Hal Krusial Dalam Undang Undang Hak Cipta

Hal Krusial Dalam Undang Undang Hak Cipta

Undang Undang Hak Cipta merupakan bentuk konservasi hukum terhadap karya cipta seseorang. Di Indonesia, Undang Undang Hak Cipta telah mengalami perbaharuan dan terakhir ialah Undang Undang Republik Indonesia No.19/2002 tentang Hak Cipta.

Indonesia sendiri merupakan anggota dari berbagai konvensi internasional tentang copyright ini sehingga memerlukan sebuah undang undang buat melindungi dan mengamankan karya cipta bangsa dan warga negara Indonesia. Dengan dimilikinya Undang Undang Hak Cipta, akan mendorong setiap warga negara berkarya dan mencipta dalam berbagai hal dan disiplin ilmu, sebab telah merasa terlindungi secara hukum dari segala bentuk penjiplakan dan pencurian kekayaan intelektual ini.

Undang Undang Hak Cipta di Indonesia telah ada sebelumnya yaitu Undang Undang No. 6/1982 Tentang Hak Cipta. Namun, undang undang ini perlu diperbaiki secara substansial dengan mempertimbangkan berbagai aspek.

Salah satu aspek nan menuntut Undang Undang No. 6/1982 diperbaiki dan diubah menjadi Undang Undang No. 19/2002 ialah seperti dijelaskan dalam pertimbangan pendahuluan undang undang tersebut yakni perkembangan di bidang perdagangan, industri dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan konservasi bagi pencipta dan pemilik copyright terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas.



Mengenali Seluk Beluk Hak Cipta

Hak cipta nan secara Internasional dilambangkan huruf 'c' kecil di dalam lingkaran atau dengan menggunakan lambing Unicode U+00A9 merupakan hak mengikat bagi pencipta atau pemegang copyright dalam hal mengatur segala penggunaan dari hasil informasi atau gagasannnya itu.

Batasan ini merupakan kesepakatan internasional tanpa memandang bangsa, suku bangsa, ras dan lain sebagainya selain semata-mata memandang bahwa copyright atau karya intelektual dalam segala bidang itu memerlukan perlindangan dari penggunaan dan penggandaan secara tak syah. Tentu saja dengan adanya Undang Undang Hak Cipta ini, pencipta atau pemegang copyright tak akan merasakan dirugikan baik secara materil maupun moril.

Dengan demikian, pada dasarnya, copyright itu sendiri merupakan hak seseorang buat menyalin suatu ciptaan. Terkait dengan copyright ialah batasan-batasan dalam hal penggandaan dan waktu nan mengikat pada penciptanya. Jangka waktu copyright nan berlaku secara internasional ialah sepanjang hayati ditambah dengan 70 tahun berikutnya.

Seperti telah disepakati dalam berbagai konvensi internasional bahwa copyright mengikat pada seluruh karya cipta dari berbagai cabang kesenian, ilmu pengetahuan dan teknologi seperti drama, puisi, film, karya tari, komposisi musik, lukisan, patung, gambar, rekaman suara, foto, siaran televisi, desain industri dan perangkat lunak komputer.

Sekalipun copyright mencakup seluruh bentuk kreasi dalam segala aspek kehidupan, namun harus dibedakan dengan hak paten. Hak paten telah memberikan hak monopoli buat mengunakan ciptaan. Sementara copyright tak bermaksud memberikan hak monopoli melainkan cara atau hak buat mencegah pihak lain melakukan pekerjaan nan sama terhadap kreasi tersebut.

Untuk menjelaskan disparitas antara copyright dan hak paten dapat diilustrasikan dalam sebuah contoh. Misalnya saja salah satu karya cipta Walt Disney yaitu Miki Tikus. Terkait dengan hak cipta, maka siapapun atau pihak manapun tak diperkenankan menyebar luaskan kartun kreasi Walt Disney tersebut tanpa seijin dari pemegang hak cipta, atau menciptakan tokoh tikus nan sama persis seperti Miki Tikus.

Namun, copyright tak melindungi pencipta Miki Tikus apabila ada pihak lain nan menggunakan tokoh tikus buat karya seni lainnya. Apabila tokoh tikus itu sendiri dalam bentuk apapun menjadi hak dan kepunyaan seseorang, maka hal itu sudah menyangkut kepada hak paten.

Di Indonesia sendiri, mengenai copyright ini merupakan terjemahan dari konsep hak cipta dalam bahasa Inggris. Di global internasional sendiri, konsep copyright atau copyright ini terjadi setelah Gutenberg menemukan mesin cetak nan dengan segala keunggulannya dapat melalukan proses duplikasi terhadap karya tulis atau karya cipta seseorang dengan sangat murah.

