Sastra dalam Al Quran

Sastra dalam Al Quran



Ayat Al-Quran Mengenai Sastra

Al-Quran merupakan kitab kudus nan sempurna. Isinya mencakup banyak hal nan menjadi kebutuhan hayati manusia. Ayat ayat kudus Al Quran berisi banyak hal nan mencakup seluruh aspek kehidupan. Al-Quran berbicara perang, kehidupan rumah tangga, kehidupan bernegara, ekonomi, sosial budaya, kesehatan dan makanan dan sebagainya.

Al-Quran terpelihara keasliannya sepanjang zaman. Sebab Allah SWT.,-lah nan telah memberi agunan akan keaslian ayat-ayat Al-Quran tersebut. Demikian pula jurnalistik dan sastra sebagai bagian dari disiplin ilmu nan digemari banyak orang.

Al-Quran memberikan ruang spesifik bagi para peminat sastra dan jurnalistik. Allah juga menekankan mengenai pentingnya keberadaan disiplin ilmu nan satu ini.

Ayat ayat kudus Al Quran secara transparan banyak menyebutkan secara tersurat bagaimana peran dari para penyair nan terlibat menekuni global sastra. Sastra ibarat dua kaki nan dipasangkan pada dua ruang nan berbeda, yakni syurga dan neraka.

Hanya ada dua pilihan bagi penyair, apakah ia akan masuk syurga atau neraka. Syair dapat mengantarkan penyair pada kenikmatan abadi syurga, namun juga dapat menjerumuskan si penyair ke dalam neraka. Segenap pilihan tersebut terpulang pada apa nan akan digoreskan seorang penyair pada syair-syairnya.

Sastra sejatinya memanglah ruang kebebasan nan menampung aktualisasi diri para penulisnya. Namun tak pada kebebasan hubungan dengan Tuhan. Al-Quran menjelaskan bagaimana tugas dan peran nan cukup besar diberikan kepada penyair-penyair muslim, tugas primer mereka ialah menyampaikan kebaikan melalui syair, bukan membuat kesesatan nan konkret bagi manusia atas syair-syair nan mereka tuliskan. Berikut Firman Allah SWT mengenai syair dan penyair;

Firman Allah SWT;

“Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang nan sesat. Tidakkan engkau melihat mereka mengembara di setiap lembah. Dan bahwa mereka mengatakan apa nan mereka sendiri tak mengerjakan(nya)”(Qs. Asy-Syu’ara’: 224-226).

Firman Allah SWT;

“Kecuali orang-orang (penyair-penyair) nan beriman dan berbuat kebajikandan banyak mengingat Allah dan mendapatkan kemenangan setelah terzalimi (karena menjawab puisi-puisi orang-orang kafir). Dan orang-orang nan zalim kelak akan tahu ke loka mana mereka akan kembali” (Qs. Asy-Syu’ara’: 227).



Ayat Al-Quran Mengenai Jurnalistik

Jurnalistik menekankan pada keberadaan kabar informasi dan warta nan diterima manusia. Jauh-jauh hari sebelum manusia mengenal ilmu jurnalistik, Islam telah memberikan pelajaran sejarah mengenai teknik pencarian warta nan terjadi pada waktu Nabi Nuh dan rombongan orang beriman dilanda banjir bandang.

Nabi Nuh diyakini sebagai wartawan pertama nan melakukan pencarian warta informasi kondisi air dan banjir saat itu melalui seekor burung. Juga bagaimana kepiawaian seekor burung Hud-hud milik Nabi Sulaiman dalam mengetahui kondisi kerajaan Ratu Balqis.

Inilah dasar-dasar jurnalistik nan sudah diwariskan Islam sejak zaman dulu kala. Ayat ayat kudus Al Quran pun tidak sedikit nan membicarakan soal warta dan jurnalistik. Bagaimana sikap seorang muslim dalam menanggapi warta dari orang-orang nan tidak menyukai Islam.

Berikut ini beberapa contoh ayat ayat kudus Al Quran nan menjelaskan tentang warta dan jurnalistik;

Firman Allah SWT;

“Dan apabila datang kepada mereka suatu warta tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka meyerahkannya kepada Rasul dan Ulil amri di antara mereka, tentulah orang nan ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil amri) kalau tidaklah sebab karunia dan rahmat Allah SWT kepada kamu, tentulah kamu mengikuti syetan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu)” (Qs. An-Nisa’: 83).

