Perspektif Nilai, Sikap dan Konduite Individu dalam Organisasi

Perspektif Nilai, Sikap dan Konduite Individu dalam Organisasi

Dalam sebuah organisasi dapat diamati bagaimana konduite organisasi ditunjukkan. Secara garis besarnya dapat kita lihat dalam artikel konduite organisasi . Sebagai anggota suatu organisasi, kita perlu mempelajari bagaimana konduite organisasi itu dapat mempengaruhi anggota di dalamnya. Itu semua ada dalam uraian artikel konduite organisasi.



Pengertian Konduite Organisasi

Dalam artikel konduite organisasi sudah niscaya memuat apa itu pengertian konduite organisasi. Konduite organisasi bisa didefinisikan sebagai bidang kajian tentang aspek-aspek humanisme dalam organisasi, nan meliputi konduite individu, konduite kelompok, dan hubungan mereka dengan struktur, latar belakang budaya, dan proses organisasi (Luthans, 1995).

Secara normatif, tujuan pengkajian bidang konduite organisasi ialah buat memahami dinamika konduite nan berhubungan dengan usaha-usaha pencapaian tujuan organisasi. Dilihat dari sudut ilmiah, bidang ilmu konduite organisasi mendapat banyak sumbangan teoretis maupun praktis dari bidang-bidang ilmu sosial, seperti psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, dan ilmu politik.

Pada konteks psikolog sosial, bidang konduite organisasi terutama ditinjau dari penekanan aspek-aspek psikologi sosial nan tercakup dalam dinamika organisasi. Aspek-aspek psikologis itu bisa dibedakan berdasar pada gradasi analisis, yaitu pada taraf individu, taraf kelompok dalam organisasi, dan itngkat organisasi.

Pada taraf individual, analisis psikologis lebih ditekankan tinjuan pada aspek kepribadian, persepsi, nilai, sikap, motivasi, modifikasi perilaku, stres, dan pengambilan keputusan. Pada taraf kelompok, penekanan lebih pada aspek kepemimpinan dan proses komunikasi. Pada taraf organisasi, tinjuan psikologis difokuskan pada proses perubahan organisasi dan iklim organisasi.



Pemahaman Konduite Individu dalam Organisasi

Secara generik bisa dikemukakan bahwa dinamika konduite organisasi merupakan fungsi dari dinamika konduite individu, antarindividu, dan lingkungan loka seseorang menjadi anggota atau menjadi karyawan sebuah organisasi ( Beck, 1992). Terdapat beberapa tujuan primer mempelajari perilkau individu dalam organisasi.

Tujuan pertama ialah pengembangan empati, sehingga bisa dihindari kesalahan evaluasi dan pengambilan suatu keputusan dalam konteks dinamika organisasi. Tujuan kedua ialah pencapaian ketepatan seleksi dan penempatan individu buat suatu posisi atau jabatan dalam organisasi. Tujuan ketiga ialah peningkatan keberhasilan konseling dalam penanganan masalah pribadi anggota organisasi dan karyawan, sehingga bisa diciptakan kesehatan mental komunitas organisasi secara memadai.

Dalam mempelajari konduite individu dalam artikel konduite organisasi dibahas interaksi antara kepribadian dan konduite organisasi sebagai dasar memahami disparitas individual dalam dinamika organisasi. Menurut Umstot (1998) kepribadian ialah serangkaian ciri dan kesamaan nan menetap dalam diri seseorang.

Karakteristik dan kesamaan itu memberi pengaruh menentukan terhadap pikiran, perasaan, dan tindakan seseorang dalam interaksi saling pengaruh di antara faktor biologis dan sosial pada rentang waktu tertentu.

Konsep primer buat memahami kepribadian individu ialah konsep diri nan menggambarkan evaluasi diri (self esteem) dan pandangan tentang kebermaknaan diri seseorang (self worth). Terdapat pendapat bahwa individu cenderung menciptakan prosedur pertahanan, seperti rasionalisasi atau proyeksi, sebagai upaya melindungi penilinan dirinya (Umstot, 1988).



Perspektif Nilai, Sikap dan Konduite Individu dalam Organisasi

Nilai ialah seperangkat keyakinan generik nan diemban oleh manusia tentang cara-cara berperilaku atau cara-cara buat mencapai tujuan tertentu. Pemahaman terhadap nilai seseorang bisa dilihat sebagai unsur primer buat memahami konduite individu.

Dalam memberi tanggapan terhadap obyek nan bersifat khusus, nilai-nilai nan memiliki sifat generik bisa diwujudkan dalam sikap individu terhadap obyek khusus. Sikap ialah kecenderungan buat bereaksi dalam cara evaluatif ke arah positif atau negatif terhadap obyek sikap. Obyek sikap bisa bersifat benda, peristiwa, atau perilaku.

Dalam global organisasi, kepuasan kerja merupakan ukuran nan paling generik buat mengukur sikap karyawan terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja ialah taraf suka atau tak suka seseorang terhadap pekerjaannya. Berbagai hasil penelitian menunjukkan interaksi nan kurang konsisten antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan.

Meskipun demikian kepuasan kerja memiliki interaksi positif dengan loyalitas keanggotaan karyawan, nan ditunjukkan dengan konduite membantu sesama karyawan, menerima perintah tanpa keluhan, dan ikut menjaga iklim kerja nan bersifat kondusif. Oleh sebab itu, kepuasan kerja memiliki interaksi dengan konduite karyawan nan bersifat positif terhadap bagi perusahaan maka para manajer memiliki kewajiban buat meningkatkan dan memelihara taraf kepuasan nan tinggi dalam diri karyawannya.



