Pluralisme - Nabi Muhammad Saw Teladan dalam Menghargai Kebebasan dan Perbedaan

Pluralisme - Nabi Muhammad Saw Teladan dalam Menghargai Kebebasan dan Perbedaan

Indonesia ialah negara nan sangat majemuk, ada banyak suku, agama dan kepercayaan, ras, bahasa, adat istiadat, latar belakang pendidikan, dan banyak disparitas lainnya. Mungkin sebab alasan itulah, sejak dini anak-anak Indonesia sudah mulai mempelajari dan di didik buat dapat menghargai dan menghormati pluralisme di negara ini.

Tentu kita masih ingat salah satu pelajaran nan diajarkan di sekolah, yaitu Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau nan dikenal dengan singkatan PPKn nan mengajarkan pentingnya tenggang rasa dan saling menghormati di tengah disparitas atau pluralisme nan ada. Ya, tentu saja hal itu harus diajarkan sejak dini agar dapat menjadi bekal anak-anak dalam berinteraksi dan menghargai keberagaman di sekitarnya.

Apa sebetulnya nan dimaksud dengan pluralisme itu? Setelah di cek dan ricek ke Kamus Besar Bahasa Indonesia , ternyata nan dimaksud dengan pluralisme ialah keadaan masyarakat nan beragam atau berbagai kebudayaan nan bhineka dalam suatu masyarakat.

Kalau dilihat dari arti katanya, sepertinya Indonesia ialah negara beragam terbesar di dunia. Hiperbola gak ya? Bagaimana tidak, Indonesia terdiri dari 1.128 suku bangsa nan tersebar di seluruh nusantara, 700 lebih bahasa, 6 agama resmi nan diakui pemerintah dan banyak kepercayaan, adat istiadat serta tradisi nan berkembang di masyarakat. Luar biasa bukan?

Keragaman bangsa ini dapat menjadi sebuah karunia dan kekayaan bangsa kalau setiap elemen masyarakatnya dapat saling mengghargai dan menghormati. Tapi, dapat juga jadi bencana. Rupanya inilah nan sedang terjadi pada bangsa Indonesia di beberapa tahun belakangan ini. Setiap bulan, minggu, bahkan hari selalu saja ada kerusuhan, keributan, dan konflik antarkelompok masyarakat.

Hal nan menjadi sumber masalah tak jauh hanya sebab disparitas agama, suku, bahkan antarkampung pun kini sering sekali terdengar banyaknya kerusuhan dan tragedi berdarah. Sudah sepatutnya kita prihatin dengan nasib bangsa, entah akan seperti apa kelak jika hal ini dibiarkan terus-menerus. Dapat jadi,anak cucu kita nanti akan hayati di suatu masa nan penuh dengan peperangan dengan saudara sebangsa.



Pluralisme- Jenis-jenis Keragaman

Ada banyak keberagaman di tengah masyarakat, semuanya itu menunjukkan bahwa bangsa Indonesia ialah bangsa nan kaya dengan kebudayaan. Berikut ini terdapat beberapa jenis pluralisme nan lazimnya ditemukan dalam tatanan masyarakat.



1. Jenis-jenis Keragaman - Pluralisme Sosial

Ini ialah bentuk keragaman dalam hubungan sosial di masyarakat. Dimana masyarakat dapat berinteraksi dan berkomunikasi satu dengan nan lainnya dengan penuh rasa hormat dan menghargai satu sama lain, sehingga tak mengakibatkan konflik atau permusuhan. Hal ini pula nan menjadi salah satu indikator kerukunan suatu kelompok masyarakat.

Tentu saja kondisi nan aman, tenteram, dan nyaman seperti ini akan memberikan banyak laba dan menjadi pendukung buat kemajuan di berbagai bidang kehidupan. Perkembangan pendidikan dan kemajuan ekonomi ialah dua di antara sekian banyak kegunaan nan dapat dirasakan saat masyarakat dapat hayati dengan rukun dan damai meskipun terdapat banyak perbedaan.

Setiap elemen masyarakat harus saling bahu-membahu dalam menciptakan kondisi masyarakat nan damai. Prinsip nan tepat dalam berinteraksi ialah dengan tak pernah memandang remeh suku bangsa, bahasa, tradisi dari orang lain, dan menganggap bahwa diri sendiri lebih baik.



2. Jenis-jenis Keragaman - Pluralisme Ilmu Pengetahuan

Untuk jenis nan satu ini, mungkin dapat diartikan sebagai beragamnya pemahaman dalam memahami suatu ilmu. Misalnya saja, nan paling sering kita temukan ialah seringkalinya ada disparitas dalam penetapan awal puasa, kapan hari lebaran dan sebagainya. Kenapa ini terjadi? Tentu saja sebab adanya disparitas pemahaman.

Namun, disparitas ini tak seharusnya menjadi konflik, namun justru menjadi lecutan semangat buat selalu menggali lebih banyak ilmu buat mengetahui hakikat nan sebenarnya. Jika disparitas ini disikapi dengan benar, justru dapat menjadi faktor kemajuan suatu bangsa sebab tak pernah ada kata henti buat selalu mencari dan menggali ilmu dengan sebaik-baiknya.

Disparitas nan mungkin terjadi dalam memahami suatu ilmu di kalangan orang-orang berpendidikan tentunya tak menyebabkan mereka saling bertengkar dan bermusuhan. Hal itu sebab lewat disparitas inilah, mereka dapat saling belajar sambil menambah kematangan pribadi masing-masing. Hal nan harus dilakukan ialah selalu menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai masing-masing pendapat sebab tentu saja tak mungkin ada suatu pendapat ilmiah tanpa diawali dengan pemikiran dan verifikasi nan ilmiah pula.



