Tata Letak Rumah Adat Jawa Timur

Tata Letak Rumah Adat Jawa Timur

Islam memang menjadi agama mayoritas masyarakat Jawa. Baik itu Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Namun, kepercayaan animisme nan berbaur dengan agama Hindu dan Budha masih mengakar kuat. Tecermin pada berbagai seni maupun arsitektur bangunan. Salah satunya ialah rumah adat Jawa Timur nan kentara dengan filsafat sikretismenya.



Filsafat Sikretisme pada Rumah Adat Jawa Timur

Para pakar sejarah mencatat bahwa kawasan pesisir barat dan utara Jawa Timur banyak dipengaruhi oleh nilai dan budaya Islam. Khususnya daerah Tuban, Lamongan, dan Gresik. Daerah ini dianggap sebagai gerbang masuknya Islam nan dibawa oleh para wali songo. Terbukti dari lima walisongo dimakamkan di kawasan tersebut.

Melalui akultrasi budaya nan harmoni, para wali songo mengembangkan Islam nan “ramah” dengan budaya dan adat istiadat setempat. Islam pun mulai menjalar ke berbagai daerah di Jawa Timur, seperti di Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan), Kediri, Tulungagung, Blitar, Trenggalek, dan sebagian Bojonegoro.

Apalagi ketika kerajaan Mataram Islam mulai berkuasa. Berpusat di Surakarta dan Yogyakarta, Mataram Islam menjadi motor penggerak diterima secara luasnya agama Islam oleh masyarakat Jawa. Berbagai kota di Jawa Tengah dan Timur mengalami akselerasi dalam menerima Islam sebagai agama dan budaya mereka nan baru. Menggantikan agama Hindu dan Budha nan sebelumnya dianut.

Hanya saja, dari dulu hingga sekarang masyarakat Jawa terkenal dengan budaya atau filsafat sikretisnya. Budaya ini lahir dari etos nan menekankan pada harmoni. Berbagai hal nan kiranya berpotensi menjadi konflik, diredam dan dicarikan jalan “damai”.

Akibatnya, semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menggunakan nilai-nilai Jawa tradisional nan cenderung paganis (animisme-dinamisme). Sehingga, walaupun misalnya ia beragama Islam, nilai-nilai tradisional Jawa masih kentara. Kepercayaan nan diyakini pun kadangkala menjadi kabur dilihat dari agama mainstream nan dianutnya. Kelompok masyarakat ini kemudian dikenal dengan istilah kejawen.



Rumah Joglo, Rumah Adat Jawa Timur

Rumah adat Jawa Timur umumnya mengambil bentuk joglo. Ada juga nan berbentuk limasan ( dara gepak ), dan bentuk srontongan ( empyak setangkep ). Spesifik buat rumah berbentuk joglo, kota-kota di bagian barat Jawa timur memiliki kemiripan dengan kota-kota di Jawa Tengah. Terutama Surakarta dan Yogyakarta nan disebut sebagai kota pusat peradaban Jawa.

Joglo sendiri secara rancangan arsitekturnya amatlah unik. Punya karakteristik khas berupa bentuk atap nan merupakan perpaduan antara dua buah bidang atap segi tiga dengan dua buah bidang atap trapesium. Masing-masing memiliki sudut kemiringan nan berbeda dan tak sama besar. Atap joglo selalu terletak di tengah-tengah dan lebih tinggi serta diapit oleh atap serambi. Dari bentuk atap nan unik inilah bangunannya kemudian dikenal dengan nama rumah joglo.

Ternyata, tidak hanya unik sehingga mudah dikenal, joglo juga menyiratkan kepercayaan kejawen masyarakat Jawa nan berdasarkan sinkretisme. Keharmonisan interaksi antara manusia dan sesamanya (“kawulo” dan “gusti”), serta interaksi antara manusia dengan lingkungan alam di sekitarnya (“microcosmos” dan “macrocosmos”), tecermin pada tata bangunan nan menyusun rumah joglo. Baik itu pada pondasi, jumlah saka guru (tiang utama), bebatur (tanah nan diratakan dan lebih tinggi dari tanah disekelilingnya), dan majemuk ornamen penyusun rumah joglo.

Adapun rumah joglo nan mempunyai banyak jenis seperti Joglo Lawakan, Joglo Sinom, Joglo Jompongan, Joglo Pangrawit, Joglo Mangkurat, dan berbagai jenis joglo lainnya, menyiratkan pesan-pesan kehidupan manusia terhadap kebutuhan “papan”. Bahwa rumah bukankah sekadar loka berteduh, tapi ia juga merupakan “perluasan” dari diri manusia itu sendiri. Berbaur harmoni dengan alam di sekitarnya.



