Inilah Para Arumpone dari Kesultanan Bone

Inilah Para Arumpone dari Kesultanan Bone

Menunjuk kata Bone akan merujuk pada banyak hal di antara nama beberapa daerah, nama kesultanan, nama kabupaten, dan dalam bahasa Inggris, kata bone berarti tulang. Bone sebagai kesultanan berada di wilayah Sulawesi Selatan nan sekarang menjadi Kabupaten Bone, namun sebagai nama kabupaten, kata Bone juga dapat merujuk pada Kabupaten Bone Bolango sebuah kabupaten di Wilayah Gorontalo.

Nama Bone juga merupakan salah satu nama desa di Nusa Tenggara Timur, nama desa di Sulawesi Selatan dan nama kelurahan masih di Sulawesi Selatan. Namun, Bone nan akan banyak dibahas di sini ialah Bone nan merujuk pada nama Kabupaten di Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Bone.

Kabupaten Bone atau orang langsung menyebutnya Bone, merupakan daerah otonom nan secara administrasi berada dalam kekuasan Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia dengan luas wilayah 4.559 km persegi. Bone menjadi daerah otonom sebab latar belakang sejarah panjang yakni sebagai salah satu kesultanan nan ada di tanah air Indonesia, Kesultanan Bone atau Kesultanan Bugis.

Sampai dengan hasil sensus penduduk tahun 2000, di luas wilayah 4.555 km persegi tersebut, dihuni oleh 700 ribu jiwa, diantara 308.433 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan sisanya ialah perempuan. Dari angka-angka tersebut, taraf kepadatan penduduk di Kabupaten Bone rata-rata 140 jiwa per km persegi.

Cukup padat sebenarnya buat sebuah Kabupaten nan berada di bagian timur Indonesia ini, nan rata-rata masih kurang penduduknya. Namun kepadatan penduduk di Kabupaten Bone ini terkonsentrasi di pusat kota baik itu pusat kota kecamatan maupun di ibukota Kabupaten Bone yakni Kota Watamponne.

Kabupaten Bone berbatasan langsung dengan teluk Bone di sebelah timur, Kabupaten Wajo dan Soppeng di sebelah utara. Sedangkan di sebelah barat, Kabupaten Bone berbatasan langsung dengan Kabupaten Maros, Angkep dan Barru. Dan di sebelah selatan berbatasan langsung dengan Kabupaten Sinjai dan Gowa.

Kabupaten Bone merupakan daerah nan berada di pesisir timur dari Propinsi Sulawesi Selatan. Posisi daerah Kabupaten Bone nan berada di pesisir pun memberi indikasi kuat tentang keberadaan Kesultanan Bone pada zaman dahulu, di mana kekuatan transportasi air menjadi andalan. Dapat diperhatikan keberadaan kesultanan nan ada di tanah air, pusat pemerintahan atau pusat kotanya dapat dipastikan dekat dengan pesisir atau jalur transportasi air lainnya seperti sungai.

Sejak dahulu kala, Kabupaten Bone atau Kesultanan Bone ini merupakan daerah strategis buat perdagangan dan jasa, terutama di kawasan Indonesia bagian timur. Secara administratif, Kabupaten Bone dibagi ke dalam 27 kecamatan nan membawahi 39 kelurahan serta 333 desa. Kabupaten Bone berjarak 174 km dari Kota Makassar ke arah timur, yakni berada pada 4,13 -5,6 derajat Lintang Selaan dan 119,42-120,30 derajat Bujur Timur.

Dari wilayah seluas 4.555 km persegi wilayah Kabupaten Bone, sebagian besar berupa tanah tegalan atau ladang yakni 120.524 ha dan kawasan hutan seluas 145.073 ha. Di wilayah Kabupaten Bone juga terdapat pada rumput seluas 10.503 ha, pesawahan seluas 88.449 ha, perkebunan seluas 43.053 ha dan tambah atau empang seluas 11.148 ha.

Ibukota Kabupaten Bone terletak di Kota Watampone. Dari 27 kecamatan nan terdapat di Kabupaten Bone, hanya beberapa saja nan sudah terkenal baik sebab potensi alam maupun sebab bidang lain. Satu kecamatan bahkan telah menjadi ikon dari Kota Watampone yaitu Kecamatan Sibulue nan terkenal dengan Pattiro Bajo.



Latar Belakang Sejarah dan iklim di Bone

Kesultanan Bone nan lebih dikenal dengan nama Kesultanan Bugis nan merupakan cikal bakal Kabupaten Bone sekarang ini, termasuk pemerintahan nan telah mapan dan terpandang di wilayah Indonesia bagian timur. Pada saat itu Kesultanan Bugis menguasai daerah tak kurang dari 26000 km persegi.

Sejak tahun 1666 Kesultanan Bone setelah runtuhnya kekuasaan Kerajaan Gowa, menjadi kesultanan nan berada dalam pengaruh pemerintahan kolonial Belanda. Inggris termasuk penjajah nan pernah menguasai Kesultanan Bone tapi dikembalikan lagi secara aklamasi kepada kolonial Belanda, terutama sejak jatuhnya pemerintahan Napoleon Bonaparte pada tahun 1816.

