Peranan Manusia Sebagai Khalifah - Di mata Atheis dan Sekuler

Peranan Manusia Sebagai Khalifah - Di mata Atheis dan Sekuler

Di dalam Al-Qur'an disebutkan, tak semata-mata mahluk hayati diciptakan melainkan sudah dipersiapkan fungsinya masing-masing. Lantas, jika berbicara manusia sebagai mahluk nan paripurna dibanding kreasi Allah lainnya, apa sebenarnya tugas dan peranan manusia sebagai khalifah itu? Berikut penjelasannya.



Makna dan Pengertian Khalifah

Khalifah memiliki makna sebagai pengemban amanah nan dipercayakan. Di dalam Al-Qur'an, manusia disebutkan memiliki dua tujuan utama. Yakni buat mengabdi hanya kepada Allah Swt semata, serta sebagai khalifah di muka bumi.

Sementara pandangan nan diperkenalkan oleh global Barat, justru menganggap bahwa manusia hanya merupakan salah satu spesies daripada mahluk hayati lain. Yang tak beda seperti hewan kebanyakan. Karena itu manusia dianggap tak pantas menjadi pengatur kehidupan bermuamalah nan ada di bumi.

Jelas pendapat ini sangat bertentangan dengan apa nan terdapat di dalam Al-Qur'an tadi. Karena itu sebagai umat Islam, diharapkan mampu memahami baik makna atau pun pengertian dari khalifah tersebut. Agar pemahaman nan salah sekalipun tak sampai mengotori kebenaran hakiki nan telah disampaikan oleh kitab-kitab agama samawi. Seperti di dalam Taurat, Injil serta Al-Qur'an.

Lebih lanjut pemahaman nan sahih terhadap makna dan pengertian manusia sebagai khalifah, membantu umat Islam dalam memberi arah pada saat memainkan peran dan fungsi tersebut di muka bumi. Yakni fungsi sebagai khalifah. Di mana fungsi tersebut juga sekaligus merupakan sebagai tugas bagi manusia.



Peranan Manusia Sebagai Khalifah

Di awal telah disebutkan makna dan pengertian tentang khalifah. Yakni penerima atau pengemban amanah nan dipercayakan.

Sementara istilah khalifah ini dalam Al-Qur'an sendiri sudah disebut-sebut pula. Tepatnya pada Surat Al-Baqaroh ayat 30 nan berbunyi:

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, 'sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."

Mereka (malaikat) berkata:

"Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang nan akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"

Allah berfirman:

"Sesungguhnya Aku mengetahui apa nan tak kamu ketahui."

Berangkat dari sini, bahwa memang dalam Islam keberadaan manusia diyakini telah disiapkan buat menjadi khalifah di bumi. Bahkan, ketika malaikat "menentang" Allah mengingat sifat manusia nan kadang selalu berbuat kerusakan, tetapi Allah lebih mengetahui rencananya. Dan manusia tetap disebutnya sebagai khalifah di muka bumi nan kelak akan dimintai pertanggungjawaban.

Sehingga sudah selayaknya, apabila manusia nan dipercayakan mengemban tugas sebagai khalifah di muka bumi ini melakukan apa nan sinkron dengan kehendak Allah Swt. Dengan berdasarkan pada tugas pertama, yakni manusia diciptakan hanya buat beribadah atau mengabdi kepada Allah Swt.

Sinkronisasi dari kedua tugas tersebut adalah, diharapkan pada saat manusia memerankan peran pentingnya sebagai khalifah, sebaiknya tetap berdasarkan atas tugas pertama yakni dalam rangka beribadah dan semata-mata mengabdi kepada Allah Swt.



Peranan Manusia Sebagai Khalifah - Di mata Atheis dan Sekuler

Jika di dalam ajaran agama Islam, bahwa manusia akan dimintai tanggung jawab; maka berbeda dengan kalangan atheis. Mereka menganggap manusia hanya kenyataan alam saja seperti hewan dan tumbuhan. Manusia ada secara alamiah dan akan punah secara sendirinya. Tak ada nan harus dipertanggungjawabkan sebab tidak ada nan akan meminta pertanggungjawaban.

Artinya, mereka menganggap ketika manusia telah sampai kepada ajalnya, maka semua itu dianggap sebagai hukum alam biasa. Dan semua kehidupan akan putus dan usai sampai di situ ketika ajal telah menutup usia seorang manusia.

