Wanita Panggilan, Ayo Tolong Mereka!

Wanita Panggilan, Ayo Tolong Mereka!

Ingin membaca kisah wanita panggilan ? Simak cerita berikut. Rosa, seorang wanita muda cantik berusia 20-an berjalan sambil menjinjing tas besar belanjaannya, sesaat ia berhenti di sebuah counter kosmetik dengan brand asing nan terkenal. Gaun panjang nan dikenakannya menyiratkan pemiliknya bukanlah wanita biasa, pastilah ia mempunyai penghasilan luar biasa pula.

Beberapa saat kemudian ia keluar dengan membawa jinjingan nan baru, satu set kosmetik merek terkenal. Terkesan glamour dan fashionable. Namun, siapa sangka bahwa Rosa ialah salah satu dari sekian banyak wanita panggilan nan ada di negara ini. Sinkron dengan namanya, ia memang selalu siap dengan hp dan BB di tangan.

Karena dari panggilan nan berdering itulah ia akan mendapatkan job , menemani para lelaki nan ingin mendapatkan servisnya. Para kliennya bukan orang sembarangan, beberapa di antaranya sering muncul di layar televisi, mulai dari penjabat, pengusaha kaya, hingga anggota dewan.

Rosa juga terlihat begitu menikmati hidupnya, walaupun sebenarnya hanya dia dan Tuhan nan tahu bagaimana dia menyikapi kondisi hidupnya saat ini. Bagi sebagian orang mungkin melihat Rosa ialah wanita nan beruntung, punya banyak uang, punya rekanan orang-orang top, cantik, dan masih muda pula.

Tapi tunggu dulu, tak banyak wanita panggilan mengalami nasib sebaik Rosa. Lebih banyak nan mengalami nasib kebalikannya, hayati sulit, dan terjepit hutang, hayati terkekang di bawah supervisi ketat mucikari bengis, atau berjumpa dengan klien berengsek nan tak mau membayar.

Belum lagi kepergok oleh istri absah teman kencan, digrebek oleh petugas di kamar losmen murahan, hingga harus berujung kematian dampak pria tidak bertanggung jawab nan takut skandalnya terbongkar ke permukaan. Ya, wanita panggilan memang dapat dilihat dari berbagai sisi.



Wanita Panggilan, Sumber Keretakan Rumah Tangga

Apa nan tebersit di pikiran Anda ketika mendengar kata "wanita panggilan"? Akan ada banyak jawaban berbeda dari setiap orang nan ditanyakan. Wanita murahan, wanita nista, manusia tidak bermoral, manusia malas nan suka mengambil jalan pintas, sampah masyarakat, calon penghuni neraka, dan lain sebagainya.

Itulah seabrek tudingan nan disematkan kepada mereka. Nyaris tidak ada nan baik-baiknya. Pendapat di atas banyak didukung oleh para tokoh agama, walaupun dalam hal ini dapat dibedakan meski tipis, antara "tokoh agama" dan "agama".

Maksudnya tidak semua tokoh agama memiliki pendapat nan persis sama, karena ada juga sebagian dari kalangan agamawan ini nan memiliki pendapat berbeda, bergantung pada agama nan dijadikan landasan berpikirnya dan tergantung pada cakrawala berpikir masing-masing tokoh agama tersebut.

Tapi pada dasarnya, ajaran agama menentang keberadaan wanita panggilan ini. Di samping dari kalangan agamawan, para pendukung pendapat ini ada banyak juga nan berasal dari kalangan wanita, terutama para ibu rumah tangga. Mereka berpendapat keberadaan wanita panggilan ini sebagai penyebab primer terjadinya perselingkuhan nan berakibat retaknya interaksi rumah tangga mereka.



Wanita Panggilan, Jangan Ada Perlakuan Berbeda!

Bertolak belakang dengan pendapat pertama, pendapat berikutnya justru mereka nan mendukungnya. Sebagian besar nan mendukung pendapat ini ialah dari kalangan pelacur itu sendiri, mantan pelacur, atau orang nan memang menikmati hayati dari pelacuran.

Yaitu mereka nan menganggap bahwa wanita panggilan ialah sebuah profesi. Sama halnya dengan profesi lainnya. Bagi mereka pelacuran ialah salah satu pekerjaan tertua nan pernah ada di bumi. Dan bila pekerjaan tersebut masih eksis hingga saat ini, berarti menunjukkan bahwa masyarakat membutuhkan mereka.

