Dalil Wakaf

Dalil Wakaf

Pengertian wakaf bagi sebagian orang baru dimaknai sebatas masalah pemberian tanah atau bangunan milik seseorang kepada pihak lain buat digunakan dalam hal kepentingan umum.

Mungkin hal tersebut benar, namun belum sepenuhnya tepat. Karena secara umum, wakaf dimaknai sebagai sebuah aktivitas buat menyimpan sebuah barang nan bersifat abadi secara fisik serta dapat digunakan buat hal-hal nan memiliki kegunaan bagi masyarakat.



Tidak Sebatas Tanah dan Bangunan

Dari pengertian wakaf tersebut, pada dasarnya wakaf tak dibatasi dalam bentuk tanah atau bangunan saja. Meski pun pada saat ini kedua jenis barang tersebut merupakan bagian nan paling sering dijadikan obyek wakaf oleh seseorang.

Namun, apabila ada obyek lain nan kiranya mampu memiliki sifat dan ketentuan sebagaimana pengertian wakaf tersebut, kiranya hal tersebut bukan tak mungkin buat juga dijadikan sebagai obyek wakaf. Yang primer ialah tujuan wakaf guna memberikan kegunaan bagi orang banyak sudah terpenuhi.

Dari tujuan dan pengertian wakaf tersebut, menunjukkan fungsi wakaf dalam masalah pemugaran kualitas kehidupan bermasyarakat. Karena obyek wakaf tersebut, tak dapat dijadikan obyek jual beli. Melainkan harus dimanfaatkan buat kepentingan masyarakat. Dengan kata lain, semakin banyak orang nan mau berwakaf, maka pasti masyarakat tak akan kesulitan mendapatkan kebutuhan mereka.

Seperti tanah wakaf buat masjid, kuburan atau dijadikan loka membangun rumah sakit gratis. Atau pula, bangunan wakaf, dapat dimanfaatkan sebagai loka panti asuhan atau loka pengajian buat umat. Inilah mengapa, semangat wakaf ini harus digelorakan di tengah masyarakat kita. Karena pada dasarnya, hasil dari wakaf ini selain bermanfaat menambah amalan ibadah pemberi wakaf, dampaknya akan kembali dirasakan oleh masyarakat.



Ketentuan Wakaf

Selain dari pengertian wakaf , nan perlu dipahami juga ialah masalah ketentuan wakaf. Karena buat melakukan wakaf ini tak dapat dilakukan dengan sembarangan, melainkan ada beberapa hal nan harus dipenuhi. Di antaranya ialah :

  1. Adanya rukun wakaf. Rukun wakaf sendiri terbagi menjadi tiga hal yakni :
    1. Adanya orang nan hendak melakukan wakaf. Dan orang tersebut, memiliki hak atas obyek wakaf serta berhak buat menggunakan obyek wakaf tersebut pada hal nan baik. Yang utama, proses wakaf dilakukan secara ikhlas, tanpa ada tekanan dari pihak mana pun juga.
    2. Adanya obyek wakaf. Dan obyek wakaf tersebut memiliki ketentuan seperti harus dapat dilihat wujudnya secara fisik, memiliki sifat nan abadi atau kekal, adanya ikatan atau perjanjian antara pihak nan berwakaf dan penerima wakaf.
    3. Harus ada pihak nan menerima wakaf. Pihak ini dimaksudkan agar obyek wakaf pada nantinya tak mubadzir atau sia-sia. Dengan adanya pihak nan menerima wakaf, diharapkan obyek wakaf dapat diberdayakan secara optimal.
  2. Persyaratan melakukan wakaf. Untuk melakukan wakaf, beberapa syarat nan sine qua non di antaranya ialah :
    1. Tidak ada batasan waktu dari proses wakaf tersebut. Sehingga ketika akad wakaf ditandatangani, pemberi wakaf sudah tak memiliki hak lagi buat menggunakannya demi kepentingan pribadi.
    2. Adanya kejelasan pihak-pihak nan memberikan wakaf serta pihak nan menerima wakaf
    3. Harus dibayarkan secara langsung dan bukan dengan cara berutang.


Dalil Wakaf

Syarat dan rukun wakaf terbentuk tidak lepas dari pengertian wakaf nan telah disebutkan. Sedangkan pengertian wakaf tercipta tidak lepas dari dalil-dalil nan menjelaskan tentang wakaf. Ada dua dalil nan biasa digunakan para ulama buat melegitimasi hukum wakaf.

  1. Hadis Rasulullah Saw.

Salah satu hadis Rasulullah Saw. nan oleh para ulama diklaim sebagai dalil wakaf adalah, “Apabila seorang muslim meninggal dunia, terputuslah amal perbuatannya kecuali tiga hal. Yaitu, sedekah jariyah (yang pahalanya mengalir terus), ilmu nan bermanfaat dan anak shaleh nan mendoakannnya.” (HR. Muslim)

Di dalam kitab “fat-hul mu’in” dijelaskan, bahwa para ulama mentakwilkan makna sedekah jariyah sebagai wakaf.

  1. Perbuatan Umar bin Khattab

Umar bin Khattab ialah orang nan pertama kali melakukan wakaf dalam Islam. Di dalam kitab “Fat-hul Mu’in” dicatat, bahwa khalifah Umar bin Khattab pernah mewakafkan tanahnya nan didapat dari tanah Khaibar atas perintah Rasulullah Saw. Di dalam wakafnya tersebut, ia mensyaratkan beberapa hal: Pohonnya tak boleh dijual, tak boleh diwariskan, dan tak boleh dihibahkan. Sedangkan orang nan mengurusnya diperbolehkan memakan sebagian dari buah nan dihasilkan pohon tersebut dengan cara nan baik dan boleh juga memberikan temannya nan berkunjung ke rumahnya, tapi tak boleh membekalinya.

