Undang-Undang Lalu Lintas - Analisis Kaidah Fikih

Undang-Undang Lalu Lintas - Analisis Kaidah Fikih

Beberapa bulan lalu, masyarakat Indonesia dipusingkan oleh undang-undang lalu lintas nan mengharuskan setiap pengemudi sepeda motor memakai helm dengan lisensi SNI ( Standar Nasional Indonesia ) dan harus menghidupkan lampu sepeda motornya di siang hari. Banyak warga nan protes dengan undang-undang lalu lintas tersebut.

Undang-undang lalu lintas, tepatnya Undang-Undang No. 22 tahun 2009 nan digagas oleh pihak kepolisian tersebut dipandang hanya sebagai alat agar polisi mudah menilang para pengendera sepeda motor. Bila melanggar undang-undang lalu lintas tersebut, pengendara akan dikenakan denda Rp100.000 atau hukuman kurungan selama 15 hari. Inilah nan menyebabkan gencarnya protes nan dilakukan oleh masyarakat.



Memahami Maksud Undang-Undang Lalu Lintas

Sejatinya, undang-undang lalu lintas nan menganjurkan pengendara sepeda motor menghidupkan lampu di siang hari mengandung kegunaan nan cukup besar, yaitu kenyamanan bagi para pengguna jalan raya. Dengan dihidupkannya lampu, nan mengendarai mobil, misalnya, dapat mengetahui dengan jelas ada kendaraan sepeda motor di belakangnya.

Lampu tersebut meski cahayanya kecil, tetap menjadi pertanda bagi pengemudi mobil sehingga keselamatan para pengguna jalan raya benar-benar terealisasi. Bukankah saat ini tak sedikit pengendara sepeda motor nan mengemudi dengan kencang? Hal ini dapat tak diketahui pengguna jalan lain jika lampunya tak dihidupkan.

Undang-undang lalu lintas No. 25 tahun 2009 tersebut benar-benar memperhatikan kemaslahatan rakyat banyak. Undang-undang lalu lintas tersebut bukan hanya menyelamatkan orang lain, tapi juga menyelamatkan pengguna sepeda motor itu sendiri meski pengemudi harus rela dengan rentannya putus bola lampu sepeda motor atau menguras air baterai sepeda motornya dengan kencang.



Fikih Taat Undang-Undang Lalu Lintas

Lantas, bagaimana agama menilai undang-undang lalu lintas ini? Apakah boleh pemerintah nan kali ini diwakilkan oleh kepolisian mengeluarkan undang-undang lalu lintas seperti ini? Apakah umat Islam mesti menaatinya?

Islam sebagai agama nan mengatur pola hayati umat telah membuat rambu-rambu, termasuk juga undang-undang lalu lintas. Jika ada hukum nan tak terdapat bahasannya di dalam alquran dan hadis, boleh dilakukan ijtihad dengan menggunakan disiplin ilmu nan mengaturnya, yaitu ilmu Qawaid Fiqih dan Ushul Fiqih .

Dalam disiplin ilmu Qawaid Fiqih , ada beberapa kaidah nan berhubungan dengan kebijakan nan dilakukan oleh pemimpin. Di sinilah dikaji undang-undang lalu lintas, apakah sinkron dengan koridor disiplin ilmu Q awaid Fiqih nan mengacu kepada alquran dan sunnah atau tidak.

Bila diperhatikan, undang-undang lalu lintas sejatinya mengacu pada hubungan antarsesama manusia. Di dalam Islam, ada tiga jenis hubungan nan dilakukan manusia, yaitu

  1. hubungan kepada Allah,

  2. interaksi kepada diri sendiri, dan

  3. interaksinya kepada masyarakat.

Jika undang-undang lalu lintas No. 22 tahun 2009 mengacu pada kemashlatahan, tentunya ia merupakan hubungan dengan masyarakat. Yang menetapkan undang-udang lalu lintas ialah pemerintah, maka tugas umat Islam buat menaatinya.

Putusan pemimpin nan bertujuan kepada kemashalatan orang banyak kedudukannya setara dengan keputusan Allah, termasuk undang-undang lalu lintas. Kaidah fikihnya berbunyi, "Segala hukum berorientasi pada kemashalatan. Di mana saja terdapat kemashlatan, maka terdapatlah hukum Allah di situ (Al-Ahkaamu Taduuru Ma'a Mashaalihil Ibadi Haitsuma Wajadatil Mashlahatu Patsamma Hukumullahi)."

Selain itu, ada kaidah lain nan menjadi penguat kaidah nan disebutkan di atas, yaitu kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya mesti mengandung kemashlatan ( Tasharruful Imami 'Alar Ra'yati Manuuthun Bil Mashlahati) . Dua kaidah ini saja sejatinya sudah menguatkan argumen bahwa umat Islam dianjurkan buat taat pada undang-undang lalu lintas No. 22 tahun 2009.



