Kasongan DI Yogyakarta - Tetap Eksis

Kasongan DI Yogyakarta - Tetap Eksis



Anugerah Tuhan

Orang Kasongan benar-benar telah diberi Tuhan anugerah nan tidak terhingga. Mereka mempunyai kepandaian membuat berbagai peralatan dari tanah liat. Tidak semua orang dapat melakukan. Barang-barang protesis orang Kasongan ini sangat bagus sehingga terkenal hingga ke banyak tempat. Misalnya, berbagai alat memanggang sebelum zaman kompor, orang Kasongan membuatnya begitu keren buat memasak dengan menggunakan kayu bakar.

Apabila menggunakan arang kayu atau arang bathok kelapa, orang lebih menyukai menggunakan anglo. Sebagai loka masak, orang Kasongan membuat kuali nan difungsikan sebagai dandang atau panci. Sedangkan sebagai loka minum, dibuatlah kendhi nan berfungsi seperti teko atau ceret. Semua peralatan itu terlihat begitu unik dan sangat artistik. Tidak heran kalau berbagai kalangan menginginkan barang-barang dari tanah liat nan berasal dari Kasongan.

Seiring mulai dikenalnya peralatan rumah tangga nan terbuat dari bahan logam dan plastik, maka fungsi peralatan tradisional nan dibuat oleh orang Kasongan ini, semakin sepi dari peminat. Karena selain berat, benda-benda ini juga mudah pecah. Orang Kasongan mulau kehilangan konsumen. Inilah satu babak kehidupan, ada kalanya di puncak dan ada kalanya di bawah. Namun demikian, beberapa restoran besar nan bernuansakan tradisional masih sering memesan peralatan rumah tangga dari tanah liat ini ke Kasongan.

Untuk menghadapi keadaan tersebut, orang Kasongan bersama dengan pemerintah DIY Yogyakarta berusaha bangkit dan bahkan membuka satu jenis pasar seni nan diperuntukan bagi para pengrajin. Par apelancong nan datang ke Yogyakarta juga dapat langsung pergi ke pasar seni buat mendapatkan berabgai kerajinan nan berasal dari tanah liat ini. Daerah Kasongan ini mempunyai jenis tanah liat nan cukup bagus buat kerajinan sehingga kualitas nan dihasilkan memang cukup baik dan halus. Anugerah ini memang harus dimanfaatkan sebaik mungkin.

Hasil kerajinan ini tak hanya dijual di sekitar Yogyakarta. Beberapa daerah seperti Bali juga mengambil barang dari Kasongan. Memang ketika ada bom Bali, pengrajin Kasongan juga merasakan akibat tersebut. Mereka merasakan penurunan jumlah permintaan. Sekali lagi pengrajin Kasongan menghadapi cobaan. Tetapi berkali juga mereka bangkit lagi dan berusaha lagi mendapatkan apa nan sempat hilang dari mereka.



Beradaptasi

Ketika souvenir pernikahan banyak nan berupa mainan dari tanah liat, pengrajin Kasongan mendapatkan pesanan nan cukup banyak. Namun, kini mungkin ada masa ketika orang mulai merasa bosan dan mengganti souvenir itu dengan berbagai jenis mainan lain termasuk cenderamata dari perak atau kipas nan terbuat dari kain batik dan kain songket. Orang Kasongan tak berputus asa. Mereka mulai memasarkan hasil kerajinannya melalui internet.

Daerah Kasongan nan berdekatan dengan daerah Tembi juga kecipratan popularitas dari Tembi. Adanya seremoni dan festival Jazz nan dinamakan Jogjazz ikut juga mengangkat pasar seni Kasongan. Tidak hanya pemerintah Bantul, tetapi juga pemerintah provinsi DI Yogyakarta nan mencoba memasyarakatkan keberadaan Kasongan. Institut Seni Indonesia nan ada di jalan Parangtritis sedikit banyak juga mempengaruhi keberadaan para pengrajin di Kasongan.

Mereka menularkan pelajaran dan pengetahuan tentang seni nan bahagia marak di pasar nasional maupun internasional. Dengan kata lain, ketika berbicara tentang bagaimana menghidupkan kerajinan dari tanah liat ini, pengrajin Kasongan tak ada matinya. Mereka tetap berkarya dan tetap berusaha membuat nan terbaik dari tanah nan ada di sekitar mereka. Perjuangan ini memang cukup luar biasa mengingat betapa ketatnya persaingan di global kerajinan dunia.

Mereka mengikuti berbagai pameran nan diadakan baik di Yogyakarta maupun di luar Yogyakarta. Daya tarik kota pelajar ini juga mempengaruhi keberadaan pengrajin. Adanya warta nan mengatakan bahwa berwisata ke Yogyakarta semakin mahal, dapat saja mempengaruhi keberadaan mereka. Inilah isu nan seharusnya tak dihembuskan agar orang-orang seperti nan ada di Kasongan tak kehilangan mata pencarian mereka.