Tata Letak Rumah Adat Jawa Timur

Secara sekilas, bentuk rumah adat Jawa Timur ini mirip dengan bentuk rumah adat Jawa Tengah. Bangunan nan paling khas umumnya berbentuk joglo, srontongan atau empyak setangkep, dan limasan atau dara gepak. Rumah berbentuk joglo dahulu hanya dimiliki oleh kaum bangsawan dan pejabat sebab tampilan luarnya nan lebih mewah, megah dan berwibawa. Rakyat kebanyakan memiliki rumah berbentuk srontongan.

Dalam aspek tata letak, masyarakat Jawa Timur (terutama di wilayah Surabaya dan sekitarnya) meyakini bahwa rumah nan baik seharusnya menghadap ke selatan, tak menghadap ke barat, timur, apalagi utara. Sangat tak disarankan rumah menghadap utara sebab pemilik akan harus ‘memangku’ gunung Muria nan letaknya di sebelah utara. Rumah nan menghadap ke utara syahdan akan memperberat kehidupan sehari-hari pemilik rumahnya.

Sementara itu di wilayah lain, rumah-rumah rakyat harus menghadap ke utara atau selatan. Adapun rumah-rumah nan boleh menghadap ke timur dan barat hanya rumah para bangsawan Kraton atau pejabat desa setempat. Selain panduan arah angin, arah nan menentukan tata letak rumah ialah himpunan air dan bukit, gunung, atau dataran tinggi. Rumah nan baik dalam adat Jawa Timur harus menghadap himpunan air dan membelakangi gunung, bukit, atau dataran tinggi.



Ruang-Ruang dalam Rumah Adat Jawa Timur

Rumah tradisional Jawa Timur, seperti halnya rumah-rumah tradisional lainnya, terbagi atas beberapa ruangan fungsional nan mencerminkan kehidupan pemilik rumah tersebut. Inilah ruangan-ruangan nan terdapat dalam rumah tradisional Jawa Timur:

  1. Pendopo, yakni bagian terbuka nan ada di depan rumah, bentuknya segi empat dan ditopang empat tiang atau saka guru. Pendopo ialah ruang tamu, di mana pemilik rumah menerima tamu-tamunya. Ruang pendopo nan terbuka ini melambangkan sikap pemilik rumah nan terbuka dan menerima siapa pun tamu nan datang.

  2. Pringitan, yakni merupakan ruangan peralihan dari pendopo ke ruang dalem ageng. Pringitan biasanya difungsikan sebagai loka pertunjukan wayang dan kesenian lain pada acara-acara tertentu.

  3. Dalem ageng, yakni area privat keluarga nan terdiri dari tiga buah kamar nan disebut senthong.

  4. Senthong tengah atau krobongan ialah kamar tertutup nan hanya boleh diakses oleh keluarga.

  5. Senthong kiwa ialah kamar tidur buat anggota keluarga berjenis kelamin laki-laki.

  6. Senthong tengen ialah kamar tidur buat anggota keluarga berjenis kelamin perempuan.

  7. Gandhok, yakni ruang belakang nan bentuknya memanjang, berada di antara sisi belakang pringitan dan dalem.

  8. Pawon, yakni ruang memasak alias dapur. Letaknya terpisah dari ruangan-ruangan dalam rumah.

  9. Pekiwan, yakni toilet dan kamar mandi. Seperti pawon, pekiwan juga terletak terpisah dari ruangan-ruangan dalam.

Jika diperhatikan, tata ruang di dalam rumah tradisional Jawa Timur disusun sedemikian rupa, dari depan ke belakang berurutan mulai dari ruang publik sampai ke ruangan nan lebih privat sifatnya. Pusat dari rumah adat ini ialah senthong tengah atau kamar tengah. Alur sirkulasi rumah pun dibuat ideal sehingga udara mengarah dari bagian depan rumah ke bagian belakang.

Rumah-rumah adat Jawa Timur dibuat di atas fondasi bangunan nan disebut bebatur. Bebatur ialah sekumpulan tanah nan diratakan, nan posisinya lebih tinggi daripada tanah di sekelilingnya. Di atas permukaan bebatur dipasangkan umpak nan diberi purus wedokan. Konstruksi ini strukturnya stabil, sebab merupakan struktur gabungan kolom sederhana. Jika ada gempa, fondasi ini akan tetap stabil sebab dibuat mengikuti arah gravitasi bumi. Apabila ada gempa, bangunan di atasnya akan bergoyang mengikuti, tanpa risi ada struktur kolom nan patah.