3. Jenis-jenis Keragaman - Pluralisme Agama

Pluralisme agama berbeda dengan kedua jenis keragaman sebelumya. Ini lebih sensitif sebab dalam hal ini penggunaan kata pluralisme sepertinya tak dapat disamakan dengan kata toleransi, saling menghormati dan menghargai, serta kata-kata lainnya.

Prinsip pada penggunaan kata pluralisme agama ialah mengganggap bahwa semua agama benar, Tuhan semua agama ialah satu yaitu Tuhan nan sama. Dalam agama Hindu, ini disebut juga dengan sebutan universalisme radikal. Sama halnya dengan agama Hindu, Kristen pun mempunyai pandangan nan sama yakni mengganggap bahwa semua agama sahih sebab mengajarkan tentang kebaikan.

Namun, berbeda dengan itu semua dalam islam pluralisme agama sangatlah dilarang. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara tegas dalam fatwa nya pada tahun 2005 mengatakan bahwa hal ini ialah haram. Karena Islam menganut prinsip, tidaklah sahih semua agama sahih sebab Islamlah sebagai agama nan benar. Mengingkari hal ini sama artinya telah menyekutukan Allah sebagai Tuhan. Itulah sebabnya maka MUI mengeluarkan fatwa haram terhadap hal ini.

Lantas apakah artinya Islam tak menghargai agama lain? tentu tidak, Islam tetap menghargai dan menghormati apapun agama dan kepercayaan nan dianut oleh masyarakat namun tak dengan menganggap bahwa semua agama ialah sama.



Pluralisme - Nabi Muhammad Saw Teladan dalam Menghargai Kebebasan dan Disparitas

Nabi Muhammad Saw ialah Nabi terakhir nan diutus oleh Allah Swt buat menyempurnakan akhlak manusia. Nabi Muhammad diutus buat menyebarkan agama Islam dengan penuh kedamaian dan cinta kasih. Bahkan secara tegas Beliau pun mengatakan bahwa tugas utamanya ialah buat membangun peradaban manusia menjadi lebih baik.

Bangsa Arab dikenal sebagai bangsa nan keras dan kadang bersikap sangat kejam. Misalnya saja ada Norma membunuh bayi nan terlahir dengan jenis kelamin perempuan sebab mempunyai anak perempuan seperti aib bagi orang tua terutama orang tua nan berasal dari kalangan bangsawan.

“Sesungguhnya saya ini tak diutus sebagai pelaknat, tapi saya diutus sebagai pembawa rahmat”, itulah perkataan Nabi ketika ia diminta buat membunuh orang-orang nan tak mau memeluk agama Islam. Inilah peletakan dasar dalam menghormati keragaman dalam masyarakat nan dilakukan oleh Nabi.

Pernyataan ini juga menjadi dasar penegakan dari hak asasi manusia sebab Ia tak serta merta membunuh dan menganiaya orang-orang nan menolak seruannya. Rahmat dan afeksi ialah prinsip nan selalu beliau pegang teguh dalam menyebarkan selebaran agama islam. Tidak hanya buat orang-orang nan mau dengan terbuka menerima seruannya, tapi juga berlaku secara generik kepada seluruh umat manusia bahkan kepada orang nan dengan terang-terangan ingin mencelakainya sekalipun.

Islam sebagai agama nan menjadi rahmat bagi sekalian alam, telah meletakkan dasar-dasar dalam menghargai setiap disparitas nan ada. Ada banyak ayat nan tercantum dalam Al-Quran nan menjelaskan secara jelas, tak pernah ada paksaan buat memeluk agama ini. “Bagimu agamamu, bagiku agamaku” adalah penggalan ayat QS Al-Kafirun ayat 6. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai setiap disparitas dan tak pernah memaksa orang lain buat memeluk agamanya.

Kalau kita belajar masa sejarah kegemilangan Islam, ada banyak hal nan dapat kita pelajari tentang pentingnya tetap menjaga keharmonisan hayati dengan menghargai keragaman nan ada. Hal itu sebab Islam ialah agama nan menjunjung tinggi hak asasi manusia, maka aturan-aturan nan dibuat sangat menekankan prinsip persamaan dan kebebasan nan bertanggung jawab.

Inilah sebabnya ketika Islam menjadi sebuah imperium besar di dunia, tak pernah ada satu kisahpun nan menceritakan adanya penindasan dan ketidakadilan nan dilakukan penguasa muslim terhadap rakyat nan memeluk agama nan berbeda.

Negeri nan dikuasai oleh Muslim terbebas dari berbagai anggaran dan akibat jelek sistem feodal. Dimana dalam sistem ini, terdapat kasta-kasta nan membedakan antara kelompok masyarakat eksklusif dibandingkan nan lain. Misalnya, golongan bangsawan lebih terhormat dan mendapat perlakuan istimewa dibandingkan dengan mereka nan berasal dari keluarga petani dan lain sebagainya.

Persamaan hak juga berlaku bagi mereka warga negara non-muslim nan berada di negara Islam. Hak mereka sepenuhnya dijamin oleh negara, mereka mempunyai hak dan kewajiban nan sama layaknya warga negara nan beragama islam. Bahkan sahabat Nabi, yakni Abu Bakar mengatakan “darah mereka sama dengan darah kita” nan dengan jelas menunjukkan bahwa warga non-muslim diperlakukan sama dengan warga muslim lainnya.

Di zaman nan semakin kompleks dan penuh dengan disparitas ini, sepertinya kita harus kembali kepada tatanan anggaran bermasyarakat nan dicontohkan oleh Nabi. Menghargai dan menghormati ialah kunci dari kerukunan masyarakat di tengah majemuk pluralisme nan ada.