahwa Indonesia berada dalam masa transisi dari menjadi sebuah negara nan kaya akan hutan ke negara miskin hutan, mengikuti Filipina dan Thailand.

Jutaan hektar hutan alami sekarang tertutup sisa-sisa hutan nan terdegradasi, semak belukar, dan di mana-mana tumbuh rumput alang-alang. Dengan hilangnya hutan, Indonesia kehilangan keanekaragaman hayati, pasokan kayu, pendapatan, dan jasa ekosistem.

Lahan hutan nan terdegradasi tersebut sebenarnya masih bisa ditanami kembali dan dikelola buat menyediakan kayu, tanaman pohon, buah-buahan, dan produk non-kayu lainnya. Jasa ekosistem seperti pengaturan air tawar dan retensi tanah bisa dikembalikan.

Bagian dari tragedi hutan Indonesia ialah bahwa program hutan tanaman industri saat ini, dan sistem konversi hutan buat perkebunan, belum memberikan kontribusi berarti terhadap pengelolaan hutan lestari melainkan memiliki deforestasi dipercepat. Sungguh ironi, di satu pihak memberi kontribusi aktif,di lain pihak ingin kontribusi tersebut menghasilkan hasil nan dijadikan konsumsi individu.

Dalam tahun-tahun mendatang, rute pemugaran akan lebih mudah, dan memungkinkan operasi penebangan dan perkebunan bisa diatasi secara cepat. Tentu saja ini memerlukan kinerja nan sangat ekstra. Pemerintah dan masyarakat harus bisa mengembangkan sinergisitas nan sangat tinggi dalam penjagaan hutan-hutan nan tersisa.

Dengan kerja keras dan pemugaran rute hutan nan terlantar secara berkelanjutan, akan bisa dilakukan guna pemugaran huma nan saat ini menganggur, dan melestarikan hutan utama nan masih tersisa. Enam puluh empat juta hektar hutan telah ditebang selama 50 tahun terakhir. Tidak ada pembenaran ekonomi atau etika, bahwa selama 64 juta hektar hutan akan hilang selama 50 tahun ke depan.

Apakah kita siap hayati dalam sebuah gundukan gurun pasir dan hutan-hutan beton, tanpa adanya hutan alami nan lebih bisa melindungi kehidupan kita? Pelestarian hutan tropis Indonesia dapat dimulai melalui penanaman kembali dan penghidupan kembali hutan-hutan kota, nan berfungsi sebagai paru-paru sekaligus jantung kota, penunjang dan penyokong kehidupan masyarakat di dalamnya.

Sadar akan kelestarian serta tanggung jawab nan tinggi, maka kita akan melestarikan diri kita buat berkembang biak, secara baik dan paripurna guna keturunan atau generasi sesudah kita. Memulai dari nan tersedia di lingkungan sekitar kita, mungkin akan lebih baik daripada hanya sekedar berargumen dalam menyikapi kejadian di negeri kita ini, terutama tentang hutan hutan di Indonesia nan terus menghilang. Selamat berkarya, demi pembaharuan negeri ini!