Kultum Tentang Sabar: Pembagian Kesabaran Moral

Kultum Tentang Sabar: Pembagian Kesabaran Moral

Kultum ialah singkatan dari kuliah tujuh menit. Kultum identik dengan ceramah agama. Biasanya, aktivitas kultum diadakan di saat bulan Ramadhan, baik menjelang mau berbuka puasa atau saat akan melaksanakan shalat taraweh. Kultum tentang sabar kerap menjadi topik primer para da’I dalam menyampaikan dakwahnya.

Kenapa para da’I kerap membawakan materi kultum tentang sabar? Pasalnya, dari hari ke hari cukup banyak manusia nan mengeluhkan peristiwa dan musibah dalam hayati kadang membuat seseorang berbuat nan tak semestinya. Hal itu terjadi dampak adanya rasa tak dapat menerima apa nan diberikan Tuhan padanya. Dengan kata lain, orang tersebut belum dapat menghadapi masalah dengan sabar. Oleh karena itu, mendengarkan kultum tentang sabar nan kerap disampaikan para da’I menjadi sangat penting.



Kultum Tentang Sabar: Memahami Hakikat Musibah

Setiap musibah dan ujian nan menimpa diri seorang mukmin niscaya selalu ada hikmah nan bisa dipetik. Musibah nan menimbulkan kesedihan dan derita mendalam akan mengantarkan kita pada sikap sabar dan menerima segala ketentuan Allah swt. Islam telah mengajarkan kita buat bersabar, tawakal, dan ikhlas dalam menghadapi segala ujian. Tidak ada suatu kejadian pun, termasuk musibah, nan luput dari kuasa dan izin Allah swt.

Allah berfirman: ”Tidak ada suatu musibah pun nan menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barang siapa nan beriman kepada Allah pasti Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (TQS. At Thaghaabun:11)

Di dalam penyempaian kultum tentang sabar, para da’I kerap menyatakan bahwa seorang mukmin dituntut buat menyadari akan qadha dan kuasa Allah swt. Selain itu, ia dituntut buat menggali hikmah dari setiap peristiwa. Dalam pandangan Islam, setiap makhluk pada dasarnya ialah milik Allah swt dan mereka akan kembali kepada-Nya. Maka, Al quran mengajarkan agar kita selalu mengucapkan ” Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un (Sesungguhnya, kami milik Allah dan akan kembali kepada-Nya).” (TQS. Al Baqarah:156)

Kalimat itu sebagai penguat bahwa manusia niscaya kembali kepada-Nya, baik melalui musibah maupun kematian. Dengan pencerahan ini, setiap musibah nan menyebabkan kematian akan membawa kita pada peningkatan keimanan kepada Allah swt. Kesabaran nan sebenarnya ialah kesabaran nan akan memperkuat cita-cita dan akan mendekatkan kita ke jalan menuju surga, yaitu seperti kesabaran Bilal bin Rabah, Khabab, dan keluarga Yasir. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: ” Bersabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya nan dijanjikan bagi kalian ialah surga.”

Begitulah sikap seorang mukmin ketika menghadapi ujian. Ketika ia bersabar dalam menghadapi ujian dari-Nya, loka terbaik telah Allah siapkan sebagai penghargaan atas kesabarannya. Oleh sebab itu, setiap mukmin nan meyakini bahwa segala peristiwa nan menimpanya berasal dari Allah swt akan bersabar menghadapinya. Dengan begitu, akan semakin bertambahlah keimanan kepada Rabbnya.

Sikap sabar akan mengantarkan seorang mukmin pada kemuliaan di sisi Allah swt. Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, ” Allah swt. berfirman, ’Seorang hamba nan Aku ambil kekasihnya dari penghuni global kemudian ia bersabar, maka tak ada balasan apapun baginya kecuali surga.” (HR. Bukhari)



Kultum Tentang Sabar: Pembagian Sabar

Biasanya, para da’I ketika mengisi kultum tentang sabar kerap menyebutkan pembagian sabar nan dijelaskan imam al-Ghazali di dalam kitab "Ihya Ulumuddin" . Imam al-Ghazali menuliskan bahwa sabar terbagi kepada dua: sabar bersifat fisik dan sabar bersifat moral.

Yang dimaksud dengan sabar nan bersifaf fisik adalah, menanggung beban dengan fisik nan cukup berat. Misalnya, melakukan perbuatan-perbuatan nan berat nan membutuhkan kesabaran nan ekstra, melakukan ibadah nan berat seperti puasa, atau menahan sakit kronis nan cukup berat.

Sedangkan nan dimaksud dengan sabar bersifat moral atau kesabaran moral ialah sabar dari bujukan nafsu atau syahwat. Inilah kesabaran nan cukup berat. Makanya para da’I kerap menyatakan di dalam kultum tentang sabar bahwa kegagalan manusia buat bersabar kerap dipengaruhi oleh nafsu.Dengan dorongan nafsu nan kuat sehingga lupa bahwa ada proses sabar nan mesti dilalui.

Maka cukup tepat bila Imam Ibnu Hajar al-asqalany menuliskan di dalam kitabnya “al-Munabbihatu alal Isti’dad liyaumil ma’ada ” bahwa syahwat bisa membuat seorang raja menjadi hamba, sedangkan sabar bisa menjadikan hamba menjadi seorang raja. Di dalam kitab tersebut, Imam Ibnu Hajar mencantum kisah Zulaikha, permaisuri raja begitu mencintai Yusuf, namun dengan penuh kesabaran Yusuf mampu menghadapi segala bujuk rayu Zulaikha hingga akhirnya menjadikan Yusuf nan hanya seorang rakyat menjadi raja. Ia selalu diingat-ingat Zulaikha dan bahkan Zulaikha terus menerus berusaha mendapatkan Yusuf.