Sementara ketika sebelum diciptakan mesin cetak, buat membuat karya nan sama diperlukan biaya dan waktu nan sama ketika karya cipta itu pertama kali diterbitkan. Dari kondisi ini sebenarnya nan pertama mememinta diadakanya konservasi mengenai copyright ini datang dari pihak penerbit dan bukan dari pencipta atau pengarang, sebagai bentuk konservasi terhadap kemungkinan terjadinya memperbanyak karya cetak tanpa mendapat ijin cetak dan pengedaran dari pihak penerbit.

Namun siapa pun nan pertama kali merasa perlu adanya Undang Undang Hak Cipta tak menjadi persoalan, nan jelas justru dengan kehadiran Undang Hak Cipta ini semua pihak merasa mendapat konservasi hukum. Sekalipun dalam praktiknya, bajak membajak karya cipta orang lain tetap saja semakin meraja lela dan sedikit sekali nan diproses secara hukum.

Undang Undang Hak Cipta Internasional pertama kali diundangkan di Inggris pada 1710 melalui Statue of Anne . Konservasi copyright tersebut diberikan kepada pengarang dan bukan pada penerbit. Di dalam copyright saat itu, mencakup beberapa hal seperti masa berlaku copyright selama 28 tahun, konservasi kepada konsumen setelah terjadi jual beli, konservasi kepada pengarang sebagai pemegang hak cipta.

Namun, akibat di global internasional tentang copyright ini baru terjadi pada tahun 1886 atau hampir dua abad kemudian setelah Inggris memberlakukan Undang Undang Hak Cipta.

Hak Cipta nan berlaku di negara-negara berdaulat itu terjadi setelah adanya konvensi di Bern pada tahun 1886 nan dikenal dengan peristiwa Berne Convention for The Protection of Artistic and Literary Works . Berdasarkan pada konvensi Bern tersebut, seorang pengarang atau pencipta tak harus mendaftarkan karyanya buat mendapatkan copyright sebab begitu karya cipta itu dipublikasikan dalam bentuk apapun, maka secara otomatis pada saat itu juga copyright inheren kepada pencipta atau pengarangnya.

Dengan demikian, setelah adanya konvensi Bern tersebut, setelah pengarang mempublikasikan karya, maka ia ialah menjadi pemegang copyright atas karyanya itu termasuk juga segala defleksi nan terjadi sampai dengan masa berlaku copyright tersebut berakhir.



Hal Krusial Dalam Undang Undang Hak Cipta

Masalah konservasi tentang copyright di Indonesia mengacu kepada Undang Undang No. 19/2002 tentang Hak Cipta. Undang Undang Hak Cipta ini terdiri dari 15 bab dan 78 pasal. Dengan diberlakukannya Undang Undang No. 19/2002 ini, secara otomatis undang undang sebelumnya nan sama mengatur tentang copyright ini, secara otomatis tak berlaku.

Pada Bab I Pasal 1 nan berisi 17 ayat ini mengatur tentang definisi dan ketentuan generik mengenai hak cipta. Dalam Pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa nan dimaksud dengan copyright ialah hak tertentu bagi pencipta atau penerima hak buat mengumumkan atau memperbanak ciptaannya atau memberi izin buat itu dengan tak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan nan berlaku.

Sementara itu, nan dimaksud dengan pencipta atau pemegang copyright seperti dijelas dalam Pasal 1 ayat 1, yaitu seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama nan atas inspirasinya melahirkan suatu kreasi berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian nan dituangkan ke dalam bentuk nan khas dan bersifat pribadi.

Ruang lingkup copyright nan sering menjadi dasar perdebatan, dapat dipelajari pada Bab II Undang Undang No. 19/2002 nan mengatur tentang "Lingkup Hak Cipta". Pada Pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa copyright merupakan hak ekslusif bagi pencipta atau pemegang copyright buat mengumum atau memperbanyak ciptaanya nan timbul secara otomatis setelah suatu kreasi dilahirkan tanpa mengurangi restriksi menurut peraturan perundang-undangan nan berlaku.

Dan pada ayat 2 dijelaskan bahwa pencipta dan atau pemegang copyright atas karya sinematografi dan program komputer memiliki hak buat memberikan izin atau melarang orang lain nan tanpa persetujuannya menyewakan kreasi tersebut buat kepentingan nan bersifat komersial.

BAB II Undang Undang Hak Cipta No.19/2002 ini memuat Pasal 28 nan menyangkut masalah fungsi dan sifat hak cipta, pencipta, copyright atas penciptaan nan penciptanya tak diketahui, kreasi nan dilindungi, restriksi hak cipta, copyright atas potret, hak moral dan wahana kontrol teknologi.