Struktur Itu Ada pada Puisi Kesedihan

Struktur Itu Ada pada Puisi Kesedihan

Setiap mahluk hayati dapat sedih. Bahkan tarsius wajahnya sedih terus, matanya membelalak kejut seolah setiap hari ketemu tragedi nan sedih-sedih. Sesedih apapun binatang, mereka tak mampu menulis puisi kesedihan . Karena hanya manusialah mahluk hayati satu-satunya nan dapat senewen menghadapi sesuatu nan menyedihkan, lantas menggantikan tangisan nan kurang nyeni dengan kata-kata puisi nan mengharu biru.

Puisi kesedihan memang diada-adakan, dari para manusia pengada-ada nan tak pingin serba gampang plek nangis begitu saja. Puisi kesedihan selalu mengada-ada, membacanya saja bikin jengah, apalagi bila Anda baca puisi itu pada saat upacara pernikahan mitra baik Anda.



Hartojo dan Puisi Kesedihan Puncak

Namun baiklah, bila puisi kesedihan, atau dalam bahasa sastranya sering disebut elegy itu dibacakan pada saat nan tepat, maka suasana akan berubah bertambah khidmat. Ada kepekatan nan ikut ditawarkan pada puisi kesedihan. Ada jarak panjang nan ketika orang mengambil nafas berulang-ulang, dadanya masih terasa sesak dan ingin bercerita banyak hal dari apa nan telah dia alami, dan apa nan dia inginkan buat menghindari momentum nan telah terjadi itu.

Anda tak dapat lari..

Memento mori, setiap nan hayati akan menghadapi nan mati.

Dan setiap gembira, ada pula kesedihan di ujung jalan sana menanti Anda.

Seperti puisi kesedihan dari Hartojo Andangdjaja ini nan berjudul



Puisi Kesedihan - Perarakan Jenazah

Kami mengiring jenazah hitam
Depan kami kereta wafat bergerak pelan-orang-orang tua berjalan menunduk diam
Dicekam hitam bayangan :makam muram awan muram
Menanti perarakan di ujung jalan

Tapi kami selalu berebut kesempatan :kami lempar pandang

Kami lempar kembang

Bila dara-dara berjengukan

Dari jendela-jendela di sepanjang tepi jalan: lihat, di mata mereka di bibir mereka

Hidup memerah bermekahan

Begitu kami isi jeda sepanjang jalan

Antara rumah tumpangan dan kesepian kuburan

Puisi Hartojo (1930-1990) di atas di gadang-gadang para penyair republik ini, sebagai puisi kesedihan terbaik nan pernah dibuat oleh anak bangsa. Puisinya padat, memiliki kesan mencekam, sebagaimana umumnya puisi kesedihan. Namun nilai lebihnya ialah pada muatan artistik puisi.

Jenazah hitam, berarak pelan, orang tua, menunduk, diam, bayang, awan, muram, ujung jalan. Menegaskan kesedihan tanpa henti, dalam diksi nan mengambarkan dengan baik A-Z nan seharusnya dari suatu puisi kesedihan. Tidak ada difraksi, tak ada jarak dan tensi nan meledak di porsi saat puisi kesedihan melukiskan sedihnya, dengan kata lain, tak ada perasaan berlebih tak seperti rangkaian lagu bait Gugur Bunga dari Ismail Marzuki.

Betapa hatiku takkan pilu
Hamba ditinggal sendiri

Lebih dari itu, pada puisi kesedihan Hartojo, nan ada ialah kontras. Paradoksal pada saat Anda beranjak ke bait berikutnya.

Tapi kami selalu berebut kesempatan :kami lempar pandang
Kami lempar kembang
Bila dara-dara berjengukan
Dari jendela-jendela di sepanjang tepi jalan:lihat, di mata mereka di bibir mereka
Hidup memerah bermekahan

Di suasana sedih, Hartojo memberikan harapan. Pada suasana sedih, Hartojo memperlihatkan sedikit dagu terangkat buat kemudian tak sekadar meratap. Puisi kesedihan di tangan Hartojo bukanlah alat buat memeras air mata sia-sia. Puisi kesedihan di tangan Hartojo mengembalikan makna elegi nan bermakna, ada nan mati, namun ingat pula ada nan hidup.

Puisi Hartojo merupakan puisi kesedihan, namun sebagian sastrawan ada nan bilang ini puisi kontras. Ketika ditanya kembali adakah puisi lain nan ikutan kontras? Tidak ada penjelasan, sebab kontrasnya puisi kesedihan Hartojo, tak mengembalikan si suasana sedih pada gembira. Tidak ada nan semacam itu. Yang ada ialah situasi untuk chin up .