Wanita panggilan ialah bagian dari pelacuran dan pelacuran ialah bagian dari pekerjaan. Oleh karenanya, harus mendapatkan hak-hak nan sama dengan kelas pekerja lainnya, seperti nan tertulis pada Piagam Global buat hak-hak pelacur nan diterbitkan pada Kongres Pelacur Sedunia I di Amsterdam, Belanda tahun 1985.



1. Menyangkut Status Hukum

Mereka menuntut agar pelacuran tak dikategorikan sebagai tindak kriminal dalam segala aspeknya pada orang-orang dewasa sepanjang profesi itu dipilih secara pribadi dan sadar. Tuntutan lainnya adalah agar mereka terhindar dari segala kecurangan, pemaksaan, kekerasan, kejahatan seksual, dan mencegah pelacuran anak-anak.



2. Penghormatan kepada Hak-hak Asasi Manusia

Mereka menuntut agar pelacuran diberi hak asasi dan hukum sinkron sesuai dengan baku bisnis nan berlaku. Dalam ini perlu dicantumkan klausul spesifik buat mencegah penyiksaan, penyalahgunaan serta penistaan terhadap para pelacur.

Menuntut agunan buat kebebasan sipil, meliputi kemerdekaan mengeluarkan pendapat, perjalanan, imigrasi, bekerja, menikah, serta tunjangan pengangguran.



3. Kenyamanan dan Keamanan Kondisi Kerja Pelacur

Mereka menuntut dihapuskannya peraturan atau UU nan mengisolasi serta melokalisasi di satu loka tertentu. Pelacur punya hak menentukan sendiri loka kerja serta loka tinggalnya.



Wanita Panggilan, Ayo Tolong Mereka!

Sebagian orang lagi mungkin mempunyai pendapat berbeda. Wanita panggilan menurut versi mereka ialah korban kerasnya kehidupan, wanita lemah nan harus segera mendapatkan pertolongan, manusia tersesat nan harus dituntun buat segera kembali pulang, potret buram sulitnya mendapatkan pekerjaan, bukti konkret gagalnya pemerintah mengentaskan kemiskinan, dan lain sebagainya.

Para pendukung pendapat ini banyak nan berasal dari kalangan pekerja sosial, LSM, rohaniawan, budayawan, termasuk juga seniman dan seniman. Banyak tokoh terkenal nan berpendapat demikian, seperti Goenawan Mohamad, Romo Y. B. Mangunwijaya, W. S. Rendra (alm), Gus Dur (alm), dan lain-lain.

Dua arus primer pemikiran di atas sepertinya saling bertentangan, dan saling bertolak belakang. Wanita panggilan menurut pendapat versi pertama ialah subjek atau pelaku. Sementara itu, menurut pendapat kedua wanita panggilan ialah objek atau korban. Berdasarkan dua sudut pandang nan berbeda tersebut, mengakibatkan terjadinya disparitas dalam cara penanganan.

Mereka nan menganggap wanita panggilan ialah subjek maka cenderung memusuhi, menghabisi tanpa ampun, dan kalau perlu dimusnahkan dari muka bumi ini. Sementara itu, bagi mereka nan menganggap wanita panggilan ialah objek maka akan memperlakukan mereka sebagaimana layaknya korban. Ditolong, diperhatikan, dan disantuni ialah nan harus dilakuan buat para wanita panggilan ini.



Apa nan Dapat Anda Simpulkan dari Tulisan Tersebut?

Setiap orang tentu punya konklusi sendiri-sendiri. Namun, setidaknya ada beberapa poin nan dapat dijadikan benang merah dari tulisan tentang diskursus wanita panggilan ini.

  1. Pada hakikatnya, Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia buat memilih jalan hidupnya sendiri.

  2. Tak semua pilihan hayati nan dijalani bisa berjalan sinkron harapan.

  3. Perempuan nan menjadi wanita panggilan bisa disebabkan oleh banyak faktor, oleh karenanya tidak dapat dikekang oleh berbagai aturan.

  4. Mengingatkan orang buat tak berbuat maksiat ialah perbuatan mulia, namun lebih mulia lagi apabila dapat mencarikan solusinya.

  5. Mengharamkan pelacuran tak sama dengan mengharamkan pelacur. Sebab nan ditentang ialah perbuatan dan sistem nan memungkinkan hal itu dapat terjadi, bukan pribadinya sebagai manusia.

  6. Negara-negara berkultur barat memang memiliki tradisi demokrasi nan panjang, tidak mengherankan bila segala sesuatunya diukur dari kacamata HAM.

  7. Sebagai orang timur, ada nilai-nilai seperti moral, agama, dan etika nan sangat dijunjung tinggi.

Demikianlah tulisan tentang "Diskursus Wanita Panggilan", semoga bermanfaat!