Rumah Tinggal dan Rumah Adat Suku Asmat

Rumah Tinggal dan Rumah Adat Suku Asmat



Ciri-Ciri Suku Asmat
  1. Secara fisik, orang-orang suku Asmat memiliki tubuh nan tinggi, besar, dan sangat tegap. Secara keseluruhan, mereka memiliki rona kulit dan rambut nan nisbi gelap. Rambut mereka umumnya keriting dan berhidung mancung.
  2. Mata pencaharian mereka umumnya ialah berladang, mulai dari ubi, wortel, jagung, serta mencari sagu. Selain itu mereka juga beternak ayam dan babi. Kadang buat memenuhi kebutuhan makanan, orang suku Asmat juga melakukan perburuan babi hutan, burung, atau memancing ikan dan udang.
  3. Orang suku Asmat biasanya menghias tubuh mereka dengan rona merah, hitam, dan putih. Rona merah didapat dari tanah merah, hitam didapatkan dari arang, sedangkan putih diperoleh dari kulit kerang nan sudah dihancurkan.


Berbagai Adat Suku Asmat

1. Kelahiran

Tak ada upacara spesifik dan hampir sama dengan prosesi kelahiran di suku lainnya. Bayi nan baru lahir kemudian dibersihkan dan tali pusarnya dipotong dengan bambu nan disebut sembilu.

2. Pernikahan

Salah satu adat istiadat suku Asmat dapat dilihat pada upacara pernikahannya. Sebenarnya tak ada upacara khusus, namun saat ada laki-laki dan wanita suku Asmat nan akan menikah, pihak laki-laki harus “membeli” wanita pilihannya dengan menawarkan mas kawin berupa piring kuno beserta uang nan nilainya disetarakan dengan bahtera Johnson (sejenis kapal bahtera motor nan biasanya digunakan melaut).

Bila pihak laki-laki memberikan uang mas kawin dengan harga nan kurang dari harga kapal Johnson tersebut, ia tetap boleh menikah dan tinggal bersama istrinya tapi harus tetap melunasi hutang mas kawinnya.

3. Kematian

Adat suku Asmat dalam acara kematian mungkin akan membuat orang lain bergidik. Bila nan meninggal ialah kepala suku, maka mayatnya akan dimumikan dan dipajang di depan rumah adat. Bila masyarakat biasa, jasadnya akan dikuburkan seperti biasa.

Upacara kematian akan diiringi oleh tangisan dan nyanyian dalam bahasa Asmat. Hal nan akan membuat orang lain bergidik ialah adanya acara mutilasi jari salah satu anggota keluarga nan meninggal. Satu ruas jari dari orang suku Asmat akan dipotong setiap ada anggota keluarganya nan meninggal.

4. Sistem Pemerintahan

Suku Asmat memiliki kepala suku atau kepala adat nan sangat dihormati. Namun, kepala suku Asmat akan menjalankan tugasnya sinkron dengan kesepakatan masyarakat, sehingga kehidupan suku Asmat nisbi harmonis.

Bila kepala adat meninggal, maka kepemimpinan akan diserahkan kepada marga keluarga lain nan dihormati warga (dituakan). Kepemimpinan ini juga dapat diserahkan pada seseorang nan sukses mendapat kemenangan dalam peperangan.

5. Perang

Dalam peperangan, suku Asmat memakai senjata berupa busur dan panah. Menurut adat suku Asmat, musuh nan sudah wafat akan dibawa ke kampung oleh pihak pemenang perang. Setelah itu mayatnya akan dipotong dan dibagikan pada masyarakat buat dimakan bersama. Tentu saja hal ini tak ditemukan lagi di masa sekarang.



Rumah Tinggal dan Rumah Adat Suku Asmat

Rumah tinggal dan rumah adat memiliki fungsi nan berbeda dalam suku adat Asmat sebab ada dua loka atau dua rumah nan dijadikan sebagai loka tinggal bagi keluarga dan ada juga rumah nan dijadikan loka spesifik buat melakukan berbagai ritual dan kegiatan adat.

