Bentuk Negara Islam

Bentuk Negara Islam

Setelah reformasi tahun 1998, Indonesia di masa kini justru mengalami krisis identitas. Bentuk negara republik nan berafiliasi dengan demokrasi ternyata belum mampu membuat Indonesia menjadi negara nan lebih baik dari era sebelumnya. Bahkan, bangsa Indonesia seolah-olah telah kehilangan bentuknya sebagai bangsa nan berkarakter. Nilai-nilai Pancasila semakin luntur sehingga Indonesia tak lagi mempunyai panduan hayati sebagai penegas identitasnya.

Dampaknya, hampir seluruh sektor kehidupan di negeri ini menjadi rancu dan rumit, dari aspek politik, pemerintahan, ekonomi, kebudayaan, dan masih banyak lagi. Generasi muda Indonesia pun terkena imbasnya. Mereka lebih menggemari budaya asing, semisal tren dari Korea Selatan, Jepang, Amerika, atau Eropa, ketimbang kebudayaan sendiri. Jika kondisi seperti ini terus berlangsung, alamat jelek bagi masa depan bangsa Indonesia.

Merunut dari sejarahnya, Indonesia atau lebih tepatnya Nusantara pernah mengalami beberapa bentuk negara. Ini dimulai dari masa kerajaan, zaman Hindu-Buddha, zaman Islam, era kolonial bangsa-bangsa Eropa, masa pendudukan Jepang, masa kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, dan era reformasi sampai sekarang ini.

Sebelum Indonesia merdeka pada 1945, sebenarnya sempat tercetus sejumlah alternatif mengenai bentuk pemerintahan nan akan dianut, seperti negara kesatuan, negara federasi, negara Islam, dan bentuk-bentuk pemerintahan nan lainnya. Nah, jika dicermati dari perjalanan sejarahnya itu, kira-kira bentuk negara seperti apa sih nan sebenarnya cocok buat Indonesia?



Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia

Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah wujud negara nan kemudian disepakati buat diterapkan di Indonesia sejak era kemerdekaan hingga saat ini. Konsep negara kesatuan ini diperjuangkan oleh M. Yamin nan didukung oleh Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia.

Dipilihnya format negara kesatuan didasarkan pada luasnya wilayah dan keanekaragaman nan ada di Indonesia. Seluruh wilayah Nusantara harus tetap dipersatukan sebagai bagian dari wilayah Indonesia. Ragam bahasa, suku, agama, budaya, dan lain-lainnya juga menjadi pertimbangan mengapa format negara kesatuan dipilih sebagai bentuk negara Republik Indonesia.

Dengan mengusung konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia, diharapkan elemen bangsa Indonesia nan beraneka-ragam bisa manunggal buat mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda nan ingin kembali mengangkangi negeri ini.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dijalankan dengan berdasarkan pada Pancasila dan menjunjung tinggi asas demokrasi. Akan tetapi, sekarang ini nilai-nilai luhur tersebut justru terabaikan sehingga Indonesia masih belum mampu menunjukkan jati diri dan potensinya sebagai bangsa nan besar.



Bentuk Negara Federasi

Federasi merupakan bentuk pemerintahan nan terdiri dari beberapa negara bagian nan sebenarnya masih tergabung sebagai satu negara. Masing-masing negara bagian tersebut punya kewenangan sendiri buat mengatur wilayahnya. Berdirinya sebuah negara federasi biasanya bermula dari kesepakatan oleh beberapa pemerintahan lokal nan berkeinginan buat membentuk negara besar melalui penggabungan.

Konsep negara federasi sebenarnya sempat tercetus pada masa-masa awal setelah kemerdekaan Indonesia. Penggagasnya ialah Mohammad Hatta, Wakil Presiden Republik Indonesia nan pertama. Sama seperti Soekarno dan M. Yamin, Hatta melihat bahwa Indonesia terdiri dari berbagai macam disparitas sehingga perlu disatukan dalam wadah pemikiran nan sama.

Namun, Hatta lebih cenderung memilih bentuk negara federasi. Dengan format federasi, potensi nan ada di masing-masing wilayah dapat lebih dimaksimalkan. Bagi Hatta, setiap golongan, baik kecil maupun besar, nan terdapat di Indonesia berhak memperoleh hak buat menentukan nasibnya sendiri meskipun tetap berada di bawah naungan pemerintahan dalam cakupan nan lebih besar.



Bentuk Negara Islam

Bentuk negara Islam juga sempat muncul dalam lembaga nan membahas perihal sistem pemerintahan saat Indonesia baru saja merdeka. Konsep negara Islam di Indonesia dimotori oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo melalui gerakan nan bernama Darul Islam (DI) atau Negara Islam Indonesia (NII).

Kartosoewirjo sendiri sebenarnya salah seorang pejuang pada masa konvoi nasional. Sama seperti Soekarno, Kartosoewirjo ialah anak didik Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto dan pernah lama berjuang bersama Sarekat Islam (SI) nan pernah menjadi organisasi konvoi terbesar di Indonesia pada masa kolonial Hindia Belanda.