Oleh sebab itu, para ulama fikih mazhab Syafi’I memahamkan bahwa absah mewakafkan pohon buat diambil buahnya, perhiasan buat dipaikan, dan minyak kasturi buat keharuman baunya serta mewakafkan wewangian nan bersifat tanaman.



Lafal Wakaf

Setelah membahas pengertian wakaf, rukun, syarat dan dalil nan menjelaskan tentang wakaf, kini akan dibahas tentang lafal wakaf. Di dalam kitab-kitab fikih Syafi’I nan membahas tentang wakaf, lafal wakaf dinyatakan absah dengan menyebutkan , “aku wakafkan, saya sedekahkan tanah ini buat dimuliakan selama-lamanya, saya sedekahkan tanah ini buat tak boleh dijual atau tak boleh dihibahkan dan tak boleh diperjualbelikan”.

Dan bahkan beberapa ulama Syafi’I melegitimasi perkataan “aku jadikan loka ini sebagai mesjadi” menjadi perkataan nan menunjukkan lafal wakaf. Alasannya, mesjid tiada lain diberikan kecualu buat wakaf. Meski nan menyebutkan tak melafalkan “karena Allah”.

Beberapa Permasalahan Tentang Wakaf

Setelah membahas panjang tentang pengertian wakaf hingga lafal wakaf, di dalam artikel ini juga ditampilkan beberapa permasalahan wakaf dan solusinya.

1. jika seseorang nan membangun sebuah bangunan nan mirip dengan mesjid, lalu ia mengizinkan orang melakukan shalat di dalamnya. Apakah ini sudah termasuk wakaf? Menurut mayoritas ulama Syafi’I bahwa bangunan tersebut belum termasuk kategori wakaf. Bangunan tersebut tetap menjadi miliknya. Ia hanya mengizinkan orang buat mennggunakannya sebagai loka shalat.

Masalah seperti ini sama dengan seseorang menyediakan tanah nan mirip seperti perkuburan. Jika ada orang nan menguburkan, ia bolehkan. Tapi tetap saja tanah itu bukanlah wakaf. Pasalnya, tak ada lafal dari lisannya nan menyatakan tanah tersebut sebagai wakaf.

2. Sudah dimaklumi bersama bahwa wakaf ialah sedekah nan dimaksudnya buat selama-lamanya. Karena itu, disyarakat ada nan orang nan berwakaf dan menerima wakaf. Lalu timbul pertanyaan, bagaimana jika seseorang mewakafkan terhadap sesuatu nan belum ada, misalnya mewakafkan mesjid nan akan dibangun?

Menurut mayoritas ulama Syafi’I, wakaf tersebut tak sah. Alasannya, sebab mesjidnya sendiri belum selesai dibangun.

3. Sahkah seseorang mewakafkan hartanya kepada dirinya sendiri, meski setelah itu ia menyebutkan bahwa kegunaan wakaf tersebut buat orang lain?

Di dalam kitab “Kifayatul Akhyar” dijelaskan, bahwa para ulama Syafi’I berbeda pendapat. Satu pendapat menyatakan wakaf tersebut sah. Dalilnya ialah apa nan dilakukan Utsman bin Affan. Yaitu, ketika ia mewakafkan sumurnya, lalu Ia berkata, “pengambilan air nan kulakukan terhadap sumur tersebut sama dengan pengambilan air nan dilakukan oleh kaum muslimin.

Pendapat nan kedua menyatakan tak sah. Inilah pendapat mayoritas ulama Syafi’i. Karena di dalam pengertian wakaf telah dijelaskan tujuan wakaf ialah penyerahan kegunaan harta kepada orang lain. Makanya, tak bolehkan seseorang menyerahkan kegunaan nan diwakafkannya kepada dirinya sendiri, seperti halnya ia tak boleh menjual barangnya sendiri kepada dirnya.

Adapun pernyataan Khalifah Utsman bin Affan tersebut bertujuan buat menjelaskan bahwa pemberi wakaf boleh turut serta mengambil kegunaan dari harta nan diwakafkannya secara umum. Peristiwa seperti ini sama dengan seseorang nan mewakafkan mesjid nan dia juga ikut shalat, I’tikaf dan ibadah sunnah lainnya di dalamnya.

4. Jika ada seseorang memiliki sebidang tanah, lalu tanah tersebut diwakafkannya buat lokalisasi judi. Apakah wakafnya sah? Para ulama mazhab sepakat bahwa wakaf tersebut tak sah.

Jangankan buat lokalisasi judi, buat digunakan sebagai loka ibadah agama lain saja, wakafnya tak sah.

Jadi, dari artikel pengertian wakaf ini bisa dipahami dengan rill bahwa wakaf tak boleh diperuntukkan buat perorangan. Wakaf hanya dibolehkan buat sekelompok orang nan khasiatnya juga dinikmati oleh orang banyak. Selain itu, nan diwakafkan juga bukan barang nan sekali pakai habis manfaatnya, tapi mesti nan berpanjang masa pemanfaatannya.

Semoga artikel sederhana nan mengupas tentang wakaf ini bermanfaat. Meski banyak kupasan di dalam artikel ini menggunakan pendapat para imam mazhab Syafi’i.