Kultum Tentang Sabar: Pembagian Kesabaran Moral

Di dalam kitab "Ash-Shabru fil Qur’an" , Yusuf Al-Qardhawi mencantumkan 9 pembagian kesabaran moral ( ash-shabru nafsi ) beserta kebalikannya.

  1. Sabar terhadap syahwat perut dan kemaluan disebut dengan iffah. Kebalikanya ialah daa-anah , merendahkan diri dengan mengikuti keinginan hawa nafsu
  2. Sabar terhadap musibah, maka kebalikannya ialah keluh kesah
  3. Sabar dalam kondisi serba berkecukupan nan selalu disebut dengan pegendalian nafsu. Kebalikannya ialah al-Bathr, merasa sombong
  4. Sabar di dalam peperangan dan pertempuran nan kerap disebut dengan syaja’ah (pemberani), kebalikannya ialah al-jubnu (penakut)
  5. Sabar dalam mengekang kemarahan nan kerap disebut dengan al-hilmu (lemah lembut), kebalikannya ialah tadzammur (emosional)
  6. Sabar terhadap bala nan menyedihkan disebut dengan lapang dada, kebalikannya ialah sempit dada.
  7. Sabar dalam hal menyimpan perkataan kerap disebut dengan kitmanus sirri (penyimpan rahasia), kebalikannya khianat.
  8. Sabar terhadap hal nan hiperbola kerap disebut dengan zuhud, kebalikannya ialah al-hirshu (serakah)
  9. Sabar terhadap bagian nan tak banyak nan kerap disebut dengan qana’ah (menerima), kebalikannya ialah tamak

Melihat cukup banyaknya pembagian kesabaran moral tersebut, makanya wajar bila para da’I menyebutkan di dalam kultum tentang sabar ihwal ucapan Rasulullah Saw. “al-imanu huwa ash-shabru” – Iman ialah sabar—. Pasalnya, kesabaran memiliki peran krusial di dalam hayati ini. Karena itu, jika mengaku orang nan beriman hendaknya menjadi manusia nan selalu sabar dalam segala hal. Sebagaimana Allah Swt. berfirman, “.. dan orang-orang nan bersabar di dalam musibah, penderitaan, dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang nan sahih imannya; dan mereka itulah orang-orang nan bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 177)



Kultum Tentang Sabar: Sabar Feat Syukur

Hampir tidak pernah luput para da’I mengajak para jamaah nan mendengarkan ceramah kultum tentang sabar buat selalu mensyukuri segala hal nan terjadi dengannya. Pasalnya, sudah dijanjikan oleh Allah dibalik kesulitan ada kemudahan (QS. Al-Insyraah [94]: 5-6). Oleh sebab itu, bersyukurlah setiap kali menghadapi musibah.

Hal ini pernah dilakukan oleh sahabat Rasulullah Saw, Umar bin Khattab. Ia selalu mengucapkan hamdalah empat kali ketika musibah datang menemuinya. Hamdalah pertama diucapkan, sebab Allah tak menurunkan musibah nan lebih berat dan lebih dahsyat dari pada musibah nan hadir ketika itu. Hamdalah kedua diucapkan, sebab Allah tak menimpakan musibah tersebut pada agamaku. Hamdalah ketiga diucap sebab Allah memasih memelihara kesabaran di dadaku. Dan hamdalah keempat diucap sebab Allah menolongku buat mendapatkan kembali nikmat nan hilang.

Apa nan dilakukan Umar bin Khattab tersebut selaras dengan apa nan disabdakan Rasulullah Saw. “Dua hal, jika keduanya dimiliki seseorang maka Allah mencatatnya sebagai golongan orang nan tahu bersyukur dan bersabar. Dan jika tak memiliki kedua hal tersebut maka ia termasuk golongan orang nan tidak tahu bersyukur dan bersabar. Kedua hal tersebut adalah, Siapa nan membandingkan kualitas agamanya dengan kualitas agama orang nan lebih tinggi darinya, lalu dia meningkatkan kualitas agamanya. Dan, siapa nan membandingkan dunianya dengan orang nan lebih rendah darinya kemudian memuji Allah atas kelebihan nan dimilikinya, maka Allah akan mencatatnya sebagai orang nan tahu bersyukur dan bersabar. Siapa nan membandingkan kualitas agamanya dengan orang nan dibawahnya, lalu dia merasa bangga, dan orang nan membandingkan dunianya dengan orang nan lebih di atasnya lalu dia gundah gulana (gelisah) sebab belum dapat melebihi orang tersebut, maka Allah mencatatnya sebagai orang nan tidak tahu bersyukur dan bersabar.”

Oleh sebab itu, para da’I kerap mengajak jamaah nan mendengarkan kultum tentang sabar buat selalu bersyukur atas setiap apa nan dialaminya. Apalagi Allah Swt menjanjikan, setiap kali hamba-Nya bersyukur, akan gandakan Allah nikmat nan diberikan kepadanya. Intinya, dengan sabar manusia dapat menjadi hamba nan mulia di sisi Allah Swt.