Budaya Sunda

Budaya Sunda

Nama Sunda tak lepas dari wilayah bagian barat Pulau Jawa. Bagian terbesar tanah Sunda berupa dataran tinggi dan pegunungan, kecuali bagian utara berupa dataran rendah. Pegunungan memanjang dari barat ke timur, memiliki tanah fertile dengan bagian atasnya banyak dilapisi tanah semburan gunung berapi dari masa lalu. Banyak berkelok genre sungai mengalir dari pegunungan menuju bahari sebelah utara atau Laut Jawa , bermuara ke bahari sebelah barat atau Selat Sunda maupun mengalir ke bahari sebelah selatan atau Laut Hindia .

Dalam Ilmu Bumi (Geologi) dikenal nama dataran Sunda, berupa dataran masa lampau (masa grasial) nan membentang dari barat ke timur antara lembah Brahmandapura di Myanmar hingga Maluku sekarang. Istilah Sunda Besar meliputi pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Madura. Sedangkan sebutan Sunda Kecil terdiri dari Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores dan Timor.

Kebudayaan Sunda merupakan hasil ciptaan masyarakat Sunda nan telah berada di Tatar Sunda (tanah Sunda) jauh sebelum masehi. Mereka disebut dengan urang Sunda nan memiliki sifat ramah, santun dan baik pada kaum pendatang.

Penelitian arkeologis mengemukakan, di dataran Sunda telah bermukim kelompok masyarakat nan memiliki sistem kepercayaan, mata pencaharian, pola pemukiman dan organisasi sosial. Secara fisik cukup sulit membedakan antara orang Sunda dan orang Jawa nan sama-sama hayati di Pulau Jawa. Disparitas nan jelas dilihat dari segi budaya, terutama bahasa.

Terdapat istilah Sunda Buhun atau Sunda Kuna, yaitu segala hal nan dikaitkan dengan budaya orang Sunda pada masa praislam atau sebelum abad ke-17 M. Sunda Buhun lebih sering difokuskan pada bahasa, sastra dan aksara Sunda.

Kebudayaan suku Sunda tidak lepas dari keberadaan kerajaan-kerajaan di tanah Sunda. Menurut temuan dokumentasi tertulis berupa prasasti dari pertengahan abad ke-5 M, berdiri pemerintahan Kerajaan Tarumanagara dengan salah satu rajanya bernama Purnawarman dan beribukota di wilayah Bekasi sekarang.

Lanjutan dari Tarumanagara, berdirilah Kerajaan Sunda sekitar abad ke-8 M dan Pajajaran sebagai ibukota nan berpusat di daerah Bogor sekarang. Kerajaan ini hayati selama 6 abad, sebab runtuh pada kisaran tahun 1579 M. Pada zaman pemerintahan Prabu Maharaja (1350-1352 M) terjadi konflik dengan raja Majapahit Hayam Wuruk.

Pada masa kepemimpinan Sri Baduga Maharaja (1482-1521 M) dan Prabu Surawisesa (1521-1535 M) terjalin kerjasama keamanan dan ekonomi dengan Portugis nan menguasai Malaka. Sejak masuknya penjajahan Belanda, perlahan semua tanah Sunda runtuh ke pemerintahan kolonial Hindia Belanda pada abad ke-19 M.



Bahasa Sunda

Salah satu kebudayaan suku Sunda ialah bahasa Sunda nan diciptakan dan digunakan oleh orang Sunda dalam rutinitas keseharian hayati mereka. Bukti tertulis bahasa Sunda berasal dari prasasti dari abad ke-14 M nan ditemukan di Kawali, Ciamis Jawa Barat. Bahasa Sunda banyak sekali dipengaruhi oleh struktur bahasa sanskerta dari India.

Datangnya agama Islam dan lahirnya pemerintahan kerajaan Islam di wilayah Sunda, bahasa Sunda banyak sekali dipengaruhi oleh bahasa Arab sekitar akhir abad ke-16 M. Sementara bahasa Jawa tampak jelas pengaruhnya di awal abad ke-17 M hingga pertengahan abad ke-19 M sebab pengaruh Mataram.

Selanjutnya masuk pula bahasa Belanda, terutama setelah dibuat sistem ejaan bahasa Sunda dengan menggunakan Cacarakan (1860) dan Aksara Latin (1912) nan diprakarsai oleh orang Belanda. Sementara bahasa Melayu merasuk ke bahasa Sunda, terutama setelah dideklarasikan bahasa persatuan dengan bahasa Indonesia (1928).



Kesenian Sunda

Selain bahasa, terdapat pula kesenian Sunda. Menurut hasil survey pemerintahan provinsi Jawa Barat, tercatat lebih dari 350 jenis kesenian nan berkembang di Jawa Barat. Sebagian ditujukan buat kegiatan-kegiatan sakral dari ritual kepercayaan lokal, seperti kesenian sidekah bumi . Banyak pula kesenian Sunda nan berupa tontonan hiburan masyarakat, seperti Wayang Golek dan Ibing Tarawangsa . Kesenian nan berupa permainan anak disebut Kaulinan Urang Lembur , diantaranya Sorodot Gaplok , Tatarucingan, Ucing Sumput, Ngadu Muncang, Bebentengan, Egrang, dll.