Penindasan pemerintah kolonial Belanda menyebabkan banyak munculnya pemberontakan di wilayah Kesultanan Bone ini, sehingga dengan terpaksa pemerintah kolonial Belanda mengirimkan banyak tentara buat meredamnya. Pengaruh bekas penjajahan Belanda ini masih menyisakan bukti-bukti kuat di wilayah Kabupaten Bone sampai sekarang ini. Kesultanan Bone atau Kesultanan Bugis dipimpin oleh seorang raja bergelar Arumpone.

Secara generik di Kabupaten Bone beriklim sedang dengan taraf kelembaban udara 95% dan temperature udara antara 26-34 derajat Celcius. Curah hujan di wilayah Kabupaten Bone termasuk tinggi dapat mencapai 3000 mm.

Beberapa wilayah di Kabupaten Bone ini terdiri dari bukit dan pegunungan dengan genre sungai diantara celah-celahnya. Dengan sumber air dari pegunungan ini, sepanjang tahun mampu mengairi sungai-sungai besar seperti Palakka, Bulu-bulu, Walenae, Jaling, Cenrana, Tobune, Salomekko dna Sungai Lekoballo.



Inilah Para Arumpone dari Kesultanan Bone

Pada rentang tahun 1392-1424, Kesultanan Bone dipimpin oleh Arumpone Matasilompoe atau nan lebih dikenal dengan Manurungnge ri Matajang. Kemudian dilanjutkan oleh La Umassa Petta Panre Bessie (1424-1441), lalu 1441-1470 dipimpin oleh Arumpone La Saliyu Karampeluwa atau dikenal juga dengan nama Karaeng Pelua.

Setelah itu, tampuk pemerintahan dipegang oleh We Ban-ri Gaung Daeng Marawa Arung, salah seorang sultan keturunan Cina (1470-1490), dilanjutkan oleh Le Tenri Sukki Mappajungnge (1490-1517) dan 1517-1542 Kesultanan Bone dipimpin oleh La Uliyo.

Kesultanan Bone dari rentang tahun 1542-1608 dipimpin secara berturut-turut oleh Arumpone : Le Tenri Raw Bongkangnge, La Icca, La Pattawe, We Tenrituppu dan Le Tenrirua atau nan dikenal dengan Matinroe ri Bantaeng.Kemudian dari rentang 1608-1660, Arumpone nan memimpin Kesultanan Bone secara berturut-turut ialah La Tenripale atau Matinroe ri Tallo, La Ma’daremmeng Matinroe ri Bukaka dan Tobala atau nan dikenal dengan Arung Tanete Riawang. Arung Tanete Riawang ini kemudian dijadikan regen oleh Kerajaan Gowa.

Dari tahun 1660 sampai dengan 1721, Arumpone nan berkuasa di Kesultanan Bone antara lain La Tenritata Matinroe ri Bontoala, La Patau Matanna Tikka, Batari Toja Daeng Talaga Arung, La Padassajati, Bata-ri Toja Daeng Talaga Arung Timurung dan La Pareppa To’ Aparapu Sappewali, nan kemudian menjadi Sultan Gowa sekaligus sebagai Arumpone Bona dan Datu Soppeng.

Kesultanan Bone atau Kesultanan Bugis pada rentang 1721-1946 dikuasai oleh Arumpone I-Mappaurangi Karaeng Kanjilo atau nan dikenal dengan nama Paduka Sri Sultan Sirajuddin, La Panaongi atau Sri Sultan Abdullah, Batari Toja Daeng atau Sultan Zainab Zakiat, lalu I-Danraja Siti Nafisah, Sultan Zainad Zakiat kembali, lalu La Temmassore Mappasossong atau Sri Sultan Abdul Razaaq, L Tenri Tappu atau Sri Sultan Ahmad as-Saleh.

Kemudian, dilanjutkan oleh Sri Sultan Muhammad Ismail Muhtajuddin, Sri Rau Sultana Salima Rajiat, Sri Sultan Adam Nazimuddin, Sri Sulan Ahmad Saleh, Sri Sultan Abul-Hadi, Sri Sultan Ahmad Idris, Sri Sultana Fatima, La Pawawoi Karaeng Sigeri, Haji Andi Bacho La Mappanyuki atau nan dikenal dengan nama Sri Sultan Ibrahim nan menjabat sampai dengan diproklamirkannya Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni sampai dengan 1946.

Dari tahun 1946-1950 Kesultanan Bone dipegang oleh Andi Pabenteng Daeng Palawa dan sampai dengan tahun 1960, nan pada masa jabatan keduanya diangkat oleh pemerintah colonial Belanda.

Itulah sekelumit tentang Kabupaten Bone nan merupakan pengembangan dari Kesultanan Bone atau Kesultanan Bugis, nan terkenal sebagai pelaut ulung sejak jaman pra sejarah. Karena itu Kabupaten Bone menjadi kota nan diberi swatantra khusus.