Rela Tidak Menikah Lagi

Rela Tidak Menikah Lagi



Tembang Asmaradana

Pernikahan ialah hal nan sangat sakral. Orang Jawa menginterpretasikan makna perkawinan dalam sebuah lagu Jawa yaitu Asmaradhana . Ini menjadi citra pernikahan adat Jawa secara umum.

Secara lengkap syairnya berbunyi sebagai berikut :

Gegamaning wong akrami, (Bekal orang berumah tangga/menempuh mahligai pernikahan)
Dudu brana dudu warna, (bukan harta bukan rupa)
Amung Ati pawitane, (hanya hati modalnya)
Luput pisan kena pisan , (perkawinan sekali dalam seumur hidup)
Yen gampang luwih gampang , (Kalau jodoh tak akan kemana)
Yen angel, angel kelangkung , (Kalau bukan jodoh tak akan bertemu)
Tan kena tinumbas arta . (tidak dapat dibeli dengan harta apapun dengan jumlah berapapun)

Adat Jawa memiliki filosofi pernikahan nan luar biasa sakral. Mereka meyakini dan memahami modal/bekal pernikahan bukanlah harta atau wajah. Hati ialah menjadi kapital primer terpautnya dua manusia. Filosofi ini sangat kuat berada dalam adat Jawa. Hati juga bukan hanya diartikan cinta nan muncul dari dua insan tetapi juga diartikan sebagai agama/iman.

Adat Jawa juga sangat percaya dengan konsep pernikahan monogami. Mereka hanya akan melakukan pernikahan sekali dalam seumur hidup. Bahkan dalam beberapa kasus kesetiaan pasangan hayati ini dapat dibuktikan. Dalam beberapa kasus seorang suami atau istri nan ditinggal wafat oleh pasangannya tetap setia dengan tak menikah lagi. Mereka hayati menjanda atau menduda seumur hidup.



Rela Tidak Menikah Lagi

Adat Jawa juga sangat ortodok dengan konsep jodoh. Orang Jawa konfiden jodoh ada di tangan Tuhan. Ketika seseorang ditakdirkan buat berjodoh, sesulit apapun kondisinya mereka akan tetap dipersatukan dalam bingkai pernikahan. Walaupun begitu banyak halangan buat bersatu, ketika sudah berjodoh maka mereka akan tetap menikah. Demikian juga sebaliknya, walaupun pelaminan sudah terpasang kalau tak berjodoh maka tak akan pernah berlangsung pernikahan itu.

Oleh sebab itu, tak ada harta jenis apa dan sebesar apapun nan bisa membeli sebuah ikatan kudus bernama pernikahan. Tetapi melihat perkembangan jaman, filosofi dalam tembang Asmaradhana ini sudah mulai luntur terutama pada generasi muda sekarang. Walaupun tetap saja masih ada nan berpegang teguh pada keluhuran nilai-nilai pernikahan adat Jawa ini.