Modernis vs tradisionalis di Indonesia

Modernis vs tradisionalis di Indonesia

Indonesia merupakan negara Islam paling besar di dunia. Diantara 220 juta jiwa penduduknya, 90% diantaranya ialah pemeluk agama Islam. Tidak mengherankan bila Islam punya pengaruh nan cukup besar di negeri ini. Namun sayang sekali, pengaruh nan besar ini belum dapat secara konkret memberi konstribusi bagi kemajuan bangsa serta kesejahteraan rakyat.

Untuk itu peran dari forum dakwah Islam perlu ditingkatkan agar semua umat Islam mendapat pengetahuan nan luas sehingga lebih mampu mengambil peran buat membangun serta menciptakan kemakmuran bangsa Indonesia.



Tujuan Forum Dakwah Islam

Dengan adanya Forum Dakwah Islam diharapkan umat Islam punya andil nan lebih besar, buat melaksanakan cita cita bangsa, nan ingin mensejahterakan rakyat di segala bidang. Peran nan dapat diambil oleh Forum Dakwah Islam tersebut adalah:

  1. Persatuan. Mengajak semua umat Islam di negeri ini mau manunggal dan meninggalkan rasa egois pada diri masing masing serta golongannya. Ini harus dilakukan dengan tujuan agar bisa bersama-sama membangun negara Indonesia nan adil, kondusif dan sejahtera. Cita-cita nan luhur ini dapat tercapai bila umat Islam mau bergotong royong serta tak memikirkan kepentingannya sendiri.
  1. Perbaikan Perilaku. Forum Dakwah Islam juga dapat ikut berperan serta buat menghilangkan penghambat utama, nan menyebabkan negara selalu kalah maju dibanding dengan negara lain. Yang dimaksud dengan penghambat primer di sini ialah korupsi. Yang dapat dilakukan tentu saja tak menghukum para pelaku korupsi. Namun memberi pemahaman kepada mereka bila tindakan korupsi merupakan konduite nan jauh dari nilai-nilai Islam.
  1. Menuntut Ilmu. Mengajak segenap pemeluk agama Islam, agar mau belajar serta tekun mencari ilmu. ilmu ialah jembatan primer buat menuju arah nan lebih baik dalam segala hal. Nabi Muhammad pernah memberi sabda, agar terus menuntut ilmu sampai ke negeri China. Tentu tak harus ke negeri tersebut buat belajar. Ada makna implisit agar Anda menjadikan ilmu sebagai alat primer menuju kesejahteraan dan kemakmuran.
  1. Penyemangat. Mengajak masyarakat agar tak mudah menyerah. Sebagai umat Islam Anda tak boleh menyerah kepada sesuatu nan menjadi penghalang dapat maju. Apalagi bila menyerah pada nasib. Bukan hanya tak boleh, tapi hal ini juga dapat menimbulkan dosa. Anda hanya boleh menyerah kepada Allah SWT saja.


Menakar Forum Dakwah Islam di Indonesia

Di Indonesia pada tahun 1920, di tengah gejolak nasionalis nan kuat, sebuah divisi antara memproklamirkan diri 'reformis dan modernis' dan apa nan disebut 'tradisionalis' datang ke depan dan bereaksi pada masalah kekhalifahan dan penaklukan Mekkah oleh kaum Wahabi.

Para tradisionalis nan berkaitan dengan adanya komunitas atau masyarakat pembelajaran Islam dari guru Jawi di Mekah sangat terganggu oleh tindakan Wahabi dan takut apa nan mungkin terjadi selanjutnya akan muncul di Indonesia. Sejumlah anggota terkemuka dari komunitas Jawi tewas dalam pertempuran dan banyak lagi menderita milik pribadi dari kurangnya pasokan menyusul perebutan tempat-tempat suci.

Lebih krusial lagi, Namun, inti praktik keagamaan tradisional Jawi nan menganut Asyafiiyah- terutama kunjungan (ziarah) ke makam di Mekah dan Madinah, banyak nan merupakan loka berkumpulnya para sufi (tarekat) - dipandang sebagai sesat oleh Wahabi dan paksa ditekan atau diusir.

Dari jumlah tersebut nan paling serius ialah perusakan makam di kompleks makam di Madinah. Untuk Kaum Tua Jawa ini dipandang sebagai penodaan agama nan kotor. Masyarakat takut bahwa makam nabi juga akan hancur. Akibatnya, lebih dari sepertiga dari ulama Jawi kembali ke Indonesia secara massal di sejumlah kapal donasi carteran, dengan membawa cerita tentang penistaan dan kekejaman kaum wahabi.

