Bebas nan Kontroversial

Bebas nan Kontroversial



Berada Pada Loka nan Salah

Marzuki Alie, ketua DPR nan merasa mengenal Aulia Pohan mengatakan bahwa apa nan terjadi pada Aulia ialah sesuatu nan tidak terduga. Ia berada pada loka dan waktu nan salah. Apapun nan dikatakan orang tentang korupsi nan didakwakan kepada Aulia Pohan, nyatanya ia terbukti bersalah. Inilah nan terjadi pada seorang petinggi Bank Indonesia nan cukup disegani. Kasus korupsi seperti ini juga terjadi pada orang nan selama ini dianggap baik.

Misalnya, Andi Malarangeng nan telah dijadikan tersangka kasus Hambalang dan Luthfi Hasan, mantan presiden PKS juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia juga mengatakan bahwa ia tak menikmati sepeser pun uang nan disangkakan akan diberikan kepada dirinya sebesar 1 miliar rupiah. Melihat semakin banyaknya orang nan selama ini dianggap baik tetapi menjadi tersangka, ada sebagian masyarakat nan meragukan apakah KPK asal tangkap ataukah benar-benar mempunyai bukti kesalahan para tersangka itu.

KPK memang bukan malaikat nan tak mempunyai nafsu. Ada masyarakat nan mempertanyakan dapat dipercaya KPK dalam menyadap pembicaraan orang-orang nan dianggap penting. Negara memang seharusnya melindungi hak privasi warganya. Namun, demi meningkatkan kekuatan hukum dan mencegah jangan sampai ada penyelewengan, maka KPK diberi kewenangan nan tak didapatkan oleh forum lain. Pihak Kepolisian saja nan merasa mempunyai kewenangan nan sama merasa dikerdilkan sejak ada KPK.

Buktinya ialah ketika ada kasus petinggi Kepolisian, Irjen Joko nan menjadi tersangka kasus simulator SIM. Kepolisian dan KPK sempat bersitegang walau akhirnya Irjen Joko diserahkan kepada KPK. Kini mulai satu per satu terkuat ke mana larinta uang nan didapatkan dari hasil korupsi itu. Ada 10 rumah mewah milik Irjen Joko nan berada di beberapa kota besar di seluruh Indonesia nan telah disita. Tidak cukup sampai di sana. Kasus ini juga menguak keberadaan istri muda sang jenderal.

Menjadi tersangka korupsi di negeri ini memang sangat fatal akibatnya. Belum menjalani persidangan nan sesungguhnya, masyarakat telah melakukan sidang tersendiri. Masyarakat tahu mana nan harus diberi penghargaan dan mana nan harus diberi cacian. Namun nan agak aneh ialah keberadaan Angelina lovers. Para penggemar Angelina Sondakh nan telah divonis 4,5 tahun ini, begitu setia mendamping wanita nan kini diisukan dekat dengan salah satu mantan penyidik KPK.

Ia nan selalu tampak rapi dnegan dandanan nan bagus selalu dikelilingi oleh orang-orang nan mau melakukan banyak hal untuknya. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagai seseorang nan pernah malang melintang di global keartisan, niscaya masih ada nan merasa iba dan tetap sayang apapun nan telah dilakukan oleh Angelina Sondakh. Persidangan mantan Puteri Indonesia satu ini cukup dramatis. Ada banyak kebohongan dan tuduhan nan membuat Angelina menangis.

Ia bahkan mengatakan bahwa Nazaruddin ialah orang nan paling kejam di seluruh dunia. Angelina nan baru saja dipecat dari keanggotaannya di DPR juga mengatakan kalau ia merasa menyesal telah terjun ke global politik. Akibat dari semua peristiwa ini ialah merosotnya angka elektibilitas Partai Demokrat. Kini orang sedang menunggu apakah Anas Urbaningrum akan dijadikan tersangka. Kehidupan politik di Indonesia memang cukup memilukan.

Kembali kepada kasus Aulia Pohan. Laki-laki nan dipandang sebagai seseorang nan cukup cerdas ini akhirnya harus menerima fenomena bahwa dirinya harus berada di loka nan tak diinginkannya. Ia dengan susah payah berusaha menciptakan dirinya sebagai seseorang nan terhormat. Seseorang nan telah dipercaya menjadi petinggi badan nan mengatur kebijakan keuangan negara. Buakn tugas sembarangan dan bukan buat orang nan hanya tahu sedikit tentang sesuatu. Namun, sebab tugas itulah ia harus masuk bui.

Banyak nan bersimpati kepada Aulia Pohan. Namun banyak juga nan sempat menyangsikan apakah Aulia Pohan akan dihukum berat atau tak mengingat bahwa beliau ialah besan presiden RI. Ternyata Aulia Pohan tetap ditahan walaupun akhirnya tak lama dan sudha dikeluarkan setelah menjalani tiga per empat dari masa tahanannya. Aulia Pohan tak sendirian dalam kasus ini. Negara ini memang terkenal dengan kasus korupsi berjamaahnya.