Setelah Indonesia merdeka, Kartosoewirjo menginginkan Indonesia menganut bentuk negara Islam. Hal itu didasarkan sebab sebagian besar masyarakat Indonesia ialah pemeluk agama Islam. Kartosoewirjo memproklamirkan berdirinya NII pada 7 Agustus 1949. NII menyatakan bahwa hukum nan berlaku di Indonesia ialah hukum Islam dan hukum nan paling tinggi ialah Al-quran dan Hadist.

Namun, konvoi Kartosoewirjo dianggap oleh pemerintahan Republik Indonesia nan dipimpin oleh Soekano sebagai tindakan pemberontakan. Oleh sebab itu, gerakan DI/NII kemudian diberantas oleh pemerintahan Soekarno dan peperangan ini berlangsung cukup lama. Kartosoewirjo baru sukses ditangkap pada 4 Juni 1962 dan dijatuhi sanksi wafat pada bulan September di tahun nan sama.

Hingga saat ini, gerakan-gerakan buat mewujudkan berdirinya negara Islam di Indonesia sebenarnya masih terus berlangsung meskipun ruang mobilitas mereka sangat terbatas. Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, gerakan ini tak mendapat respons positif dan justru kerap dituding sebagai kelompok nan meresahkan. Oleh karena itulah, gerakan buat mewujudkan negara Islam di Indonesia tak pernah berkembang menjadi kekuatan besar.



Bentuk Negara Kerajaan

Di Nusantara pada masa silam, banyak terdapat kerajaan-kerajaan nan tersebar di seluruh wilayah. Hampir di setiap daerah nan sekarang manunggal dalam bingkai negara Indonesia pernah berdiri kerajaan nan mulanya ialah penguasa di wilayah tersebut.

Di antara sekian banyak kerajaan nan secara turun-temurun hayati di wilayah Nusantara, ada beberapa kerajaan nan sangat besar, sebut saja Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Kesultanan Demak, Kesultanan Mataram Islam, dan lainnya. Bahkan, Kerajaan Sriwjaya dan Kerajaan Majapahit pada masa jayanya dikenal sebagai imperium nan berperadaban tinggi dan sangat berpengaruh.

Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, hampir semua kerajaan nan ada di Nusantara menyatakan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di era Orde Baru, kerajaan-kerajaan itu hanya diposisikan sebagai warisan budaya nan tak memiliki kewenangan politik. Namun, rakyat nan tinggal di wilayah kerajaan tersebut masih sangat menghormati rajanya, bahkan hingga saat ini.

Ada sejumlah kerajaan di Indonesia nan masih kekal dan berpengaruh hingga sekarang. Di antaranya ialah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kadipaten Pakualaman Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran Surakarta, Kesultanan Cirebon di Jawa Barat, Kesultanan Serdang di Sumatera Utara, Kerajaan Mempawah di Kalimantan Barat, dan lain sebagainya.

Dengan sejarah kerajaan nan pernah gemilang tersebut, maka wajar apabila sebagian masyarakat Indonesia masih memegang teguh nilai-nilai warisan tradisi kerajaan. Yogyakarta dan Surakarta ialah dua daerah di Indonesia nan hingga kini masih erat dengan tradisi dan budaya kerajaan.

Oleh sebab itu, tak mengherankan apabila di tengah kondisi Indonesia nan carut-marut seperti sekarang ini, ada beberapa pihak nan sangat merindukan dan menginginkan kembalinya harga diri serta bukti diri orisinil mereka, salah satunya melalui penghormatan kepada kerajaan.

Nah, ternyata sejarah pemerintahan di Indonesia tak sesederhana nan kita bayangkan. Selain bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia nan kita anut hingga sekarang, ternyata ada beberapa bentuk pemerintahan lainnya nan pernah mewarnai riwayat perjalanan bangsa ini.

Bentuk negara apakah nan cocok buat negara seperti Indonesia pastinya akan menjadi sangat nisbi sebab setiap bentuk pemerintahan mempunyai keunggulan dan kekurangan masing-masing. Yang terpenting tentu saja ialah bagaimana cara kita buat menjaga prestise bangsa ini dengan tetap memegang teguh nilai-nilai luhur nan kita punya agar karakter dan jati diri bangsa Indonesia senantiasa lestari.

Tentu saja seluruh rakyat Indonesia harus selalu menjaga persatuan demi tetap utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. NKRI merupakan bentuk pemerintahan nan dirasa paling ideal buat mengakomodir keberagaman nan banyak terdapat di negeri ini.

Tugas kita sekarang ialah berusaha mengembalikan karakter dan jatidiri bangsa Indonesia nan mulai hilang ditelan zaman dan berbagai faktor lainnya nan melemahkan bukti diri kita dalam lingkup kebangsaan. Salah satunya ialah dengan kembali kepada nilai-nilai Pancasila dan asas demokrasi sebagai landasan bentuk negara Republik Indonesia.