Banyak hal nan dapat dipelajari dari kearifan kebudayaan suku Sunda ( local wisdom ) dan merupakan warisan budaya nan harus dilestarikan. Pertarungan budaya lokal dengan budaya dunia jangan sampai mengasingkan masyarakat kita dari nilai tradisi hingga tercerabut dari akar budaya asal. Mari kita pertahankan budaya sendiri sebagai khazanah kekayaan budaya Indonesia.



Budaya Sunda

Berbiaca tentang kebudayaan suku sunda maka tak akan terlepas dari budaya nan dimiliki oleh orang sunda. Budaya sunda merupakan budaya nan tumbuh dan berkembang dari masyarakat sunda itu sendiri. Budaya nan dimiliki oleh orang sunda sangatlah terkenal akan keramahannya serta menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan nan ada.

Secara generik masyarakata sunda nan menjunjung budaya sunda memiliki karakter nan berbeda dengan masyarakat lainnya. Masyarakat sunda memiliki karakter nan ramah atau lebih dikenal dengan istilah someah , periang, murah senyum, lemah lembut, dan nan paling krusial ialah hormat pada kedua orang tua.

Seperti itulah budaya lokal arif nan dimiliki oleh masyarakat sunda. Dan merupakan cerminan dari orang sunda itu sendiri. Sebagaimana nan diajarkan pada masyarakat jawa tentang bagaimana menggunakan bahasa ketika berhadapan dengan sesama dan bagaimana berhadapan dengan orang tua, begitu pula masyarakat sunda nan menggunakan bahasa nan halus ketika harus berbicara dengan orang nan lebih tua.

Budaya nan menghormati orang tua tersebut telah diajarkan sedini dan terus diajarkan lewat penggunaan bahasa nan berbeda ketika harus berhadapan dengan orang nan lebih tua. Menghormati orang nan lebih tua ialah sebuah nilai-nilai luhur nan dimiliki oleh budaya sunda lewat penggunaan bahasanya.

Kebudayaan nan dimiliki oleh masyarakat sunda merupakan salah satu budaya nan tertua nan ada di Nusantara. Maka tak heran jika budaya sunda lebih sering dikaitkan dengan kerajaan sunda pada masa lampau.

Dalam ajaran nan diberikan oleh budaya sunda selalu mengajarkan buat menuju keutamaan hidup. Dalam bahasa sunda, tabiat dari orang sunda dikenal dengan sebutan cageur, bageur, singer, dan pinter. Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia maka artinya ialah sembuh, baik, sehat, dan cerdas.

Itu ialah pandangan hidup dan tabiat nan selalu diajarkan kepada orang sunda. Orang sunda haruslah sembuh atau waras , baik itu lahir maupun batin nan artinya sehat secara jasmani dan rohani nan berarti tak gila. Orang sunda sendiri juga haruslah memiliki sifat nan baik, baik itu kepada sesama maupun kepada alam semesta. Tabiat nan selanjutnya ialah sehat nan berarti kuat serta cerdas merupakan tabiat nan juga harus dimiliki oleh orang sunda.

Jika melihat ajaran nan ditanamkan dalam tabiat orang sunda tersebut maka budaya jugalah niscaya sangat arif. Karena selalu mengajarkan hal nan baik dan penuh toleran kepada semua makhluk. Jadi budaya sunda sudah sepatutnya dilestarikan sebab memiliki nilai-nilai kearifan budaya lokal serta menjadi khasanah dan kekayaan budaya nan dimiliki oleh Indonesia.

Dalam setiap kebudayaan lokal nan ada di Indonesia biasanya memiliki nilai-nilai spiritual. Niali-nilai spiritual nan ada pada budaya sunda dikenal dengan sebutan sunda wiwitan. Budaya spiritual sunda wiwitan mengajarkan seseorang buat selalu hayati selaras dengan alam. Dengan demikian budaya sunda selalu menjunjung tinggi alam nan telah memberikan banyak kegunaan bagi manusia.

Mereka selalu mencoba buat hayati selaras dengan alam. Menggunakan alam dengan cara menjaganya dan tak merusaknya. Tentu hal tersebut berbeda dengan kebanyakan orang sekarang nan lebih banyak merusak alam hanya buat mendapatkan kegunaan sesaat dari alam. Sungguh hal tersebut sebenarnya ialah kerugian nan besar mengingat alam juga akan memberikan sebuah kutukan atas segalah keserakahan nan diinginkan oleh manusia nan tak pernah mencoba memperhatikan dan hayati harmonis dengan alam.

Kini sebagian besar masyarakat sunda telah beragama islam. Hanya sebagian kecil saja nan tak beragama Islam. Walaupun demikian semuanya tetap menjunjung tinggi persatuan dan tetap menjalankan kebaikannya buat menjaga dan melestarikan alam sebagaimana budaya sunda wiwitan nan telah mengakar pada masyarakat sunda.

Budaya sunda juga dikenal dengan masyarakat nan sangat suka bergotong-royong. Semua hal dikerjakan bersama-sama asalkan masih dikerjakan bersama-sama. Nilai gotong-royong masih ada dan inheren pada masyarakat sunda. Berbeda dengan daerah lainnya nan sudah tergilas dengan budaya kapitalis nan lebih mementingkan nilai uang daripada nilai sosial. Semoga budaya nan arif seperti ini akan terus ada dan berkembang ke masyarakat lainnya.