Kasus korupsi nan menimpa Aulia Pohan ini ternyata menyeret nama lainnya, yakni Aslim Tajuddin, Maman Sumantri, Bun Bunan Hutapea (semuanya bekas Deputi BI). Mereka semuanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyidikan sidang korupsi nan diadakan di Pengadilan Tindak pidana Korupsi (Tipikor). Tidak dapat dibayangkan bagaimana orang-orang nan berada di taraf nan begitu bagus dan baik itu terpaksa masuk penjara.

Mereka tak sendiri dalam hal ini. Banyak juga pejabat lainnya nan harus masuk penjara walaupun mereka merasa tak bersalah. Lihatlah apa nan terjadi pada Antasari Azhar, mantan ketua KPK nan dituduh membunuh. Dengan permainan taraf tinggi orang sukses membuat laki-laki tegar ini mendekam dalam penjara. Entah dendam apa nan membuat orang tega berbuat keji seperti itu. Antasari tetap saja tak mau dinyatakan bersalah. Namun, ia terpaksa menjalani 18 tahun masa tahanan nan telah ditetapkan buat dirinya.



Gara-gara YPPI

Selain keempat nama diatas, mantan Gubernur BI, Burhanuddin Abdullan pun ikut terkena efek dari kasus korupsi Aulia Pohan tersebut. Burhanuddin dijebloskan ke penjara oleh KPK sebab dianggap menyetujui penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) dalam kedap dewan gubernur ketika itu. Terungkap di persidangan bahwa ide awal buat mengucurkan dana tersebut berasal dari Aulia Pohan.


Uang memang menjadi suatu momok nan cukup menakutkan. Negeri ini membutuhkan pemimpin nan tak silau dengan uang. Tetapi tak mudah mendapatkan pemimpin seperti itu. Siapapun terlihat menjadi begitu lemah ketika berhadapan dengan uang.



Bebas nan Kontroversial

Agustus lalu, Aulia akhirnya dibebaskan dari penjara sebab mendapatkan remisi dari Kemenkumham. Remisi nan diterimanya berbarengan (dan sama-sama kontroversialnya) dengan pengampunan sanksi dari presiden nan diberikan kepada terdakwa koruptor lain, mantan Bupati Kutai Kertanegara, Syaukani Hasan Rais. Syaukani diberikan pengampunan sanksi dari presiden sebab alasan sakit nan tidak memungkinkan terpidana buat dihukum. Remisi ini banyak disorot oleh banyak orang. Namun, beginilah hukum di tanah air ini. Begitu mudahnya para koruptor ini mendapatkan remisi.

Pemberian remisi terhadap Aulia Pohan sontak mendapatkan penolakan dari berbagai pihak nan mengatasnamakan dirinya sebagai pegiat antikorupsi seperti Indonesian Corruption Watch (ICW), Pusat Stdui Anti Korupsi (PUKAT) UGM, TII, Pusako Universitas Andalas, dsb. Bahkan anggota DPR Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo menganggap bebasnya Aulia Pohan sebab mendapatkan remisi akan menjadi preseden jelek terhadap langkah penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi ke depannya.

Bambang menilai presiden beserta jajarannya (dengan mengeluarkan remisi dan grasi) dianggap telah inkonsisten sebab sudah melanggar janjinya buat memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Yang dipermasalahkan Bambang bukan sekadar pemberian remisi atau grasinya melainkan konsistensi nan tengah dijalankan pemerintah tersebut. Dengan pemberian remisi tersebut sungguh tidak akan membuat para koruptor jera.

Dikhawatirkan banyak koruptor akan beranggapan buat sebanyak-banyaknya korupsi, sebab toh akhirnya akan diberikan remisi atau pengampunan sanksi dari presiden seperti Aulia Pohan dan Syaukani Hasan Rais. Jelas hal tersebut merupakan awan mendung bagi pemberantasan koprupsi di negeri ini nan kian hari kian akut saja.



Pro Aulia

Di sisi lain, selain nan kontra ada juga nan pro Aulia diberikan remisi, terutama mereka nan berasal dari lingkungannya penguasa. Marzukie Ali, ketua DPR merupakan representasi dari para politisi nan ada di pihak Aulia sebagai besannya Presiden SBY.

Bagi Marzukie, Aulia bukanlah koruptor sebab ia tidak memakan sepeser pun dari uang Rp 100 miliar tersebut. Aulia hanya kena getahnya saja, demikian kata Marzukie. Namun, apa pun itu, korupsi dalam berbagai bentuknya harus dibumihanguskan sebab berpotensi besar dalam merusak kelangsungan sendi-sendi bernegara.