Peningkatan Motivasi Kerja

Salah satu masalah primer nan dimiliki seorang manajer buat mencapai keberhasilan pencapaian utjuan organisasi ialah pelilihan cara buat meningkatkan motivasi para karyawan. Motivasi ialah suatu proses nan menyebabkan konduite nan menjadi bersemangat, terarah dan berkelanjutan.

Secara generik motivasi timbul sebab dorongan-dorongan buat memenuhi kebutuhan nan tak terpenuhi (Robbin, 1989). Selain sebagai dorongan buat memenuhi kebutuhan motivasi juga bisa dipengaruhi situasi sosial.

Kebutuhan karyawan dalam organisasi perusahaan meliputi kebutuhan: berprestasi, afiliasi, otonomi, penilaian, berkembang, psikologis, kekuasaan, keamanan, dan aktualisasi diri. Rincian kebutuhan itu secara belum pasti merupakan gabungan kebutuhan nan diturunkan dari pendekatan hierarki kebutuhan nan dikemukakan oleh Maslow dan pendekatan ERG nan dikemukakan oleh Alferder.

Dalam artikel konduite organisasi, teori asa dan teori tujuan merupakan dua pendekatan nan cukup sinkron buat menjelaskan proses timbulnya motivasi. Dalam teori harapan, fukos ditekankan pada persepsi tentang keyakinan bahwa suatu konduite spesifik akan timbul sebagai suatu hasil dari usaha-usaha seseorang.

Teori perumusan tujuan menekankan usaha-usaha peningkatan motivasi melalui perumusan tujuan organisasi buat mencapai hasil nan memadai. Perumusan tujuan ialah proses pengembangan, negosiasi, dan penetapan target organisasi nan melibatkan karyawan dalam usaha-usaha pencapaiannya.

Untuk meningkatkan motivasi, teori ekuilibrium memiliki fokus pada asas keadilan ganjaran. Sistem motivasi paling canggih pun akan mengalami kegagalan buat meningkatkan motivasi, apabila tak diimbangi oleh sistem ganjaran nan bersifat adil dan seimbang.

Pernahkah berdebat tentang sesuatu nan menurut pandangan Anda dinilai wajar atau benar? Tentunya, kita sering dihadapkan pada permasalahan tersebut. Sebagai contoh, Anda diminta melakukan sesuatu oleh bos dengan nada nan agak keras. Anda akan mempersepsikan hal tersebut sebagai teguran.

Anda pun dapat saja beranggapan bahwa bos sedang marah dan hendak memberikan hukuman. Faktanya, dapat jadi bos Anda memang memiliki nada bicara keras. Contoh permasalahan tersebut memang kerap terjadi dalam dinamika organisasi. Berikut ini dibahas salah satu artikel konduite organisasi nan terkait dengan persepsi.



Definisi Persepsi

Schemerhon mendefinisikan persepsi sebagai proses nan dilakukan oleh manusia melalui pemilihan, penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasian informasi dari lingkungannya. Dalam bahasa sederhana, persepsi merupakan reaksi seseorang atas stimulus nan diberikan oleh lingkungan.

Oleh sebab itu, suatu peristiwa atau kenyataan dapat diinterpretasikan berbeda. Informasi nan ada diolah dan dilakukan pemilahan sehingga didapat hasil informasi nan diperlukan. Persepsi merupakan inti konduite sebuah organisasi. Selain itu, informasi nan ada perlu dikelola dengan baik agar tak terjadi disparitas persepsi nan signifikan.

Persepsi bukanlah berasal dari individu saja. Persepsi lahir dari berbagai situasi dan faktor nan saling mempengaruhi. Faktor-faktor nan mempengaruhi persepsi ialah konteks situasi, ciri dari orang nan mempersepsi, dan ciri dari objek nan dipersepsikan. Konteks situasi berarti kondisi aktual dari organisasi, situasi fisik dari objek, dan situasi sosial ketika itu.

Karakteristik dari orang nan mempersepsi berkaitan dengan kondisi fisik orang tersebut, situasi sosial nan melatarbelakangi, dan tentu saja faktor organisasi loka orang tersebut terlibat. Sementara itu, ciri objek nan dipersepsikan berkaitan dengan penampilan objek tersebut dan konduite objek nan bersangkutan.

Persepsi terhadap benda atau objek hayati seringkali mengalami distorsi. Distorsi-distorsi tersebut telah dipola oleh para pakar sehingga menghasilkan istilah baru seperti berikut ini.

1. Stereotype

Merupakan generalisasi ciri suatu kelompok terhadap individu tertentu. Misalnya, stereotype terhadap kondisi kerja dari seorang wanita. Secara umum, wanita memang memiliki kemampuan fisik nan lebih rendah dari laki-laki. Meskipun demikian, dapat jadi wanita tersebut memiliki tenaga nan lebih besar daripada laki-laki.

2. Hallo Effect

Merupakan penggunaan salah satu faktor buat memprediksikan konduite atau kepribadian individu secara keseluruhan. Misalnya, ketika Anda sedang menghadapi wawancara. Anda datang dengan tampilan nan sempurna. Pewawancara akan melakukan justifikasi bahwa Anda merupakan orang nan sempurna.

3. Selective Perception

Merupakan evaluasi terhadap suatu posisi atau kenyataan eksklusif nan saling bertentangan. Misalnya, konflik peran antara manajer pemasaran dengan manajer produksi.

4. Projection

Merupakan prediksi antara atribut nan dimiliki oleh individu terhadap kepribadian. Misalnya, konflik kepentingan antara manajer dengan bawahan.

5. Expectancy

Merupakan pemposisian peran terhadap sesuatu dan kemudian berusaha buat memenuhi peran tersebut. Misalnya, seorang manajer harus mendekati bawahannya dengan perasaan optimis dan dapat memberikan pengarahan nan baik.