Firman Allah SWT;

“Mengapa di waktu kamu mendengar warta dusta itu orang-orang mukminin dan mukminat tak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata, “Ini ialah suatu warta dusta nan nyata”(Qs.An-Nur: 12).

Firman Allah SWT;

“Sesungguhnya orang-orang nan ingin agar (berita) perbuatan nan amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang beriman, bagi mereka azab nan pedih di global dan akhirat. Dan Allah mengetahui sedang kamu tak mengetahui”(Qs. An-Nur: 19).



Sastra dalam Al Quran

Pada klarifikasi kali ini, hal nan akan dibahas bukan lagi mengenai ayat-ayat Al Quran nan membahas tentang sastra, melainkan sastra itu sendiri nan menjadi media pengantar dalam Al Quran.

Al Quran diciptakan dan diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan kata-kata nan baik, dan bahkan sulit dimengerti oleh manusia zaman sekarang. Dalam hal ini, Al Quran juga sebenarnya merupakan karya sastra nan lebih bernilai tinggi dibandingkan karya sastra nan kita baca saat ini.

Berbagai macam karya sastra bahkan mendapatkan ispirasi ide dan gagasannya dari Al Quran. Begitu juga dengan kata-kata latif nan tertuang di dalam kitab kudus tersebut, semakin banyak kita mendengarnya maka akan semakin damai kita merasakannya.

Hal tersebut pula nan kita rasakan pada saat menjadi sebuah karya sastra. Ada makna nan didapat dari pembacaannya, ada juga estetika nan dapat dilihat dan didengar oleh indera kita.

Dengan demikian, kita tak perlu mengagungkan suatu karya sastra hasil kreasi manusia sebab pada dasarnya, karya sastra nan latif sekalipun mendapatkan benih-benih keindahannya berdasarkan ayat Al Quran nan telah diturunkan sebelumnya kepada Nabi Muhammad.



Memahami Al Quran Sama Dengan Memahami Karya Sastra

Berbagai teori dan metode penelitian sastra telah banyak dikemukakan oleh para pakar sastra. Hal tersebut digunakan sebagai cara nan tepat buat dapat menelaah karya sastra nan tinggal dan hayati di dalam kehidupan masyarakat.

Akan tetapi, sangat sedikit orang nan mempergunakan teori tersebut buat dapat memahami isi beserta pesan nan terdapat di dalam Al Quran. Padahal seyogyanya, Al Quran ialah memiliki nilai sastra nan tinggi nan perlu kita pahami sehingga dengan memahami Al Quran, sudah niscaya kita akan memahami karya sastra nan dibuat oleh manusia.

Unsur-unsur nan terdapat dalam karya sastra tentu berupa tokoh, penokohan, alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat atau pesan moral. Di dalam Al Quran, semua unsur-unsur intrinsik tersebut ada dan tak dapat dibantah oleh siapa pun.

Dalam setiap surat di Al Quran selalu ada tokoh nan dibicarakan, serta bagaimana tokoh tersebut menunjukkan konduite dan tindakannya, baik sahih atau pun salah. Gaya bahasa nan termuat dalam kitab kudus pun tak kalah indahnya dengan gaya bahasa nan keluar dalam buku sastra kreasi manusia.

Begitu juga alur dan latar nan selalu menunjukkan bagaimana Allah maha mengetahui terhadap segala sesuatu nan terjadi di muka bumi ini. Dan terakhir, pesan moral justru merupakan ruh dari Al Quran nan sengaja diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad agar disebarluaskan sebagai bentuk kebaikan bagi umat manusia.

Namun, seperti nan disebutkan oelh ayat di atas, penyair pun terdiri atas beberapa golongan, ada nan memberikan kebohongan di dalam karyanya, ada pula nan memberikan kejujuran di dalam karyanya. Sejatinya, kejujuranlah nan hendak dikedepankan oleh penyair agar dapat memberikan kegunaan nan baik bagi pembacanya.

Lebih baik lagi jika karya sastra nan dibuat ialah merupakan perpanjangan dari isi Al Quran nan dibuat dengan cara nan mudah buat dipahami oleh para pembaca Al Quran nan belum memahami isinya.