Undang-Undang Lalu Lintas - Analisis Kaidah Fikih

Bagi nan belajar ilmu Qawaid Fiqih, jika dikatakan bahwa undang-undang lalu lintas No. 22 tahun 2009 wajib ditaati, baginya tidak perlu lagi klarifikasi lebih dalam mengenai anggaran tersebut. Namun, buat lepas dari disparitas pendapat, ada baiknya dikupas juga dasar nan menganjurkan taat kepada undang-undang lalu lintas. Ada tiga sumber hukum nan menjadi dalil kedua kaidah nan mewajibkan taat undang-undang lalu lintas.



  1. Surat al-Baqarah Ayat 124

"Dia (Allah) berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam (pemimpin) bagi manusia." Ibrahim bertaka: dan (juga) anak cucuku. Allah berfirman: (benar, tapi)Janjiku tak mengena kepada orang-orang nan zhalim."

Yang menjadi perhatian di sini, Allah menjadikan pemimpin dari nabi Ibrahim hingga anak cucunya, yaitu, pemimpin kita saat ini. Jadi, siapa pun nan menjadi pemimpin hendaklah menjadi pemimpin nan sinkron dengan anggaran Allah agar tak tergolong orang nan zalim, termasuk juga dalam pengaturan undang-undang lalu lintas.



  1. Hadis Rasulullah saw.

Rasulullah saw. bersabda, "Setiap kamu ialah pemimpin. Dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban."



  1. Perkataan Umar bin Khattab

Dalil ketiga buat menguatkan dua kaidah nan menjadi dasar kewajiban taat pada undang-undang lalu lintas ialah parkataan Umar bin Khattab. Beliau mengatakan, "Aku meletakkan diriku terhadap harta Allah seperti kedudukan seorang wali terhadap anak yatim. Jika saya memerlukannya, maka saya ambil. Jika ada sisa, saya kembalikan. Jika saya tak membutuhkannya, maka saya menjauhinya."

Ketiga sumber hukum nan menguatkan dua kaidah nan menjadi dasar wajib taat undang-undang lalu lintas tersebut berorientasi kepada kemashlahatan. Yaitu, kemashalatan terhadap masyarakat.



Undang-Undang Lalu Lintas - Jangan Suap Polisi

Adalah Norma kebanyakan pengguna jalan raya, jika telah melanggar rambu-rambu dalam undang-undang lalu lintas, suka melakukan suap terhadap polisi. Alasan sederhananya, dari pada kena tilang, lebih baik menyuap polisi buat tak mengeluarkan surat tilang. Di sini, tampak terjadi kesalahan nan dilakukan oleh dua orang, pengguna jalan raya dan polisi.

Polisi nan bertugas pun hendaknya taat pada anggaran nan sudah ditetapkan di dalam undang-undang lalu lintas. Jika terbukti pengendara sepeda motor tak menghidupkan lampu di siang hari, hendaklah menilang dan memintanya buat menghadiri persidangan, bukan malah mengajak pengendara sepeda motor buat berdamai dengan meminta sejumlah uang hingga akhirnya tak jadi ditilang.

Perilaku polisi nan seperti ini juga mencederai undang-undang lalu lintas dan kepolisian. Pasalnya, undang-undang tersebut digagas ialah buat memberikan kemashalatan, bukan buat melakukan tindak kezaliman. Oleh sebab itu, ketegasan oknum polisi terhadap nan melanggar undang-undang lalu lintas krusial dilakukan.

Di dalam Islam, orang nan menyuap dan menerima suap dibenci oleh Allah Swt. Rasulullah saw. bersabda, "Allah melaknat orang nan menyuap, menerima suap, dan orang nan menjadi penghubung keduanya ." Artinya, pengguna jalan nan menyuap polisi sebab melanggar undang-undang lalu lintas dan polisi nan menerima suap sama-sama dilaknat Allah.

Khusus buat polisi nan tak amanah, Rasulullah saw. mengingatkan pentingnya menjaga amanah sebagai penegak hukum buat bertindak kepada para pelanggar undang-undang lalu lintas. Rasulullah saw. bersabda, " Seorang hamba nan diberikan kekuasaan oleh Allah atas rakyat lalu dia tak memperhatikan dan menjaga mereka, maka dia tak akan mencium bau surga ."

Tentu saja, ancaman nan diucapkan Rasululllah saw. ini menjadi krusial bagi pihak kepolisian buat tetap amanah menjalankan anggaran nan diatur dalam undang-undang lalu lintas. Apa pun nan diputuskan terhadap para pelanggar undang-undang lalu lintas, ia akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Jangan sampai pertanggungjawaban nan jelek terjadi di akhirat kelak.

Inilah artikel seputar taat undang-undang lalu lintas nan mesti ditaati oleh umat Islam. Kita sebagai umat Islam wajib menaatinya sebab dalam undang-udang tersebut tersimpan banyak mashlahat bagi para pengguna jalan raya.