Sebaliknya, beberapa reformis di kalangan Kaum Muda melihat kegunaan dalam perubahan nan terjadi di Mekah, nan memberikan kesempatan buat memajukan ide-ide reformasi Muhammad Abduh dan lain-lain di Kairo. Bahwa Rasyid Ridha di Kairo memproklamasikan Wahabi ialah golongan 'iman murni' dalam Islam hanya meningkatkan ketegangan antara dua komunitas di Indonesia.

Beberapa Kaum Tua bahkan pergi sejauh buat label Kaum Muda sebagai 'Wahabi' - istilah kemungkinan terburuk dari cemoohan. Setelah gagal dalam upaya buat mengirim delegasi terpadu dari Indonesia ke sebuah konferensi tentang Khilafah (awalnya ke Kairo, kemudian ke Mekah), kelompok dua belas ulama, di bawah naungan spiritual Ashari Hasyim (1.875-1.947) dan bimbingan politik Abdul Wahab Chasbullah, berjumpa di Surabaya pada bulan Januari 1926 dan membentuk Nahdlatul Ulama (NU: Kebangkitan Ulama) buat mewakili dan membela tradisi Islam nan lebih tradisional. Di Indonesia, Nahdlatul Ulama ialah buat menjadi kelompok Islam plus forum dakwah terbesar di negeri ini.



Modernis vs tradisionalis di Indonesia

Secara historis, mutualitas, bukan oposisi dikotomis, telah menandai interaksi antara 'modernis' dan 'tradisionalis' di Indonesia. Para modernis, nan diwakili oleh Muhammadiyah dan menggambar secara spesifik pada ide-ide Muhammad Abduh nan menyerukan penguatan ilmiah dan intelektual dari masyarakat Muslim, telah memiliki pengaruh nan sangat besar melalui jaringan mereka sendiri.

Juga melalui sekolah dan universitas, tetapi juga mempengaruhi tradisionalis buat mengadopsi metode baru pedagogi dan pelajaran baru dari penelitian dalam pendidikan pesantren versi sendiri nan berbeda dengan versi NU.

Berkaitan dengan interpretasi hukum Islam, modernis sebagian besar (meskipun desakan 'Abhub) dan semua tradisionalis mematuhi mazhab Syafi'i. Ini menandai karakteristik khas signifikan Islam di Asia Tenggara - tak hanya Indonesia tetapi juga Malaysia dan Philippina. Modernis, bagaimanapun, mengklaim taraf kemandirian interpretatif (ijtihad) dalam mencapai keputusan dalam hukum sedangkan tradisionalis bersikeras taqlid, proses interpretatif nan mengandalkan kritis pada ajaran ulama besar di masa lalu, namun nan semacam ini pun tengah berada dalam melting pot kebersamaan hingga di awal abad baru ini, tradisionalis dan modernis dapat berkerja sama, dalam bentuk memajukan NKRI..



Gerakan Tarbiyah

Inilah lembaga dakwah Islam lainnya, nan sedang menjadi sorotan, sebab secara menyeluruh ikut pula dalam politik praktis di Indonesia melalui Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Darimana asal mereka? Tentu saja dari anak muda nan tak tertarik pada ajaran orang tuanya, yakni NU dan Muhammadiyah, dan cenderung ingin berbeda, dan lebih keras lagi.

Satu survei terbaru melaporkan bahwa empat puluh dua persen dari populasi Muslim di Indonesia lebih dari 200 juta bersekutu dengan tradisi NU dan dua belas persen dengan ikut Muhammadiyah. Secara historis NU telah memiliki dasar pedesaan nan kuat, khususnya di Jawa, sedangkan Muhammadiyah telah sangat jelas perkotaan dan kelas menengah di keanggotaan.

Beberapa pengamat menyebut gerakan ini sebagai gerakan Dakwah Usrah, nan lain menyebutnya sebagai gerakan Tarbiyah. Pada awal berdirinya, itu disebut gerakan Masjid Salman dan menjadi (dan tetap) gerakan kebangkitan berbasis kampus. Kelompok ini secara mentah mengambil ide-ide Ikhwanul Muslimin (Ikwanul Muslimin) dan mencoba menerapkannya di Indonesia.

GErakan ini berawal di Bandung (tapi masih dapat diperdebatkan) selama tahun 1970-an nan dianggap sebagai awal nan terinpirasi oleh Revolusi Islam di Iran. Namun lantas dikendalikan lebih spesifik pada bentuk dakwah sembunyi sembunyi lewat jaringan sel dakwah sebagaimana nan marak di Timur Tengah, atau mengadopsi cara nan sudah establish sebelumnya melalui gerakan dakwah Islam anti Negara sekuler, NII. Saat inigerakan Tarbiyah, dituding sebagai gerakan transnasionalis, nan sama sekali tak perduli dengan gagasan Islam dari Indonesia, dan lebih peduli pada mereka nan ada di Mesir, Turki, atau Palestina. Wallahu a'lam.