Setiap suku adat nan ada di Indonesia selalu memiliki rumah adat nan masing-masing berfungsi sinkron dengan ketentuan adatnya. Dalam hal ini, suku adat membedakan antara rumah nan dapat digunakan buat kelompok masyarakat kecil atau nan dinamakan keluarga dan kelompok masyarakat besar nan biasa disebut masyarakat adat.

Setiap rumah adat tentu memiliki bentuk masing-masing nan melambangkan filosofi hayati mereka. Sama halnya dengan rumah suku Asmat nan memiliki filosofi nan sinkron dengan kepercayaan nan diturunkan dari leluhur mereka.

Rumah adat suku Asmat memiliki filosofi nan berlandaskan pada kepercayaan mereka bahwa loka tinggal nan didiami haruslah dibuat oleh masyarakat setempat dan tak dibantu oleh masyarakat luar sekalipun itu masyarakat nan baik dan ingin menjadi bagian dari kehidupan masyarakat suku tersebut.

Selain itu, suku Asmat juga masih berpegang teguh pada prinsip bahwa segala sesuatu harus bernilai alami sehingga bahan standar pembuatan rumah pun tak diambil dari hasil pabrikan apalagi hasil industri nan sudah modern. Semua bahan standar pembuatan rumah diambil dari alam sekitar mereka dan tak menggunakan bahan matrial seperti paku seperti pada beberapa rumah adat lain nan ada di Indonesia.

Hal ini didasarkan pada kepercayaan masyarakat suku Asmat nan menjunjung tinggi nilai leluhur dan kepercayaan mereka sehingga membangun rumah adat menjadi semacam ritual sakral nan hanya boleh dilakukan oleh masyarakat suku tersebut.

Rumah adat nan dibangun di wilayah suku Asmat terdapat dua macam, yakni rumah Jew atau nan biasa disebut rumah bujang dan rumah Tsyem nan biasa disebut rumah tinggal.

Rumah Jew merupakan rumah adat pertama nan dibangun spesifik demi kepentingan bersama masyarakat adat setempat dalam melakukan berbagai kegiatan dan ritual nan bersifat adat, sedangkan rumah Tsyem merupakan rumah tinggal nan memang dibuat buat loka tinggal anggota keluarga dari masyarakat tersebut.

Rumah Jew sering disebut sebagai rumah bujang sebab hampir semua orang nan menempati rumah tersebut ialah lelaki nan belum menikah. Mereka melakukan kegiatan adat di rumah tersebut dan berbagai kegiatan lainnya nan bersumber pada ketentuan adat setempat.

Sementara itu, rumah adat Tsyem dibuat dan ditempatkan di sekeliling rumah adat Jew dengan ukuran nan lebih kecil. rumah ini ditempati oleh maksimal tiga kepala keluarga dari anggota kelompok masyarakat, seperti halnya ibu, bapak, anak nan sudah menikah bersama isterinya.



Kesenian Khas Suku Asmat

Kesenian nan khas dari suku Asmat ini ialah seni ukir. Seni ukir merupakan bagian dari kebudayaan suku tersebut nan tak akan dapat dihilangkan begitu saja sebab pengaruh spiritual dan religiusitas nan terdapat di dalamnya sangat dipercaya mampu mendatangkan nilai-nilai nan baik bagi kehidupan masyarakat suku Asmat.

Sekalipun masyarakat suku Asmat sudah mengenal ebberapa agama nan datang dari luar, namun kepercayaan akan kekuatan mistik nan dimiliki oleh leluhur mereka tak langsung hilang begitu saja. Dalam seni ukir nan dibuatnya, masyarakat suku Asmat tersebut justru memercayai bahwa kekuatan terbesar nan berpengaruh terhadap kehidupan mereka ada di dalam konduite penyembahan dengan mengukir kayu.

Oleh karena itulah semua anggota masyarakat suku Asmat senantiasa melakukan kegiatan mengukir kayu sebagai ritual sakral dari penyembahan terhadap nenek moyang agar kehidupan mereka selalu dilindungi oleh roh nenek moyang mereka itu.

Baik suku Asmat nan tinggal di pedalaman maupun nan tinggal di wilayah dekat pantai, mereka senantiasa melakukan ritual ini dengan menciptakan ragam seni ukir nan pada akhirnya dianggap oleh masyarakat luar sebagai bentuk kesenian nan khas dari suku Asmat.