Tegakkan dagu Anda dalam situasi perarakan jenazah. Kesedihan bukan buat dieksploitasi, namun merupakan mitra sementara nan mengenal pula bahwa posisi Anda ialah sesuatu nan harus maju dan mengeluarkan apa nan terbaik sampai giliran Anda dijemput.

Pada bibir dara nan mengintip di balik ventilasi pada saat perarakan jenazah, merah bermekahan, ada gairah diingatkan kembali. Ada hayati bagai bibir gadis muda nan segar menyegarkan. Dalam suasana sedih itu. Sehingga dalam kalimat pamungkasnya, Hartojo menuliskan

Begitu kami isi jeda sepanjang jalan
Antara rumah tumpangan dan kesepian kuburan

Begitulah pula puisi kesedihan. Menjadi jarak pada saat seseorang di antarkan menuju hayati nan berbeda. Karena di bumi manusia menumpang, dan kuburan bagi nan hayati ialah sesuatu nan sunyi.



Struktur Itu Ada pada Puisi Kesedihan

Di barat sama saja, sebuah puisi kesedihan biasanya ialah puisi nan dibaca atau ditulis pada terjadinya kematian seseorang. Puisi kesedihan ditulis dengan nada sedih sebab mereka dimaksudkan buat mengisi situasi memilukan.

Sering disebut puisi ratapan kematian seseorang dengan mewakili kesedihan dalam aktualisasi diri sederhana. Dan nan dinamakan sederhana bagi orang barat adalah, sebuah puisi bersifat sajak sedih terutama terdiri dari bahasa literatur nan menumpuk sisi artistiknya dan lekat dengan pengulangan, repetisi ritmis, dalam arti ketika Anda membacakannya, tak ada nada ekspresif, nan ada pembacaan pelan khidmat, minta semua memerhatikan.

Puisi kesedihan ini berbicara keras tentang khayalan dan asosiasi, terutama pada simbol nan menyertai proses pemakaman, entah itu kembang bakung, keranda, nisan, pusara, pemakaman, arak arakan, sampanye, doa. Dan tentu saja, puisi-puisi ini dimaksudkan buat mengungkapkan simpati kepada orang-orang tersayang saat mereka ditinggalkan.

Puisi kesedihan memiliki sentimen genre bebas sebab itu tak memerlukan kepatuhan nan ketat pada struktur. Padahal, puisi kesedihan memiliki aspek lain nan layak diperhatikan berkaitan dengan struktur. Walau menurut buku pedoman Dead Poet Society, go to hell with struktur.

Semisal, menyebutkan interaksi Anda dengan orang nan meninggal umumnya dianggap sebagai pembukaan nan baik dari puisi kesedihan. Mengekspresikan kesedihan tak cukup. Adalah baik buat menggambarkan kemarahan dan kebencian melalui kata-kata pada kematian orang tersebut. Misalnya, jika orang tersebut telah dibakar mati, maka mengutuk barah dalam puisi kesedihan nan dibuat.

Anda akan memproyeksikan kebencian sang penyair terhadap objek nan menyebabkan berakhirnya orang tersebut. Bait-ayat puisi kesedihan harus menyangkal penerimaan kematian tetapi harus berakhir dengan menerimanya sebagai kehendak Tuhan nan Maha Kuasa.

Penyair harus membandingkan global dengan atau tanpa orang nan meninggal. Pada titik ini, ia cukup bisa menggambarkan pentingnya orang nan meninggal di global dan juga pentingnya dia buat kerabat keluarga, teman dan orang-orang terkasih.

Sertakan kontribusi dari orang dalam puisi kesedihan semisal prestasi dan apa nan dapat membuat orang lain menghargainya. Meskipun tak ada format spesifik nan harus diikuti saat menulis puisi kesedihan, itu dianggap lebih baik jika ada garis penentu dalam puisi tersebut. Garis penentu itu harus keluar dari penulis secara alami hasil perasaan dari emosi purbanya sendiri.

Karena puisi kesedihan ialah puisi tentang kematian, bukan berarti Anda harus wafat dulu buat mendapatkan feel nya. Cukup merasakan emosi kemarahan, ketika sesuatu tercabut dari diri Anda. Contoh puisi kesedihan versi barat misalnya karya Walt Whitman "O Captain! My Captain!". Karya lainnya "Darkness" dari Lord Byron, "For Whom The Bell Tolls" oleh John Donne, "Forget Not Yet" oleh Thomas Wyatt, "Her Voice" dari Oscar Wilde dan "In Memory" dari Joyce Kilmer.