Prinsip Swatantra Daerah

Prinsip Swatantra Daerah

Undang Undang swatantra daerah (OTDA) dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 5 nan berbunyi swatantra daerah ialah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom buat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sinkron dengan peraturan perundang-undangan.

Sebuah daerah nan diberikan hak swatantra niscaya memiliki satu kekuatan hukum nan mendasarinya. Daerah nan diberikan kewenangan buat menjalankan kebijakan pemerintahannya sendiri diharapkan mampu mengelola masyarakatnya dengan baik dan terencana

Suparmoko, penulis buku berjudul Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah, menuturkan bahwa swatantra daerah ialah kewenangan daerah otonom buat mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

Dalam Undang-Undang tentang swatantra daerah (OTDA) tersebut dijelaskan bahwa pemberian kewenangan swatantra daerah berdasarkan pada asas desentralisasi nan terwujud luas, konkret dan bertanggung jawab. Hal ini demi memeratakan kesejahteraan terhadap masyarakat di seluruh daerah di wilayah Nusantara.

Yang dimaksud dengan kewenangan swatantra secara luas di sini ialah daerah leluasa buat menyelenggarakan pemerintahannya sendiri nan mencakup semua bidang pemerintahan kecuali politik luar negeri, peradilan, moneter, fiskal, agama, dan pertahanan keamanan serta kewenangan lain nan diatur dalam Undang-Undang.

Daerah berwenang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan swatantra meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Kewenangan swatantra secara konkret ialah daerah tersebut leluasa menyelenggarakan wewenang pemerintahnya pada bidang eksklusif nan benar-benar ada atau konkret dan benar-benar diperlukan dalam pertumbuhan daerah tersebut.

Kewenangan swatantra daerah nan bertanggung jawab ialah wujud pertanggungjawaban atas dasar konsekuensi diberikannya hak dan kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.

Tujuannya ialah pengembangan kehidupan demokrasi, peningkatan kesejahteraan masyarakat, pemerataan, pemeliharaan interaksi nan sehat antara daerah dan pusat, serta antar daerah demi menjaga keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Ada beberapa pasal ayat nan perlu diketahui masyarakat luas dalam undang-undang OTDA ini seperti:



UU No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 6

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 6 dijelaskan bahwa daerah swatantra selanjutnya disebut daerah ialah daerah kesatuan masyarakat nan memiliki batas-batas wilayah nan berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI.

Sementara, pendapat lain mengatakan bahwa daerah otonom ialah bagian organis dari sebuah negara, sehingga ia memiliki kehidupan sendiri nan berdikari namun tetap terikat dengan negara kesatuan. Daerah otonom ialah masyarakat hukum nan dapat mengatur dan mengurus sendiri rumah tangganya (Prof. Opennheimer).



UU No. 32 Tahun 2006 Pasal 1 ayat 7, 8, dan 9

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat 7, 8 dan 9 dijelaskan bahwa Pemerintah daerah mempunyai 3 dasar sistem interaksi antara daerah dan pusat, diantaranya:

  1. Asas Desentralisasi, yaitu pemerintah pusat menyerahkan wewenang kepada daerah otonom buat mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Asas Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
  3. Tugas Perbantuan, yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada nan menugaskan.


Prinsip Swatantra Daerah

Dalam Klarifikasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 terdapat butir-butir prinsip penyelenggaraan swatantra daerah, yaitu:

  1. Penyelenggaraan swatantra daerah dilaksanakan melalui aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah.
  2. Pelaksanaan swatantra daerah didasarkan pada swatantra luas, konkret dan bertanggung jawab.
  3. Pelaksanaan swatantra daerah nan luas dan utuh diletakkan pada daerah dan daerah kota, sedangkan swatantra propinsi ialah swatantra nan terbatas.
  4. Pelaksanaan swatantra harus sinkron dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin interaksi nan harmonis antara pusat dan daerah.
  5. Pelaksanaan swatantra daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah kabupaten dan daerah kota tak lagi wilayah administrasi. Juga di beberapa kawasan spesifik nan dibina oleh pemerintah.
  6. Pelaksanaan swatantra daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan, mempunyai fungsi aturan atas penyelenggaraan swatantra daerah.
  7. Pelaksanaan dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi buat melaksanakan kewenangan pemerintah eksklusif dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah.
  8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tak hanya di pemerintah daerah dan daerah kepada desa nan disertai pembiayaan, wahana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan aplikasi dan mempertanggungjawabkan kepada nan menugaskan.


Hakikat dan Tujuan Swatantra Daerah

Undang undang swatantra daerah telah menelurkan hakikat dan tujuan diadakannya swatantra daerah. Hakikat dari swatantra daerah ialah mengadakan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan serangkaian kegiatan pembangunan sinkron dengan kehendak, kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

Hakikat tersebut berkaitan dengan pelimpahan wewenang pengambil keputusan kebijakan, pengelolaan dana masyarakat dan pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat.

Data keuangan daerah sangat berperan krusial dalam menunjukkan dari mana saja genre dana berasal, sumber-sumbernya, dan pengeluaran daerah otonom. Perencanaan keuangan baru dapat dibuat jika data keuangan daerah ini sudah didapat sedetil mungkin.

Perkembangan aturan dan bentuk nyata, baik penerimaan maupun pengeluaran, dan analisa tentang data keuangan daerah ini menjadi informasi nan sangat krusial dan penting dalam melihat sejauh mana keefektifan swatantra daerah nan niscaya dilakukan secara mandiri.

Tujuan swatantra daerah pernah dituliskan dalam buku Prof. Mardiasmo nan berjudul Swatantra dan Manajemen Keuangan Daerah. Menurutnya, tujuan swatantra daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah.

Lalu, berdasarkan klarifikasi pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tujuan swatantra daerah pada dasarnya sama yaitu mengarahkan anak panah buat memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasil daerahnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan peran serta rakyat secara aktif, nyata, bergerak maju dan bertanggung jawab agar dapat menguatkan persatuan dan kesatuan bangsa .

Serta mengurangi sedikit beban pemerintah pusat dan campur tangan pemerintah pusat pada daerah nan kemudian memberikan peluang dalam koordinasi taraf lokal. Terdapat 3 misi primer aplikasi swatantra daerah dan desentralisasi fiskal, diantaranya:

  1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas kesejahteraan masyrakat dan pelayanan publik
  2. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia
  3. Memberdayakan masyarakat dan menciptakan ruang bagi sekumpulan orang di daerah dalam rangka pembangunan di wilayahnya.


Perubahan UU OTDA nan disampaikan Ditjen

Otonomi Daerah Kemendagri, Prof. Dr. Johermansjah Djohan. Revisi nan dilakukan terhadap Undang-Undang swatantra daerah ini terjadi sebab Undang-Undang sebelumnya dianggap belum dapat menyelesaikan masalah nan mencakup berbagai aspek nan terkait dengan kebijakan desentralisasi dalam NKRI. Asas ini ternyata belum sepenuhnya dapat dijalankan oleh daerah nan mendapat wewenang otonomi.

Mereka masih membutuhkan uluran tangan pemerintah pusat dalam mengatur dan mengurus sekian banyak persoalan dan kejadian dalam rumah tangga daerah, termasuk dalam aspek ekonomi daerah. Namun, Undang-undang OTDA ini sudah terlanjur dibentuk dan pemerintah pusat tak lagi mengurusi hal ini.