Tidak sedikit pengrajin nan benar-benar menggantungkan nasibnya pada barang-barang kerajinan nan mereka buat. Memang ada beberapa nan membuat tembikar atau peralatan lain dari tanah liat ini sebagai pengisi waktu luang. Tetapi dengan semakin sempit dan sedikitnya tanah buat pertanian, selayaknya, para pengrajin dibantu agar mereka tetap menemukan kesejahteraan nan diharapkan.



Kasongan DI Yogyakarta - Tetap Eksis

Sekalipun peralatan rumah tangga dari gerabah sudah tak diminati lagi, pengrajin gerabah di Kasongan, hingga saat ini masih tetap eksis. Mereka sekarang banyak memproduksi souvenir, barang seni, hiasan ornamen dekoratif, bahkan juga set kursi teras. Penemuan ini memang tak sepenuhnya berasal dari kreativitas pengrajin gerabah di Kasongan, namun lebih dikarenakan pesanan model dari para pembeli nan banyak datang, baik pembeli asing maupun dalam negeri.

Adanya pesanan ini, justru malah semakin memajukan bisnis gerabah disini jadi lebih bergairah. Show room dan galeri gerabah lalu banyak berdiri disepanjang jalan Kasongan. Namun sayangnya, kebanyakan pemilik Show Room atau galeri ini bukan penduduk orisinil Kasongan. Melainkan pendatang dari luar Kasongan nan mencoba mencari peruntungan di sentra industri gerabah ini. Bahkan ada di antaranya milik orang asing, nan memfungsikan usahanya di Kasongan sebagai trader besar.

Uniknya, dengan mengunjungi Kasongan DI Yogyakarta, Anda bukan saja dapat mendapatkan aneka produk kerajinan gerabah saja. Di loka ini bahkan Anda dapat mendapatkan semua jenis produk kerajinan dengan berbagai bahan baku. Mulai dari kerajinan nan terbuat dari kayu, kerang, maupun batik. Bahkan beberapa jenis kerajinan didatangkan dari luar daerah buat dijual ditempat ini. Adanya hasil kerajinan dari bahan lain ini sebagai bentuk mempertahankan hidup. Bagaimanapun pada satu titik orang tak lagi merasa tertarik buat membeli barang dari gerabah.

Itulah mengapa darah seni nan dimiliki oleh orang Kasongan dimanfaatkan buat membuat barang lain dari jenis nan berbeda. Para pengunjung tentu saja bahagia dengan adanya berbagai variasi nan majemuk itu. Harga nan ditawarkan memang cukup beragam. Bahkan orang Bantul pada umumnya dan orang Kasongan pada khususnya membuat kembang nan terbuat dari berbagai macam bumbu dapur dan dedaunan serat rerumputan kering. Pelepah pisang dan tanaman unik nan ada di sekitar mereka, dimanfaatkan sedemikian rupa.

Pewarnaan pun diusahakan buat menggunakan bahan alami sehingga dapat dijual ke luar negeri. Adanya isu kembali ke alam membuat para pengrajin harus memutar otak agar tak kehilangan pembeli. Namun dengan adanya krisis keuangan nan ada di daratan Eropa, tentu saja pengrajin kehilangan cukup banyak konsumen. Orang Eropa memang terkenal penggemar barang-barang dengan daya seni nan tinggi. Mereka bahkan tak tanggung-tanggung dalam menggunakan sesuatu nan menurut mereka unik walaupun harganya cukup mahal.

Penghargaan pada seni nan cukup tinggi inilah nan membuat beberapa pengarjin sempat merasakan hangatnya mata uang Euro. Tetapi sekali lagi bahwa kehidupan ini cepat sekali berubah. Orang Kasongan harus cepat menyesuaikan diri. Tidak heran kalau mereka mencoba menjadi trendsetter dibidang pembuatan berbagai kerajinan unik nan berasal dari alam. Meja nan terbuat dari akar atau lukisan dari tanah liat dan berabgai hal nan belum terpikirkan sebelumnya terus dicoba dibuat agar konsumen merasa tertarik buat membelinya.

Kini, Kasongan dapat jadi loka one stop shopping buat barang-barang kerajinan. Dengan demikian, agaknya Anda sesekali harus mampir ke loka ini jika berkunjung ke Yogyakarta, buat berbelanja aneka barang kerajinan sebagai oleh-oleh. Harganya cukup murah. Jangan takut kalau barang itu akan rusak. Para penjual sangat berpangalaman dalam mengbungkus barang seni itu agar tak pecah. Mereka telah menyiapkan kotak atau loka penyimpanan nan bagus.

Akses menuju loka ini cukup mudah sebab berada di tepi jalan Raya Yogyakarta – Bantul, dan tak terlalu jauh dari pusat kota. Sayangnya, Kasongan nan sudah jadi sentra industri gerabah ini, jalannya sempit dengan huma parkir nan terbatas. Hingga terasa sangat padat ketika musim liburan tiba.