Prosa

Prosa

Karya sastra Chairil Anwar tak hanya berupa puisi-puisi orisinil nan ditulisnya, namun juga berupa puisi saduran dan karya prosa. Selain itu, Chairil Anwar juga menerjemahkan beberapa puisi dan prosa dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia.



Karya Sastra Chairil Anwar - Puisi Saduran
  1. Kepada Peminta-Minta
    Rob Niewenhuis (1952) menyebutkan puisi ini merupakan adaptasi dari puisi karya Willem Elsschot nan berjudul Tot den Arme.

  2. Krawang – Bekasi (kenang, Kenanglah Kami)
    Puisi ini pertama kali dimuat di dalam MI Th. II No. 47, 20 November 1948. Puisi ini ternyata merupakan saduran dari puisi karya MacLeish nan berjudul The Young Dead Soldiers.

  3. (Kelam dan Angin Lalu Mempesiang Diriku)
  4. Kenang, Kenanglah Kami


Karya Sastra Chairil Anwar - Puisi Terjemahan
  1. Hari Akhir Olanda di Jawa (karya Multatuli nan berjudul Max Havelaar)
  2. Somewhere (karya E. Du Perron)
  3. P.P.C (karya E. Du Perron)
  4. Mirliton (karya E. Du Perron)
  5. Musim Gugur (karya R.M. Rilke)
  6. J enak Berbenar (karya R.M Rilke)
  7. Huesca (karya John Cornford)
  8. (Jiwa di Global Yang Hilang Jiwa) (karya John Cornford)
  9. Datang Dara Hilang Dara (karya Hsu Chih-Mo)
    Puisi ini sempat dimuat sebagai karya orisinil Chairil Anwar hingga kemudian diketahui bahwa puisi ini merupakan terjemahan dari puisi A Song of The Sea karya Hsu Chih-Mo. Puisi A Song of The Sea ini sendiri dimuat di dalam buku Contemporary Chinese Poetry karya Robert Payne (penerbit Routledge, London)

  10. Fragmen
    Puisi dimuat pertama kali dalam MI Th. II No. 44-45, 3 November 1948 sebagai karya orisinil Chairil Anwar. Kemudian diketahui bahwa puisi ini merupakan terjemahan bebas Chairil Anwar terhadap puisi Conrad Aiken.

  11. Lagu Orang Usiran (karya W.H. Auden)
  12. (Aku Pergi ke Satu Pantai)
  13. (Biar Malam Kini Lalu). Puisi ini merupakan terjemahan dari puisi karya W.H Auden.


Karya Sastra Chairil Anwar - Prosa
  1. Pidato Chairil Anwar
    Pidato ini pertama kali diucapkan di depan Angkatan Baru Pusat Kebudayaan pada tanggal 7 Juli 1943.

  2. Berhadapan Mata . Karya ini berbentuk surat dan dimuat di surat kabar Pemandangan tanggal 28 Agustus 1943. Surat ini juga merupakan bagian pertama dari surat-menyurat antara Chairil Anwar dan H.B Jassin si Pemandangan. Surat-menyurat ini terhenti sebab terkena sensor dari pemerintah Jepang.

  3. (Maar Ik Wil Stil Zijn). Merupakan prosa liris nan ditulis dalam bahasa Belanda.
  4. Hoppla!
  5. Tiga Muka Satu Pokok
  6. Pidato Radio 1946
    Pidato ini merupakan rangkaian pertama dari delapan pidato nan hendak disampaikan oleh Chairil Anwar di radio, namun hanya satu pidato ini nan sukses disampaikan.

  7. Membuat Sajak, Melihat Lukisan
  8. Membaca Sajak, Melihat Lukisan


Karya Sastra Chairil Anwar - Prosa Terjemahan
  1. Kena Gempur (karya John Steinbeck)
  2. Raid
  3. Pulang Dia si Anak Hilang (karya Andre Gide nan berjudul Le Retour de l’Enfant Prodigue)
  4. Beberapa Surat dan Sajak R.M Rilke. Yang diterjemahkan ialah tiga surat dan dua puisi.
  5. Tempat nan Higienis dan Lampunya Terang (karya Hemingway, berjudul A Clean Well-lighted Place)


Pesona Karya Sastra Chairil Anwar Tak Pernah Mati

Siapa tidak mengenal Chairil Anwar? Tidak usah anak fakultas sastra, anak-anak sekolah menengah pun sudah akrab dengan nama ini.