Tak ada hari pembalasan. Tak ada hari peradilan atas perbuatan baik dan benar. Tak ada neraka dan tidak ada surga. Semua tampak datar di mata para kaum atheis dalam hal memandang peranan manusia sehubungan dengan hukum Tuhan.

Sementara di mata kalangan sekuler, manusia ialah penguasa alam dan bebas berlaku apa saja sekehendak hati. Semuanya diselesaikan dengan akalnya saja. Tuhan sifatnya hanya menciptakan, sementara urusan pengelolaan itu tergantung pada manusia itu sendiri nan tidak ada kaitannya dengan agama.

Bagi kalangan ini baik kaum atheis maupun sekuler, agama ialah masalah pribadi nan tidak dapat dicampurtangani oleh siapa pun. Jelas kedua kalangan ini bertentangan dengan konsep Islam nan mengatakan, manusia dicipatakan buat beribadah pada Tuhan.

Sehingga jelas ini menjadi dasar bagi umat Islam, buat tak terkotori pemahaman hakiki terhadap tugas dan peranan manusia seperti nan telah dijelaskan di dalam Al-Qur'an.



Peranan Manusia Sebagai Khalifah - Dua Tugas Manusia

Sebelumnya telah dijelaskan di dalam Al-Qur'an surat Al-Baqoroh ayat 30, tentang perintah buat beribadah bagi manusia. Di samping buat beribadah kepada Tuhannya, manusia pun mempunyai dua tugas utama. Ada pun tugas primer tersebut ialah memakmurkan bumi ( Al-'Imarah ) dan memelihara bumi dari kerusakan ( Ar-Ri'ayah ). Berikut sekilas penjelasnnya.

  1. Memakmurkan Bumi ( Al-'Imarah )

Alam ini ialah amanah nan harus dimanfaatkan buat keberlangsungan mahluk hayati apa pun. Ini sinkron dengan konsep Allah nan maha pemurah dan penyayang. Pemurah dan penyayang kepada seluruh mahluk kreasi Allah Swt itu sendiri. Jadi manusia secara bersama-sama diberikan amanah tersebut. Untuk menjaga kestabilan semua nan ada di muka bumi sebagai mahluk kreasi Allah, agar terjadi ekuilibrium sinkron dengan konsep Allah tadi.

Dalam rangka ikhtiar buat memakmurkan bumi ini pun, manusia telah diberi kapital dasar nan telah inheren pada diri manusia di awal penciptaannya. Yakni berupa akal dan pikiran. Dengan keduanya, akal dan pikiran tersebut, maka manusia mampu menuntut ilmu. Melakukan penelitian, mencari pengetahuan, tentang bagaimana mengelola semua amanah nan diberikan Allah Swt.

Kekayaan alam nan ada harus dapat dieksplorasi sebaik-baiknya, tanpa merusak demi kegunaan nan luas. Hal ini nan harus dipikirkan benar-benar bagaimana caranya oleh manusia. Meski pada dasarnya alam akan selalu memberikan apa nan diinginkan oleh manusia. Namun pada intinya ialah memperjuangkan tatanan hayati terus berlangsung dengan damai dan generasi nan akan datang tak akan punah.

  1. Memelihara Bumi (Ar-Ri'ayah)

Pengertian memelihara di sini tak hanya semata memelihara secara fisik saja. Tetapi secara konten segala nan ada di alam juga harus tetap dipelihara. Dan segala berkenaan dengannya. Termasuk juga dalam memelihara akidah dan akhlak manusia itu sendiri sebagai sumber daya alam nan akan memanfaatkan alam. Jika akidah dan ahlaknya buruk, maka kehancuran sudah niscaya menjelang.

Karena itu meski dalam konteks memelihara alam, namun secara praktek ialah dengan membina akidah dan akhlak. Kedua hal ini penting, agar tetap terjadi kecenderungan dalam tujuan nan ditetapkan oleh Allah Swt. Keseragaman akhlak dan akidah akan tetap menyatukan manusia dalam visi nan satu, yakni manusia sebagai khalifah .

Demikian dua tugas pokok manusia sebagai khalifah di muka bumi. Semoga bermanfaat.