Apresiasi Puisi Puisi Karya Chairil Anwar

Apresiasi Puisi Puisi Karya Chairil Anwar



Apresiasi Puisi Puisi Karya Chairil Anwar

Berikut ini disajikan beberapa judul puisi karya Chairil Anwar dan sedikit ulasannya.

1. Puisi ‘Doa’
Saat Sekolah Dasar, puisi ini termasuk dari karya Chairil Anwar nan kita temukan dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Puisi ini merupakan ungkapan kejujuran seorang Chairil Anwar selaku penyair sekaligus hamba Tuhan.

Chairil dalam lirik akunya menyebutkan tentang kesulitan diri dalam mendekatkan diri dan mengingati Tuhan, ini merupakan empiris permasalahan seorang hamba dalam kehidupan. Puisi ini mengungkapkan tentang rasa keinginan seorang hamba buat kembali kepada Tuhannya setelah ia letih dengan pergulatan hayati nan melelahkan.

Dalam kalimat ‘Aku hilang bentuk, remuk’ terlihat jelas bagaimana lirik saya mengungkapkan kejujurannya. Puisi ini memberi inspirasi pada manusia buat jangan sesekali melupakan Tuhan dalam hidupnya. Segala macam persoalan, tak pernah dapat terlepas dari keberadaan Tuhan Sang Pencipta.

2. Puisi 'Aku'
Puisi berjudul ‘Aku’ milik Chairil Anwar merupakan bentuk puisi nan menampilkan semangat, kegigihan dan rasa tekad nan tinggi dalam diri seseorang buat menjalani kehidupan dan perjuangannya. Kata Aku binatang jalang dalam sajak Aku, diapresiasi sebagai dorongan kata hati rakyat Indonesia buat bebas merdeka.

Bahasa-bahasa nan dibangun dalam puisi ini cukup kokoh, memiliki kekuatan ditiap bangunan diksinya. Hayati membutuhkan sikap optimis, dan Chairil Anwar sukses memasukkan pesan itu dalam ‘Aku’ dengan cukup cantik.

3. Puisi 'Krawang-Bekasi'
Dalam puisi ini Chairil menginspirasi dan mengapresiasi upaya manusia meraih kemerdekaan, termasuk perjuangan bangsa Indonesia buat melepaskan diri dari penjajahan. sajak “Krawang-Bekasi” disadurnya dari sajak “The Young Dead Soldiers”, karya Archibald MacLeish (1948).

4. Puisi 'Persetujuan dengan Bung Karno'
Puisi nan dimuat dalam majalah Liberty jilid 7 dan dibuat pada tahun 1948 ini merefleksikan dukungannya pada Bung Karno buat terus mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945.

Menyuarakan bangsa Indonesia bahwa sesungguhnya nan dibutuhkan bangsa bukan hanya sekedar janji, melainkan bukti. Bagsa Indonesia satu, satu zat satu urat, sama, Walau suatu saat akan pergi (bertolak) tapi akan kembali lagi, membela kepentingan bangsa (berlabuh).

5. Puisi 'Nisan'
Puisi ini ialah puisi pertama nan ditulis Chairil Anwar. Usianya ketika ini baru menginjak dua puluh tahun. Kehilangan nan sangat besar digambarkan Chairil dalam puisi ini sebab kehilangan nenek nan sejak kecil telah merawatnya. Neneknya diceritakan begitu "ridla menerima segala tiba". Begitu tenang dan taklagi berdaya. Sementara takdir sudah berkata, begitu dingin, tanpa belas kasih, membawa pergi sang nenek.

Bagi Chairil, kematian nan menghampiri sang nenek membuatnya melihat dua hal. Pertama, betapa tak berdayanya manusia menghadapi sang maut. Kedua, Betapa angkuhnya maut melaksanakan tugasnya tanpa mau berkompromi dengan siapa pun, "Tak kutahu, setinggi itu atas debu dan duka maha tuan bertakhta."