Ya, Chairil Anwar ialah seorang sastrawan atau penyair terkemuka nan merupakan Pelopor Angkatan ’45, bersama Asrul Sani dan Rivai Apin.

Chairil Anwar dilahirkan pada tanggal 26 Juli 1922 di Medan dan meninggal pada 28 April 1949 di Jakarta sebab sakit.

Ia dimakamkan di Taman Pemakaman Generik Karet, Jakarta Pusat. Ia lahir dari keluarga bangsawan asal Minangkabau dan masih kerabat dengan Sutan Syahrir, perdana menteri di era Presiden Soekarno.

Karya sastra Chairil Anwar yang terkenal berupa puisi. Dalam menciptakan puisi, dia mendobrak pakem-pakem puisi nan telah ada sebelumnya. Bahasa nan latif dan berbunga-bunga nan marak pada puisi-puisi angkatan sebelumnya, tidak terlihat pada karya-karya Chairil Anwar.

Karya Chairil Anwar menjungkirbalikkan kaidah-kaidah itu sebab ia mengemas puisinya dengan bahasa nan bebas dan penuh pemberontakan. Karena itu, beberapa kritikus sastra menyatakan bahwa karya sastra Chairil Anwar lebih mengutamakan 'isi' daripada 'bentuk'.

Hal ini tidak lepas dari lingkungan nan membentuk Chairil Anwar kala itu. Ia mulai menulis puisi pada 1943, zaman pendudukan Jepang nan penuh pergolakan. Saat itu usianya masih sangat muda, baru 20 tahun. Usia nan tentu penuh vitalitas, semangat, dan idealisme, apalagi melihat lingkungannya nan penuh ketidakadilan dan penindasan.

Simaklah puisi Chairil Anwar nan sangat terkenal nan berjudul 'Aku', nan memperlihatkan bagaimana bahasa nan bebas dan penuh pemberontakan disampaikan buat menyampaikan gejolak batinnya:

Aku

Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tidak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan dapat kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan saya akan lebih tak perduli

Aku mau hayati seribu tahun lagi Maret 1943

Namun demikian, beberapa pengamat sastra berpendapat bahwa karya-karya sastra Chairil Anwar tidak lepas dari pengaruh dari karya-karya sastrawan dunia, terutama sastrawan Belanda. Di antara sastrawan Belanda nan banyak mempengaruhi Chairil Anwar ialah Marsman dan Slauerhoff.

Namun, hal ini ialah wajar. Sebatas itu hanyalah pengaruh dan bukan plagiasi, itu ialah normal dan justru mencerminkan pergaulan Chairil nan luas pada khazanah sastra dunia.

Tak kurang kritikus sastra paling dihormati nan mendapat julukan Paus Sastra Indonesia, H.B. Jassin, nan mengemukakan penilaiannya terhadap Chairil Anwar ini.

Chairil Anwar menulis puisi 'Aku' ketika ia baru berumur 20 tahun. Ia menyatakan, 'Aku mau hayati seribu tahun lagi.' Namun, enam tahun kemudian ia dipanggil Tuhan Yang Mahakuasa buat menghadap-Nya. Takdir tidak bisa dilawan!

Perjalanan hidupnya boleh singkat. Namun, karya sastra Chairil Anwar tidak mengenal batas waktu. Sampai kini karya-karyanya tetap digemari berbagai kalangan, dari anak SD sampai mahasiswa fakultas sastra.

Dibacakan dalam berbagai kesempatan, dari lomba baca puisi hingga Peringatan HUT Kemerdekaan RI. Kajian-kajian terhadap karya-karyanya, dari esai sampai disertasi, tetap mengalir tanpa henti.

Itulah kiprah si Pelopor Angkatan ’45 -suatu julukan nan juga diberikan oleh H.B. Jassin.